Meneliti adalah melakukan
serangkaian aktivitas intelektual secara sistematis, yaitu dengan
langkah-langkah yang teratur atau runtut.
Langkah pertama, memilih bidang, topik kajian atau
judul penelitian. Bidang kajian atau subjek ilmu. Subjek ilmu dalam arti
sebagai pokok persoalan yang dipelajari. Sedang judul, menjelaskan mengenai
fokus atau ruanglingkup masalah yang dipelajari. Langkah pertama ini tidak
datang dengan sendirinya, sebab timbulnya gagasan untuk meneliti biasanya
karena telah didahului oleh serangkaian aktivitas lainnya seperti melakukan
mengamatan awal atau membaca sekian banyak referensi sehingga diperoleh
sejumlah informasi. Dengan demikian, gagasan untuk melakukan penelitian ilmiah
bisa karena ingin membuktikan atau mempelajari lebih lanjut mengenai hal-hal
atau informasi-informasi yang telah didapat sebelumnya yang dianggap belum
cukup.
Langkah kedua adalah melakukan kegiatan penelitian itu sendiri. Jika
penelitian lapangan, maka aktivitas yang dilakukan ialah mengumpulkan data
lapangan. Di dalam proses pengumpulan data lapangan itu, sejumlah hal harus
dijalani, seperti masalah apa saja harus ditanyakan kepada siapa saja
(informan), di mana dan kapan serta bagaimana melakukan wawancara. Ketika
wawancara itu berlangsung, dalam suasana seperti apa sehingga informasi yang
diberikan dapat terandalkan kebenarannya. Bagaimana pula mencatatnya, dan
sebagainya.
Langkah ketiga ialah menganalisis terhadap informasi, dalam arti
memahami makna dari sekumpulan informasi yang telah didapatkan. Langkah keempat
ialah menyusun laporan penelitiannya, dan langkah kelima adalah
menyebar-luaskan hasil temuan.
Ruang lingkup Masalah
Penelitian
Penelitian dilakukan umumnya
didasarkan pada adanya masalah, tujuan yang ingin dicapai, teori yang
digunakan dalam melihat masalah, serta metode yang digunakan untuk menjawab
masalah.
Apa yang disebut sebagai masalah penelitian ialah segala sesuatu yang
bertentangan/berbeda antara keinginan dengan kenyataan yang dihadapi (problem
is any discrepancy between an actual state of affairs and
some ideal state). Dikatakan ada masalah berarti ada kenyataan yang berbeda
bahkan bertolakbelakang antara apa yang seharusnya terjadi (das sollen)
dengan kenyataan yang dihadapi (das sein). Adanya perbedaan
kenyataan tersebut mempengaruhi atau menyebabkan munculnya kerugian bagi banyak
orang (masyarakat) atau lembaga atau aturan-aturan yang telah disepakati,
sehingga menurut akal sehat masalah tersebut perlu dicarikan jalan keluar
pemecahannya.
Dalam
batasan yang sederhana, masalah bisa diartikan sebagai (a) sesuatu yang belum
diketahui (karena sifat kebaruannya) dan menimbulkan rasa ingin
tahu; (b) segala bentuk pertanyaan yang perlu dicari jawabannya; (c)
segala sesuatu yang dipertanyakan; atau (e) segala bentuk hambatan,
rintangan, atau kesulitan yang muncul pada sesuatu
bidang yang perlu dihindari dan disingkirkan.
Untuk menemukan masalah penelitian, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Di
antara cara-cara itu ialah dengan melakukan pengamatan
terhadap kegiatan manusia secara cermat. Dari pengamatan tersebut, lantas kita
tanyakan kembali yakni apakah ada perbedaan antara apa yang
seharusnya dengan kenyataan yang ditemui? Lihatlah bagaimana
seorang teknisi mobil di bengkel bekerja. Dengan menghidupkan mesin mobil,
mereka cepat tahu apa yang tidak beres pada mesin mobil tersebut. Begitu
pulalah dengan dokter. Dengan mengamati pasien ditambah dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan singkat, dokter akan tahu kemungkinan penyakit yang
diderita pasien. Jika kurang yakin atau untuk lebih meyakinkan diri, seorang
teknisi mobil atau seorang dokter akan mengetes (mendiagnosis) dengan memakai
alat-alat yang dimiliki. Untuk mempertajam pemahaman atas jawaban yang
diajukan sendiri, perlu dibantu dengan membaca sumber-sumber bacaan sesuai
dengan bidang pengetahuan yang digeluti. Semakin kita kuasai bidang keilmuan,
akan semakin peka untuk melihat adanya masalah. Sumber-sumber bacaan itu bisa
dicari misalnya dari laporan-laporan penelitian. Bisa jadi, akan kita temukan
adanya ketidakajegan hasil-hasil penelitian
tentang sesuatu hal. Ini mungkin bisa dilihat dari arah pendekatan teori atau
metodologi yang dipakai. Jika perlu, bisa juga dilanjutkan dengan mendiskusikan
kepada peer-group atau kepada pihak-pihak yang terkait, sehingga
menambhak keyakinan kita adanya masalah penelitian yang menarik dikaji.
Namun demikian, tidak semua masalah menjadi penting untuk diangkat
sebagai permasalahan yang membutuhkan penelitian. Dalam hal ini, diperlukan
sejumlah pertimbangan, di antaranya: (a). Apakah penelitian terhadap
masalah yang kita angkat itu akan memberikan sumbangan
untuk pemecahan masalah-masalah praktis, pengembangan teori,
atau memiliki daya tarik karena kebaruannya?; (b) Kalau kita
meneliti terhadap masalah yang akan kita ajukan itu, apakah dari segi biaya, waktu,
fasilitas, kemampuan, dan metodologi, terkuasai?
Apabila sudah “mencukupi”,
maka langkah berikutnya adalah “merumuskan permasalahan ke
dalam susunan kalimat yang jelas. Ingat, dapat merumuskan dengan baik
masalah penelitian yang akan dilakukan, sudah merupakan separoh dari
berhasilnya penelitian itu sendiri”. Untuk itu, perlu diperhatikan beberapa
hal. Pertama, hendaknya masalah yang diajukan dirumuskan ke dalam bentuk
kalimat yang jelas, dan padat. Kedua, hendaknya, di dalam susunan
permasalahan itu memberi petunjuk tentang mungkinnya
melakukan pengumpulan data guna menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
terkandung dalam perumusannya itu.
Kepustakaan
a. Kajian Kepustakaan
Kajian
kepustakaan adalah kegiatan otak berupa memilih, membaca, dan memanfaatkannya
untuk memperoleh informasi maupun wawasan teoritik yang ditulis oleh
peneliti sebelumnya, terutama yang ada hubungannya
dengan penelitian yang akan dilakukan. Karena itu kerja mencari bahan di
perpustakaan merupakan hal yang tak dapat dihindarkan oleh
seorang peneliti.
Kajian kepustakaan sangat penting karena masalah yang akan kita teliti,
umumnya bukanlah sama sekali masalah baru. Bisa jadi, ada peneliti lain yang
pernah menulis artikel atau laporan penelitian dalam topic yang mirip atau sama
hanya saja berbeda lokus atau metodologinya. Kalau kita membaca tulisan
mereka berarti kita bisa membandingkan, mengkritisi, atau mengembangkan. Hasil
dari pembacaan demikian, tentu saja akan mempertajam pemahaman informasi
awal, konsep-konsep maupun teori yang digunakan, atau membantu memberi ide-ide
atau pendekatan baru. Atau paling tidak, untuk menghindari terjadinya
pengulangan dari suatu penelitian.
Dengan kata lain, melakukan kajian kepustakaan bermanfaat untuk hal-hal
berikut: Pertama, menggali teori-teori dan konsep yang
telah diketemukan oleh para ahli terdahulu. Kedua, mengikuti
perkembangan penelitian dalam bidang.
yang akan diteliti. Ketiga, memperoleh orientasi yang
lebih luas mengenai topik yang dipilih. Keempat,
memanfaatkan data sekunder. Kelima, menghindari duplikasi penelitian. Keenam,
menambah ketrampilan bagaimana cara mengungkapkan buah pikiran secara sistematis kritis dan ekonomis. (Bandingkan pada
Irawati, 1982: 45)
b. Perpustakaan
Perpustakaan[1]
dapat diartikan sebagai suatu organisasi atau badan yang mengumpulkan
koleksi buku, majalah, bahan tertulis/cetakan dsb, dalam sebuah
gedung (bangunan). Pengelolaan bahan-bahan (bacaan) yang ada,
disusun dan diolah sesuai dengan sistem yang dipergunakan. Secara fisik,
penyusunan bahan bacaan didasarkan pada tiga kategori ruang, yaitu: ruang
referens, ruang buku, dan ruang majalah. Ruang reference berisi:
bahan-bahan penerangan yang bersifat luas dan umum, seperti:
ensiklopedia, kamus, atlas, indeks, almanak, buku-buku petunjuk,
(khusus): kamus psikologi, kamus ilmu politik, dsb. Ruang buku, berisi
segala jenis buku yang bisa dipinjam, dan ruang majalah, merupakan ruang
bacaan umum.
Sumber-sumber informasi yang bisa diperoleh dari perpustakaan bisa berupa:1.
Indeks, cumulative book index; 2. Abstraks. disertation abstract;
3. Bibliografi; bibliographic index; 4. Katalogus; 5. Microfilm,
dst. Keseluruhan bahan bacaan yang dimiliki, akan diklasifikasi sesuai
dengan system yang digunakan, yaitu apakah dipakai Sistem Dewey Decimal
Atau Sistem Library of Congress (Amerika Serikat).
Sistem Dewey
adalah sistem penggolongan semua cabang ilmu pengetahuan yang dibagi ke dalam
sembilan (9) golongan, ditambah gol ke-10 untuk hasil-hasil yang
bersifat umum, dan mencakup beberapa golongan. Golongan ini pun
dipecah-pecah lagi dalam bagian yang lebih kecil.
Angka dasar sebagai berikut:
000 = umum (general
works)
100 = filsafat (philosophy)
200 = agama (religion)
300 = pengetahuan sosial
(social sciences)
400 = filologi (philology)
500 = pengetahuan alam (natural
sciences)
600 = seni praktis (useful
arts)
700 = seni murni (fine
arts)
800 = kesusastraan (literature)
820 = kesusastraan Inggris, sebab: 800 = kesusastraan
20 = Inggris
821 = idem, 1 = puisi
Sistem Library
of Congress (Amerika Serikat). Sistem ini membagi ilmu pengetahuan
atas 20 golongan utama, dan diberi simbol abjad dan angka. Pada
karangan Earl Babbie (1987: 471) dijelaskan sbb:
A
GENERAL WORK
B
PHILOSOPHY, PSYCHOLOGY, RELIGION
B-BD
Philosophy
BