A.
Pendahuluan
Bagi yang tidak biasa menulis bukan hal
mudah untuk memulai penulisan walau ada panduan sekalipun dari kampus yang
sebelumnya harus dulu ditafsirkan dan disesuaikan dengan penulisan sebelumnya dan
terkadang malah mengikuti cara penulisan sebelumnya tanpa tahu apa penulisannya
sesuai dengan ketentuan umum penulisan atau sebaliknya.
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), skripsi diartikan sebagai karangan ilmiah
yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis[1]. Skripsi itu sendiri bukan untuk menemukan
teori baru atau memberikan kontribusi ilmiah. Karenanya, untuk mahasiswa S1
sebenarnya replikasi adalah sudah cukup. Hal lain yang juga perlu diperhatikan
adalah bahwa penelitian, secara umum, terbagi dalam dua pendekatan yang berbeda:
pendekatan saintifik dan pendekatan naturalis. Pendekatan saintifik (scientific
approach) biasanya mempunyai struktur teori yang jelas, ada pengujian kuantitif
(statistik), dan juga menolak grounded theory. Sebaliknya, pendekatan naturalis
(naturalist approach) umumnya tidak menggunakan struktur karena bertujuan untuk
menemukan teori, hipotesis dijelaskan hanya secara implisit, lebih banyak
menggunakan metode eksploratori, dan sejalan dengan grounded theory. Mana yang
lebih baik antara kedua pendekatan tersebut? Sama saja. Pendekatan satu dengan
pendekatan lain bersifat saling melengkapi satu sama lain (komplementer).
Jadi, tidak perlu mendikhotomikan
jika
Anda mengacu pada pendekatan yang satu, sementara teman Anda menggunakan
pendekatan yang lain. Juga, tidak perlu kuatir jika menggunakan pendekatan
tertentu akan menghasilkan nilai yang lebih baik/buruk daripada menggunakan pendekatan yang lain yang penting anda
memahami konten penelitian dengan baik yang didasari oleh alasan logikal yang
didukung oleh leteratur yang bisa meyakinkan bahwa penelitian anda valid dan
reliabel.
B. Beberapa Kesalahan Para
Peneliti
·
Ketidakjelasan Isu. Isu adalah titik
awal sebelum melakukan penelitian. Isu seharusnya singkat, jelas, padat, dan
mudah dipahami. Isu harus menjelaskan tentang permasalahan, peluang, dan
fenomena yang diuji. Faktanya, banyak mahasiswa yang menuliskan isu (atau latar
belakang) berlembar-lembar, tetapi sama sekali sulit untuk dipahami.
·
Tujuan Riset &
Tujuan Periset. Tidak jarang mahasiswa menulis sebagai salah satu
syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan sebagai tujuan risetnya. Hal ini adalah
kesalahan fatal. Tujuan riset adalah menguji, mengobservasi, atau meneliti
fenomena dan permasalahan yang terjadi, bukan untuk mendapatkan gelar S1. Bab
I: Bagian Terpenting. Banyak mahasiswa yang mengira bahwa bagian terpenting
dari sebuah skripsi adalah bagian pengujian hipotesis. Banyak yang menderita
sindrom ketakutan jika nantinya hipotesis yang diajukan ternyata salah atau
ditolak.
Padahal bagian terpenting skripsi adalah Bab I. Logikanya, kalau isu,
motivasi, tujuan, dan kontribusi riset bisa dijelaskan secara runtut, biasanya
bab-bab berikutnya akan mengikuti dengan sendirinya. (baca juga: Joint Hypotheses)
·
Padding. Ini adalah fenomena yang sangat sering terjadi. Banyak mahasiswa yang
menuliskan terlalu banyak sumber acuan dalam daftar pustaka, walaupun
sebenarnya mahasiswa yang bersangkutan hanya menggunakan satu-dua sumber saja.
Sebaliknya, banyak juga mahasiswa yang menggunakan beragam acuan dalam
skripsinya, tetapi ketika ditelusur ternyata tidak ditemukan dalam daftar
acuan. Joint Hypotheses. Menurut pendekatan saintifik, pengujian hipotesis
adalah kombinasi antara fenomena yang diuji dan metode yang digunakan. Dalam
melakukan penelitian ingatlah selalu bahwa fenomena yang diuji adalah sesuatu
yang menarik dan memungkinkan untuk diuji.
Begitu pula dengan metode yang digunakan, haruslah metode yang valid
dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kalau keduanya terpenuhi,
yakinlah bahwa skripsi Anda akan outstanding. Sebaliknya, kalau Anda gagal
memenuhi salah satu (atau keduanya), bersiaplah untuk dibantai dan dicecar
habis-habisan.
·
Keterbatasan &
Kemalasan. Mahasiswa sering tidak bisa membedakan antara keterbatasan riset dan kemalasan riset. Keterbatasan adalah
sesuatu hal yang terpaksa tidak dapat terpenuhi (atau tidak dapat dilakukan)
karena situasi dan kondisi yang ada. Bukan karena kemalasan periset, ketiadaan
dana, atau sempitnya waktu.
·
Kontribusi Riset. Ini penting
(terutama) jika penelitian Anda ditujukan untuk menarik sponsor atau dibiayai
dengan dana pihak sponsor.Kontribusi
riset selayaknya dijelaskan dengan lugas dan gamblang, termasuk pihak mana saja
yang akan mendapatkan manfaat dari penelitian ini, apa korelasinya dengan
penelitian yang sedang dilakukan, dan seterusnya. Kegagalan dalam
menjelaskan kontribusi riset akan berujung pada kegagalan mendapatkan dana
sponsor.
·
Dikhotomi analisa penelitian. Analisa kualitatif
seringkali menjadi bahan perbincangan dikalangan para peneliti, siapa yang
paling capable antara penelitian kuantitatif dan penelitian
kualitatif. Bahkan ada pertanyaan berkesan meragukan, apakah penelitian
kualitatif itu benar-benar ilmiah?.
Sebagian ahli masih mempertentangkan antara penelitian
kualitatif dan kuantitatif sebagai suatu dikhotomi dalam penelitian dengan
berbagai kendala sosial dan psikologis dari para peneliti terutama berdasarkan
kebiasaan penelitian dikampus masing-masing. Termasuk penelitian bahasa ada
kecenderungan lebih menikmati menggunakan penelitian kualitatif dengan analisa
literatur yang berkesan sederhana, praktis dan bisa membuka keran asumsi
literature seluas mungkin yang tidak bisa dikupas melalui angka-angka penelitian
yang sifatnya bisa direkayasa dan di mark-up oleh para peneliti.
Di antara kedua metode penelitian ini sering timbul perdebatan di seputar
masalah metodologi penelitian. Masing-masing
aliran berusaha mempertahankan kekuatan metodenya. Salah satu argumen yang dikedepankan oleh
metode penelitian kualitatif adalah keunikan manusia atau gejala sosial yang
tidak dapat dianalisa dengan metode yang dipinjam dari ilmu eksakta. Sementara ada
anggapan kalau penelitian kuantitatif lebih rumit dan terlalu exact dengan
bermacam rumus statistik, sehingga penelitian kuantitatif di program bahasa
mengalami kesulitan secara psikologis yang tertanam mulai dari mahasiswa yang
sedang menyusun skripsi yang sebelumnya tidak begitu menyukai matematik, bahkan
dosen bahasa itu sendiri lebih familiar kalau penelitian secara kualitatif
karena lebih luas dan dinamis dalam menganalitis, serta kemungkinan pengalaman
penelitian sebelumnya sangat berperan dari dosen untuk menggunakan penelitian
dan
Kuatnya content literatur dalam Penelitian
bahasa sehingga ada kecenderungan bersinkronisasi dengan penelitian kualitatif
yang lebih terfokus pada analisa teoritis yang bersifat deskriptif dalam
mengungkapkan nilai, asumsi-asumsi dan fenomena dalam bahasa yang di
interpretasikan dan dikaji dengan menggunakan literatur. Interpretasi berkaitan
dengan pemaknaan suatu analog teks suapaya membuat jelas, membuat sesuatu
memiliki makna sesuatu objek studi bahasa dalam hal hal ini diharapkan agar
dikhotomi pengunaan metode penelitian bukan hal baku tapi bisa lebih variatif
dan lebih memperkaya kebermaknaan suatu penelitian bahasa yang komunikatif,
dinamis dan senantiasa fenomenal.
Dari sudut lain,
dilihat dari para peneliti kuantitatif terdapat kesalahan pemahaman
di dalam masyarakat
bahwa yang dinamakan kegiatan penelitian adalah penelitian yang
bercorak survei dan penelitian yang benar jika menggunakan sebuah daftar pertanyaan dan
datanya dianalisa dengan menggunakan teknik statistik. Pemahaman ini berkembang
karena kuatnya pengaruh aliran positivistik[3] dengan metode penelitian kuantitatif.
Padahal Inti dasar dari
penelitian yang bisa dijadikan acuan ataupun bisa juga dijadikan sebagai
pilihan, yaitu ada dua kelompok metode penelitian dalam ilmu sosial dan bahasa yakni metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian
kualitatif menekankan pada metode penelitian observasi di lapangan dan datanya
dianalisa dengan cara non-statistik meskipun tidak selalu harus menabukan
penggunaan angka. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada penggunaan diri
si peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu mengungkap gejala sosial di
lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi inderawinya. Dengan demikian,
peneliti harus dapat diterima oleh responden dan lingkungannya agar mampu
mengungkap data yang tersembunyi melalui bahasa tutur, bahasa tubuh, perilaku
maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang dalam dunia dan lingkungan responden.
Namun apabila kita
telusuri sebagaimana diungkapkan oleh Bogdan dan Biklen (1982:3) kutipan
dari lexy
J. Moleong bahwa ada beberapa kesamaan penelitian kualitatif dengan
penelitian naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik,
perspektif kedalam, etnometodologi. The
Chicago scholl, fenomenologis, studi kasus, interpretative, ekologis dan
deskriptif[4]. Semua adalah pilihan yang
penting dikhotomi antara penelitian kuantitatif dan kualitatif ini dapat
melemahkan kekuatan sebuah penelitian. Sehingga hilangnya dikhotomi akan lebih
memperkaya dan memperkuat berbagai analisa penelitian bahasa yang lebih
universal cakupannya dimana mahasiswa bisa melaksanakan penelitian sesuai
dengan pilihannya baik kualitatif maupun kuantitatif.
Paradigma ini telah
berubah diatara dua jurusan yaitu jurusan bahasa Inggeris dan bahasa Jepang di
STBA JIA berdasarkan pengamatan penulis yang sekaligus dosen Metodologi riset
dari kegiatan penelitian tugas akhir mahasiswa sudah mencoba
menggunakan pilihannya dalam penelitian bahasa baik pengunaan penelitian
kuantitatif dengan analisa statistik yang masih dianggap rumit dan sulit maupun
secara permanen hanya menggunakan analisa kualitatif karena dianggap lebih
dinamis dan lebih mudah menginterpretasikan masalah dalam bahasa.
Dari hasil pengamatan
kendala itu terjadi ketika para peneliti
mulai melanjutkan kuliah ke jenjang pasca sarjana dengan tesis dan disertasi
yang sudah mulai mengharuskan pengunaan analisa kuantitatif dengan dasar
statistic yang dijadikan sebagai acuan penelitiannya, sehingga para pembimbing
sudah mulai memperkenalkan penelitian kuantitaif ini dalam tugas akhir
mahasiswa.
Seiring dinamika
bahasa dengan perkembangan teknologi computer maka semakin dikenalnya
penelitian kuantitatif melalui program SPSS[5]
selain program sejenis seperti Lisrel,
Amos, Minitab, Systat, Ecostat, statgraph, SAS, SPS, dll yang dirasakan
jauh lebih mudah, peneliti hanya harus memahami
prisnsip-prinsip statistic saja dibandingkan dengan metode analisa
statistic secara manual dan memberikan perubahan persepsi kalau Statistik sebagai
dasar penelitian kuantittaif tidak sesulit secara manual dengan adanya SPSS
ini.
·
Menghadapi Ujian
Skripsi Benar.
Banyak
mahasiswa yang benar-benar takut menghadapi ujian skripsi (oral examination).
Terlebih lagi, banyak mahasiswa terpilih yang jenius tetapi ternyata gagal
dalam menghadapi ujian pendadaran. Di dalam ruang ujian sendiri tidak jarang
mahasiswa mengalami ketakutan, grogi, gemetar, berkeringat, yang pada akhirnya
menggagalkan ujian yang harus dihadapi. Setelah menulis skripsi, Anda memang
harus mempertahankannya di hadapan dewan penguji. Biasanya dewan penguji
terdiri dari satu ketua penguji dan beberapa anggota penguji. Lulus tidaknya
Anda dan berapa nilai yang akan Anda peroleh adalah akumulasi dari skor yang
diberikan oleh masing-masing penguji.
Tiap
penguji secara bergantian (terkadang juga keroyokan) akan menanyai Anda tentang
skripsi yang sudah Anda buat. Waktu yang diberikan biasanya berkisar antara 30
menit hingga 1 jam. Ujian skripsi kadang diikuti juga dengan ujian komprehensif
yang akan menguji sejauh mana pemahaman Anda akan bidang yang selama ini Anda
pelajari. Tentu saja tidak semua mata kuliah diujikan, melainkan hanya mata
kuliah inti (core courses) saja dengan beberapa pertanyaan yang spesifik, baik
konseptual maupun teknis. Grogi, cemas, kuatir itu wajar dan manusiawi. Akan
tetapi, ujian skripsi sebaiknya tidak perlu disikapi sebagai sesuatu yang
terlalu menakutkan.
Ujian skripsi adalah konfirmasi atas apa yang sudah
Anda lakukan. Kalau Anda melakukan sendiri penelitian Anda, tahu betul apa yang
Anda lakukan, dan tidak grogi di ruang ujian, bisa dipastikan Anda akan perform
well. Cara terbaik untuk menghadapi ujian skripsi adalah Anda harus tahu betul
apa yang Anda lakukan dan apa yang Anda teliti. Siapkan untuk melakukan
presentasi. Akan tetapi, tidak perlu Anda paparkan semuanya secara lengkap.
Buatlah ?lubang jebakan? agar penguji nantinya akan menanyakan pada titik
tersebut. Tentu saja, Anda harus siapkan jawabannya dengan baik. Dengan begitu
Anda akan tampak outstanding di hadapan dewan penguji. Juga, ada baiknya
beberapa malam sebelum ujian, digiatkan untuk berdoa atau menjalankan sholat
tahajud di malam hari. Klise memang. Tapi benar-benar sangat membantu. Jujur
saja, saya (dulu) menyelesaikan skripsi dalam tempo 4 minggu tanpa ada kendala
dan kesulitan yang berarti. Dosen pembimbing saya adalah seorang professor
dengan jam terbang sangat tinggi. Selama berada dalam ruang ujian, kami lebih
banyak berbicara santai sembari sesekali tertawa. Dan Alhamdulillah saya
mendapat nilai A. Bukan. Bukan saya bermaksud sombong, tetapi hanya untuk
memotivasi Anda. Kalau saya bisa, seharusnya Anda sekalian pun bisa.
Pasca Ujian Skripsi
Banyak yang mengira, setelah ujian skripsi segalanya selesai. Tinggal
bawa ke tukang jilid/fotokopi, urus administrasi, daftar wisuda, lalu traktir
makan teman-teman. Memang benar. Setelah Anda dinyatakan lulus ujian skripsi,
Anda sudah berhak menyandang gelar sarjana yang selama ini inginkan.
Faktanya, lulus ujian skripsi saja sebenarnya belum terlalu cukup.
Sebenarnya Anda bisa melakukan lebih jauh lagi dengan skripsi Anda. Caranya?
Cara paling gampang adalah memodifikasi dan memperbaiki skripsi Anda untuk
kemudian dikirimkan pada media/jurnal publikasi. Cara lain, kalau Anda memang
ingin serius terjun di dunia ilmiah, lanjutkan dan kembangkan saja
penelitian/skripsi Anda untuk jenjang S2 atau S3.
Dengan demikian, kelak akan semakin banyak penelitian dan publikasi
yang mudah-mudahan bisa memberi manfaat bagi bangsa ini. Bukan apa-apa, saya
cuma ingin agar bangsa ini bisa lebih cerdas dan dalam menciptakan serta
mengelola pengetahuan. Sekarang mungkin kita memang tertinggal dari bangsa
lain. Akan tetapi, dengan melakukan penelitian, membuat publikasi, dan
seterusnya, bangsa ini bisa cepat bangkit mengejar ketertinggalan. Jadi, menyusun skripsi itu sebenarnya mudah
kan?
C.
Format penelitian
Ketentuan
dalam penulisan adalah membuat skema penulisan untuk memudahkan penelitian.
Suatu penelitian selalu diawali dengan suatu masalah. Banyak para peneliti yang
mengalami hambatan dalam memilih masalah dan merumuskan masalah yang akan
diteliti.
Untuk
itu perlu seorang peneliti mengetahui beberapa tahapan umum dalam pelaksanaan
penelitian antara lain :
a) merumuskan
masalah penelitian dan menentukan tujuan penelitian.
b) menentukan
konsep dan hipotesis serta menggali kepustakaan.
c) menentukan
jenis informasi yang diperlukan, sumber informasi dan jumlah sumber informasi
(sampling).
d) penyusunan
daftar pertanyaan dan daftar isian (kuesioner)
e) pengumpulan
data lapangan, termasuk melakukan pemilihan dan pelatihan petugas lapangan.
f) mengedit
dan mengkodekan daftar pertanyaan yang telah diisi.
g) melaksanakan
pengolahan, analisis dan pelaporan.
Format
yang benar biasanya, setiap fakultas/universitas sudah menerbitkan acuan/pedoman
penulisan hasil penelitian yang baku. Mulai dari penyusunan konten, tebal
halaman, jenis kertas dan sampul, hingga ukuran/jenis huruf dan spasi yang
digunakan. Akan tetapi, secara umum format hasil penelitian dibagi ke dalam
beberapa bagian sebagai berikut.
Pendahuluan. Bagian pertama ini
menjelaskan tentang isu penelitian, motivasi yang melandasi penelitian tersebut
dilakukan, tujuan yang diharapkan dapat tercapai melalui penelitian ini, dan
kontribusi yang akan diberikan dari penelitian ini. Dalam
menentukan apakah sebuah masalah layak menjadi objek penelitian ada beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan: a). Keterbatasan Pelaksanaan b). Keterbatasan
Biaya. C). Pertimbangan apakah pemecahan masalah tersebut bermanfaat bagi
public atau tidak. d). Apakah penelitian tentang masalah itu dapat dilaksanakan
atau tidak. E). Pertimbangan lainnya, sifat dari penelitian itu sendiri, apakah
bersifat penelitain dasar atau terapan.
Lalu
bagaimana menetukan masalah baik?
Masalah sebenarnya bisa ditemukan dari hasil pengalaman dan pengamatan sendiri,
materi kuliah, diskusi, teori-teori, rekomendasi hasil penleitian. Sumber lain
dari observasi langusng, masalah yang dihadapi organisasi dan masalah yang dimunculkan
oleh peneliti lain atau suatu perdebatan ilmiah.
Berikut
ciri-ciri masalah yang baik :
1. Harus
ada nilai penelitiannya, masalah harus layak untuk diteliti.
2. Harus
mempunyai fisibilitas. Harus adanya metode yang sesuai untuk meneliti maslah
yang dirumuskan dan ada orang yang dapat menggunakan metode tersebut.
3. Harus
sesuai dengan kualifikasi peneliti.
4. Rumusannya
harus mempertanyakan kaitan hubungan antara kedua atau lebih variable.
5. Rumusan
maslahnya harus dapat dikuji. Tidak saja hubungan yang dinyatakan oleh rumusan
harus dijabarkan secara jelas, tetapi juga keterhubngan diats harus dinyatakan
oleh varibel-variabel yang dapat diukur.
6. Selain itu juga masalah yang baik dapat
dilihat dari : topiknya menarik,pemecahan masalah tersebut bermanfaat bagi orang-orang
yang berkepentingan, merupakan hal yang baru, mengundang rancangan yang lebih
kompleks, dapat diselelsaikan sesuai waktu yang diinginkan dan tidak
bertentangan dengan moral. Biar memahami masalah dengan baik anda harus mampu
mengidentifkasi masalah dengan sistematis dan benar.
Latihan anda agar mampu mengidentifkasi masalah
dengan baik disarankan untuk membaca sebanyak mungkin literature yang
berhubungan dengan bidang-bidangnya serta bersikap kritis terhadapa apa yang
anda baca. Anda harus menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiah dan mengikuti
ceramah professional. Mengamati dari dekat situasi atau kejadian disekitarnya.
Menghadiri seminar hasil riset, mengadakan riset kecil serta mengumpulkan
bahan-bahan yang berhubungan dengan bidangnya.
Pengkajian Teori & Pengembangan Hipotesis. Setelah latar
belakang penelitian dipaparkan jelas di bab pertama, kemudian dilanjutkan
dengan kaji teori dan pengembangan hipotesis. Pastikan bahwa bagian ini align
juga dengan bagian sebelumnya. Mengingat banyak juga mahasiswa yang ?gagal?
menyusun alignment ini. Akibatnya, skripsinya terasa kurang make sense dan
nggak nyambung.
Patokan penelitian kuantitatif terfokus
pada hasil analisa angket yang harus anda uraikan dengan konsep dan teori yang
berhubungan dengan masalah penelitian. Sedang dalam penulisan kualitatif uraian
literature sangat memperkuat penyelesaian maslah penelitian anda. Tinjauan
literature atau tinjauan pustaka harus relevan dengan bidang yang diteliti.
Kegunaan tinjauan pustaka antara lain :
memungkinkan penulisan laporan menetapkan batas-batas bidang yang diteliti,
landasan teori yang layak digunakan dan menghidnari adanya pengulangan teori
secara tidak disengaja.
Ada beberapa hal dalam penulisan
kualitatif adalah penguatan landasan teoritis. Landasan teoritis memuat
deskripsi penulisan secara sistematik tentang fakta dari literature terakhir
yang memuat teori, konsep, preposisi. Fakta itu sumbernya harus diambil dari
aslinya. Landasan teori juga harus memuat landasan teori yang sesaui dengan
tujuan pelaksanaan penelitian yang disusun sendiri sebagai tuntunan untuk
membuat laporan yang ingin disampaikan dalam bentuk tuisan. Landasan terori
dapat juga berbentuk uraian kualitatif[6] atau matematik yang
berkaitan dengan tujuan pelaksanaan penelitian.
Metodologi Penelitian. Berisi penjelasan
tentang data yang digunakan, pemodelan empiris yang dipakai, tipe dan rancangan
sampel, bagaimana menyeleksi data dan karakter data yang digunakan, model
penelitian yang diacu, dan sebagainya.
Hasil Penelitian. Bagian ini
memaparkan hasil pengujian hipotesis, biasanya meliputi hasil pengolahan secara
statistik, pengujian validitas dan reliabilitas, dan diterima/tidaknya
hipotesis yang diajukan.
Penutup. Berisi ringkasan,
simpulan, diskusi, keterbatasan, dan saran. Hasil penelitian harus disarikan
dan didiskusikan mengapa hasil yang diperoleh begini dan begitu. Anda juga
harus menyimpulkan keberhasilan tujuan riset yang dapat dicapai, manakah
hipotesis yang didukung/ditolak, keterbatasan apa saja yang mengganggu, juga
saran-saran untuk penelitian mendatang akibat dari keterbatasan yang dijumpai
pada penelitian ini.
Proof-Reading
Dan Peer-Review. Jangan lupa seorang peneliti juga harus melakukan Proof-reading
dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan tulis (typo) maupun
ketidaksesuaian tata letak penulisan skripsi. Peer-review dilakukan untuk
mendapatkan second opinion dari pihak lain yang kompeten. Bisa melalui dosen
yang Anda kenal baik (meski bukan dosen pembimbing Anda), kakak kelas/senior
Anda, teman-teman Anda yang dirasa kompeten, atau keluarga/orang tua (apabila
latar belakang pendidikannya serupa dengan Anda).
D. Format
Penelitian Kualitatif
Karena
paradigma, proses, metode, dan tujuannya berbeda, penelitian kualitatif
memiliki model desain yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Tidak ada
pola baku tentang format desain penelitian kualitatif, sebab; (1) instrumen utama
penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri, sehingga masing-masing orang
bisa memiliki model desain sendiri sesuai seleranya, (2) proses penelitian
kualitatif bersifat siklus, sehingga sulit untuk dirumuskan format yang baku,
dan (3) umumnya penelitian kualitatif berangkat dari kasus atau fenomena
tertentu, sehingga sulit untuk dirumuskan format desain yang baku.
Namun
demikian, dari pengalaman beberapa kali melakukan penelitian kualitatif format
berikut, penulis menggunakan format berikut untuk dipakai sebagai contoh yang
bisa dikembangkan lebih lanjut.
Pendahuluan
1.
Tema Penelitian
2.
Konteks Penelitian
3.
Fokus Penelitian
4.
Tujuan Penelitian
5.
Tinjauan Pustaka
Metode Penelitian
1.
Objek dan Informan Penelitian
2.
Metode Perolehan dan Pengumpulan
Data
3.
Metode Pengecekan Keabsahan
Data
4.
Metode Analisis Data
5.
Diskusi Hasil Penelitian
6.
Laporan Penelitian
Contoh Proses Penelitian Kualitatif
Proses
penelitian disajikan menurut tahap-tahapnya, yaitu: (1) Tahap Pra-lapangan, (2)
Tahap Kegiatan Lapangan, dan (3) Tahap Pasca-lapangan.
1. Tahap Pra-lapangan
Beberapa
kegiatan dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan. Masing-masing adalah:
(1) Penyusunan rancangan awal penelitian, (2) Pengurusan ijin penelitian, (3)
Penjajakan lapangan dan penyempurnaan rancangan penelitian,(4) Pemilihan dan
interaksi dengan subjek dan informan, dan (5) Penyiapan piranti pembantu untuk
kegiatan lapangan.
Perlu
dikemukakan, peneliti menaruh minat dan kepedulian terhadap gejala menglaju dan
akibat-akibat sosialnya. Pengamatan sepintas sudah dilakukan jauh sebelum
rancangan penelitian disusun dan diajukan sebagai topik penelitian.
Berbekal
pengamatan awal dan telaah pustaka, peneliti mengajukan usulan penelitian
tentang mobilitas penduduk dan perubahan di pedesaan. Usulan yang diajukan dan
diseminarkan dengan mengundang teman sejawat dan pakar.
Karena
berpendekatan kualitatif, usulan penelitian itu dipandang bersifat sementara (tentative).
Karena itu peluang seminar digunakan untuk menangkap kritik dan masukan, baik
terhadap topik maupun metode penelitian. Berdasarkan kritik dan masukan
tersebut, peneliti membenahi rancangan penelitiannya dan melakukan penjajakan
lapangan.
Penjajakan
lapangan dilakukan dengan tiga teknik secara simultan dan lentur, yaitu (a)
pengamatan; peneliti mengamati secara langsung tentang gejala- gejala umum
permasalahan, misalnya arus menglaju pada pagi dan sore hari, (b) wawancara;
secara aksidental peneliti mewawancari beberapa informan dan tokoh masyarakat,
(c) telaah dokumen; peneliti memilih dan merekam data dokumen yang relevan,
baik yang menyangkut Bandulan maupun Kotamadya Dati II Malang.
Perumusan
masalah dan pemilihan metode penelitian yang lebih tepat dilakukan lagi
berdasarkan penjajakan lapangan (grand tour observation). Sepanjang
kegiatan lapangan, ternyata pusat perhatian dan teknik-teknik terus mengalami
penajaman dan penyesuaian.
Dalam
ungkapan Lincoln dan Guba (1985: 208), kecenderungan rancangan penelitian yang
terus-menerus mengalami penyesuaian berdasarkan interaksi antara peneliti
dengan konteks ini disebut rancangan membaharu (emergent design).
Berdasarkan
penjajakan lapangan, peneliti menetapkan tema pokok penelitian ini, yaitu:
perubahan sosial di mintakat penglaju (commuters' zone). Pusat perhatian
diberika pada peran penglaju dalam perubahan sosial di Bandulan, Kecamatan
Sukun, Kotamadya Malang.
Secara
rinci pusat perhatian ini mencakup beberapa pertanyaan sebagaimana diajukan
dalam bab pendahuluan, yaitu: (1) Faktor apa saja, baik dari dalam diri, dari
dalam desa, maupun dari luar desa, yang mendorong perilaku menglaju pada
sebagian penduduk Bandulan? Apakah makna menglaju sebagaimana dihayati oleh
mereka?, (2) Bagaimanakah ragam gaya hidup, pola interaksi sosial, solidaritas
dan peran sosial masing-masing kategori empiris penduduk dalam perubahan sosial
di Bandulan?, dan (3) Akibat-akibat sosial apa saja yang terjadi karena
banyaknya penduduk yang menglaju ke luar Bandulan, baik pada sistem nilai dan
kepercayaan, pranata sosial dan ekonomi, dan pola pelapisan sosial sebagaimana
dirasakan oleh masyarakat setempat?
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Sepanjang
pelaksanaan penelitian, ternyata penyempurnaan tidak hanya menyangkut pusat
perhatian penelitian, melainkan juga pada metode penelitiannya. Bogdan dan
Taylor (1975:126) memang menegaskan agar para peneliti sosial mendidik
(educate) dirinya sendiri. "To be educated is to learn to create a new.
We must constantly create new methods and new approaches".
Konsep
sampel dalam penelitian ini berkaitan dengan bagaimana memilih informan atau
situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi mantap dan terpercaya
mengenai unsur-unsur pusat perhatian penelitian.
Pemilihan
informan mengikuti pola bola salju (snow ball sampling). Bila pengenalan dan
interaksi sosial dengan responden berhasil maka ditanyakan kepada orang
tersebut siapa-siapa lagi yang dikenal atau disebut secara tidak langsung
olehnya.
Dalam
menentukan jumlah dan waktu berinteraksi dengan sumber data, peneliti
menggunakan konsep sampling yang dianjurkan oleh Lincoln dan Guba (1985), yaitu
maximum variation sampling to document unique variations. Peneliti akan
menghentikan pengumpulan data apabila dari sumber data sudah tidak ditemukan
lagi ragam baru. Dengan konsep ini, jumlah sumber data bukan merupakan
kepedulian utama, melainkan ketuntasan perolehan informasi dengan keragaman
yang ada.
Tidak
semua penduduk bisa memberikan data yang diperlukan. Karena itu, hanya 25 orang
sumber data yang diwawancarai secara mendalam. Masing-masing adalah 14 orang
penduduk asli penglaju, 6 orang penduduk asli bukan penglaju, dan 5 orang
penduduk pendatang penglaju.
Karena
data utama penelitian ini diperoleh berdasarkan interaksi dengan responden
dalam latar alamiah, maka beberapa perlengkapan dipersiapkan hanya untuk
memudahkan, misalnya : (1) tustel, (2) tape recorder, dan (3) alat tulis
termasuk lembar catatan lapangan. Perlengkapan ini digunakan apabila tidak
mengganggu kewajaran interaksi sosial.
Pengamatan
dilakukan dalam suasana alamiah yang wajar. Pada tahap awal, pengamatan lebih
bersifat tersamar. Teknik ini seringkali memaksa peneliti melakukan penyamaran.
Misalnya: untuk mengamati aspek-aspek yang berhubungan dengan perilaku dan gaya
hidup, peneliti beranjang-sana di rumah informan. Sambil berbincang-bincang,
peneliti mencermati cara berbicara, berpakaian, penataan ruang, gaya bangunan
rumah, benda-benda simbolik dan sebagainya.
Ketersamaran
dalam pengamatan ini dikurangi sedikit demi sedikit seirama dengan semakin
akrabnya hubungan antara pengamat dengan informan. Ketika suasana akrab dan
terbuka sudah tercipta, peneliti bisa mengkonfirmasikan hasil pengamatan
melalui wawancara dengan informan.
Dengan
wawancara, peneliti berupaya mendapatkan informasi dengan bertatap muka secara
fisik danbertanya-jawab dengan informan. Dengan teknik ini, peneliti berperan
sekaligus sebagai piranti pengumpul data.
Selama
wawancara, peneliti juga mencermati perilaku gestural informan dalam menjawab
pertanyaan. Untuk menghindari kekakuan suasana wawancara, tidak digunakan
teknik wawancara terstruktur. Bahkan wawancara dalam penelitian ini seringkali
dilakukan secara spontan, yakni tidak melalui suatu perjanjian waktu dan tempat
terlebih dahulu dengan informan. Dengan ini peneliti selalu berupaya
memanfaatkan kesempatan dan tempat-tempat yang paling tepat untuk melakukan
wawancara.
Selama
kegiatan lapangan peneliti merasakan bahwa pengalaman sosialisasi, usia dan
atribut- atribut pribadi peneliti bisa mempengaruhi interaksi peneliti dengan
informan. Semakin mirip latar belakang informan dengan peneliti, semakin lancar
proses pengamatan dan wawancara.
Sebaliknya,
ketika mewawancarai informan yang berbeda latar belakang, peneliti harus
menyesuaikan diri dengan mereka. Banyak ragam cara menyesuaikan diri. Di
antaranya dengan cara berpakaian, bahasa yang digunakan, waktu wawancara,
hingga penyamaran seolah-olah peneliti memiliki sikap dan kesenangan yang sama
dengan informan. Karena kendala itu, pengumpulan data terhadap penduduk asli,
baik penglaju dan lebih-lebih yang bukan penglaju, berjalan agak lamban.
Kejenuhan,
bahkan rasa putus-asa kadang-kadang muncul dan menyerang peneliti. Dalam
keadaan demikian, peneliti beristirahat untuk mengendapkan, membenahi catatan
lapangan, dan merenungkan hasil-hasil yang diperoleh. Dengan cara ini, peneliti
bisa menemukan informasi penting yang belum terkumpul.
Kedekatan
antara tempat tinggal peneliti dengan informan ternyata sangat membantu
kegiatan lapangan. Secara tidak sengaja peneliti bisa bertemu dengan informan,
sehingga pembicaraan setiap saat bisa berlangsung. Kendati tidak dirancang,
bila hasil percakapan itu memiliki arti penting bagi penelitian, akan dicatat
dan diperlakukan sebagai data penelitian.
Pada
dasarnya wawancara dilaksanakan secara simultan dengan pengamatan.
Kadang-kadangwawancara merupakan tindak-lanjut dari pengamatan. Misalnya,
setelah mengamati suasana rumah tangga dan keluarga informan, peneliti
menuliskan hasilnya dalam bentuk catatan lapangan. Wawancara dilakukan setelah
itu untuk mengungkapkan makna dari setiap hasil pengamatan yang menarik.
Penelaahan
dokumentasi dilakukankhususnya untuk mendapatkan data konteks. Kajian
dokumentasi di lakukan terhadap catatan-catatan, arsip- arsip, dan sejenisnya
termasuk laporan-laporan yang bersangkut paut dengan permasalahan penelitian.
Perekaman
dokumen menjadi lebih mudah karena dokumen, baik dari kelurahan maupun dari
Kotamadya cukup lengkap. Agar tidak menyulitkan lembaga yang menyediakan,
peneliti meminta ijin untuk menfoto-copy dokumen-dokumen yang diperlukan atau
menyalinnya ke dalam catatan peneliti.
Pemeriksaan
keabsahan (trustworthiness) data dalam penelitian ini dilakukan dengan empat
kriteria sebagaimana dianjurkan oleh Lincoln dan Guba (1985: 289-331).
Masing-masing adalah derajat: (1) kepercayaan (credibility), (2) keteralihan
(transferability), (3) kebergantungan (dependability), dan (4) kepastian
(confirmability).
Untuk
meningkatkan derajat kepercayaan data perolehan, dilakukan dengan teknik: (1)
perpanjangan keikut-sertaan, (2) ketekunan pengamatan, (3) triangulasi, (4)
pemeriksaan sejawat, (5) kecukupan referensial, (6) kajian kasus negatif, dan
(7) pengecekan anggota.
Kegiatan
lapangan penelitian ini semula dijadwal tidak lebih dari enam bulan. Dengan
pertimbangan bahwa peningkatan waktu masih memunculkan informasi baru, maka
lama kegiatan lapangan diperpanjang. Dengan perpanjangan waktu ini, seperti
dikemukakan Moleong (1989), peneliti dapat mempelajari "kebudayaan",
menguji kebenaran dan mengurangi distorsi.
Dengan
mengamati secara tekun, peneliti bisa menemukan ciri-ciri atau unsur-unsur
dalam suatu situasi yang sangat relevan dengan peran penglaju dalam perubahan
sosial di Bandulan. Bila perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka
ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman. Triangulasi dilakukan untuk melihat
gejala dari berbagai sudut dan melakukan pengujian temuan dengan menggunakan
berbagai sumber informasi dan berbagai teknik. Empat macam triangulasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pemeriksaandengan memanfaatkan
sumber, metode, penyidik dan teori.
Meskipun
Lincoln dan Guba (1985) tidak menganjurkan triangulasi teori, tampaknya Patton
(1987: 327) berpendapat lain. Menurutnya, triangulasi antar teori tetap
dibutuhkan sebagai penjelasan banding (rival explanation).
Dalam
penelitian ini, penempatan teori lebih mengikuti anjuran Bogdan dan Taylor
(1975). Menurut mereka, teori memberikan suatu penjelasan atau kerangka kerja
penafsiran yang memungkinkan peneliti memberi makna pada kekacauan data (morass
of data) dan menghubungkan data dengan kejadian-kejadian dan latar yang lain. Karena
itu, sangat penting bagi peneliti untuk mengetengahkan temuannya dengan
perspektif teoretik lain, khususnya selama tahap pengolahan data penelitian
yang intensif.
Pengamatan
dan wawancara tidak terstruktur yang diterapkan dalam penelitian ini memang menghasilkan
data yang masih kacau. Untuk memilah dan memberi makna pada data tersebut,
peneliti tidak bisa tidak harus berpaling kepada teori-teori sosiologi dan
antropologi yang relevan.
Pemeriksaan
sejawat dilakukan dengan cara mengetengahkan (to expose) hasil penelitian, baik
yang bersifat sementara maupun hasil akhir, dalam bentuk diskusi analitik
dengan rekan-rekan sejawat. Dengan cara ini peneliti berusaha mempertahankan
sikap terbuka dan kejujuran, dan mencari peluang untuk menjajaki dan menguji hipotesis
yang muncul dari peneliti (pemikiran peneliti).
Sebelum
menetapkan temuan sebagai kecenderungan pokok, peneliti melakukan pengecekan
anggota. Ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan berapa proporsi kasus yang
mendukung temuan, dan berapa yang bertentangan dengan temuan. Bila ada
penyimpangan dalam kasus-kasus tertentu, peneliti menelaahnya secara lebih
cermat.
Telaah
lebih cermat terhadap kasus-kasus yang menyimpang sering disebut sebagai
analisis kasus negatif. Teknik ini dilakukan untuk menelaah kasus-kasus yang
saling bertentangan dengan maksud menghaluskan simpulan sampai diperoleh
kepastian bahwa simpulan itu benar untuk semua kasus atau setidak-tidaknya
sesuatu yang semula tampak bertentangan, akhirnya dapat diliput aspek-aspek
yang tidak berkesesuaian tidak lagi termuat. Dengan kata-kata lain dapat
dijelaskan "duduk persoalannya".
Selain
itu, peneliti juga menguji kecukupan acuan dalam menarik simpulan. Kecukupan
acuan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengajukan kritik internal terhadap
temuan penelitian. Berbagai bahan digunakan untuk meneropong temuan penelitian.
Usaha
meningkatkan keteralihan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
"uraian rinci" (thick description). Untuk itu, peneliti melaporkan
hasil penelitiannya secermat dan selengkap mungkin yang menggambarkan konteks
dan pokok permasalahan secara jelas. Dengan demikian, peneliti menyediakan
apa-apa yang dibutuhkan oleh pembacanya untuk dapat memahami temuan-temuan.
Kebergantungan
penelitian ini diupayakan dengan audit kebergantungan. Dalam hal ini peneliti
memberikan hasil penelitian dan melaporkan proses penelitian termasuk
"bekas-bekas" kegiatan yang digunakan. Berdasarkan penelusurannya,
seorang auditor dapat menentukan apakah temuan-temuan penelitian telah bersandar
pada hasil di lapangan.
Kepastian
penelitian ini diupayakan dengan memperhatikan topangan catatan data lapangan
dan koherensi internal laporan penelitian. Hal ini dilakukan dengan cara
meminta berbagai pihak untuk melakukan audit kesesuaian antara temuan dengan data
perolehan dan metode penelitian.
3. Tahap Pasca Lapangan
Telah
disinggung bahwa penelitian ini menerapkan metode kualitatif, yaitu suatu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata orang
baik tertulis maupun lisan dan tingkah laku teramati, termasuk gambar (Bogdan
and Taylor, 1975).
Walau
peneliti tidak sependapat dengan teknik-teknik analisis data kualitatif menurut
Miles dan Huberman (1987), model analisis interaktif yang digambarkannya sangat
membantu untuk memahami proses penelitian ini. Model analisis interaktif
mengandung empat komponen yang saling berkaitan, yaitu (1) pengumpulan data,
(2) penyederhanaan data, (3) pemaparan data, dan (4) penarikan dan pengujian
simpulan.
Mengacu
model interaktif, analisis data tidak saja dilakukan setelah pengumpulan data,
tetapi juga selama pengumpulan data. Selama tahap penarikan simpulan, peneliti
selalu merujuk kepada "suara dari lapangan" untuk mendapatkan
konfirmabilitas.
Analisis
selama pengumpulan data (analysis during data collection) dimaksudkan untuk
menentukan pusat perhatian (focusing), mengembangkan pertanyaan-pertanyaan
analitik dan hipotesis awal, serta memberikan dasar bagi analisis pasca
pengumpulan data (analysis after data collection). Dengan demikian analisis
data dilakukan secara berulang-ulang (cyclical).
Pada
setiap akhir pengamatan atau wawancara, dicatat hasilnya ke dalam lembar
catatan lapangan (field notes). Lembar catatan lapangan ini berisi: (1) teknik
yang digunakan, (2) waktu pengumpulan data dan pencatatannya, (3) tempat
kegiatan atau wawancara, (4) paparan hasil dan catatan, dan (5) kesan dan
komentar. Contoh catatan lapangan dapat diperiksa pada lampiran.
Pendirian
ontologis penelitian adalah bahwa tujuan penyelidikan adalah mengembangkan
suatu bangunan pengetahuan idiografik dalam bentuk "hipotesis kerja"
yang menggambarkan kasus individual (Lincoln and Guba, 1985: 38). Implikasinya,
konstruksi realitas, yang dalam hal ini adalah gejala menglaju dan pengaruh
sosialnya, tidak dapat dipisahkan dari konteks (kedisinian, Bandulan) dan waktu
(kekinian, 1996).
Untuk
itu peneliti memandang penting untuk menyelidiki secara cermat akar-akar gejala
menglaju sebagai konteks kajian. Berdasarkan asal faktor pemicu gejala menglaju
peneliti menemukenali tiga kategori faktor, yaitu: (1) dari dalam diri, (2)
dari dalam desa, dan (3) dari luar desa.
Empat
teknik analisis data kualitatif sebagaimana dianjurkan oleh Spradley (1979)
diterapkan dalam penelitian ini. Masing-masing adalah: (1) analisis ranah
(domain analysis), (2) analisis taksonomik (taxonomic analysis), (3) analisis
komponensial (componential analysis). dan (4) analisis tema budaya (discovering
cultural themes).
Analisis
ranah bermaksud memperoleh pengertian umum dan relatif menyeluruh mengenai
pokok permasalahan. Hasil analisis ini berupa pengetahuan tingkat
"permukaan" tentang berbagai ranah atau kategori konseptual. Kategori
konseptual ini mewadahi sejumlah kategori atau simbol lain secara tertentu.
Pada
tahap awal, berdasarkan pola mobilitas hariannya, peneliti menemukenali dua
kategori pokok penduduk Bandulan. Masing-masing adalah penduduk penglaju dan
bukan penglaju. Berdasarkan asalnya, peneliti menemukenali dua kategori pokok
penduduk Bandulan, yaitu: penduduk asli dan penduduk pendatang.
Pada
analisis taksonomik, pusat perhatian penelitian ditentukan terbatas pada ranah
yang sangat berguna dalam upaya memaparkan atau menjelaskan gejala-gejala yang
menjadi sasaran penelitian. Pilihan atau pembatasan pusat perhatian dilakukan
berdasarkan pertimbangan nilai strategik temuannya bagi program peningkatan
kualitas hidup subyek penelitian atau mengacu pada strategic ethnography
(Faisal, 1990 : 43).
Analisis
taknonomik tidak dilakukan secara murni berdasar data lapangan, tetapi
dikonsultasikan dengan bahan-bahan pustaka yang telah ada. Beberapa anggota
ranah yang menarik dan dipandang penting dipilih dan diselidiki secara
mendalam. Dalam hal ini adalah bagaimana peran masing-masing kategori tersebut
dalam proses perubahan sosial yang berlangsung di Bandulan.
Analisis
komponensial dilakukan untuk mengorganisasikan perbedaan (kontras) antar unsur
dalam ranah yang diperoleh melalui pengamatan dan atau wawancara terseleksi.
Dalam hemat peneliti, kedalaman pemahaman tercermin dalam kemampuan untuk
mengelompokkan dan merinci anggota sesuatu ranah, juga memahami karakteristik
tertentu yang berasosiasi dengannya.
Dengan
mengetahui warga suatu ranah, memahami kesamaan dan hubungan internal, dan
perbedaan antar warga dari suatu ranah, dapat diperoleh pengertian menyeluruh
dan mendalam serta rinci mengenai suatu pokok permasalahan. Dengan demikian
akan diperoleh pemahaman makna dari masing-masing warga ranah secara holistik.
Hasil
lacakan kontras di antara warga suatu ranah dimasukkan ke dalam lembar kerja
paradigma (Spradley, 1979: 180). Kontras-kontras tersebut selalu diperiksa
kembali sebagaimana dalam model analisis interaktif. Ringkasananalisis
komponensial, yang digunakan sebagai pemandu penulisan paparan hasil penelitian
inidisajikan dalam lampiran.
Dalam
mengungkap tema-tema budaya, peneliti menggunakan saran yang diberikan oleh Bogdan dan Taylor (1975:82-93).
Langkah-langkah yang dilakukan adalah: (1) membaca secara cermat keseluruhan
catatan lapangan, (2) memberikan kode pada topik-topik pembicaraan penting, (3)
menyusun tipologi, (4) membaca kepustakaan yang terkait dengan masalah dan
konteks penelitian.
Berdasarkan seluruh analisis,
peneliti melakukan rekonstruksi dalam bentuk deskripsi, narasi dan argumentasi.
Beberapa sub-topik disusun secara deduktif, dengan mendahulukan kaidah pokok
yang diikuti dengan kasus dan contoh-contoh. Sub-topik selebihnya disajikan
secara induktif, dengan memaparkan kasus dan contoh untuk ditarik kesimpulan
umumnya.
[1]
KKBI, 2010
[3]
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan
dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data
empiris. Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint
Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk
memahami sejarah orang harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang
menguasai proses perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga
merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode
feodalisme), tahap metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang
mendasari masyarakat industri.
[4] Moleong, J.
Lexy, prof. DR., Metodologi
Penelitian Kualitatif, Rosda, Bandung, 2010 : 3
[5] Statistical
package for the social sciences
(SPSS) yaitu Program pengolah data yang pertama kali dikembangkan sekitar tahun
1960 oleh Norman H. Nie dan Dale bent dari Stanford university.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar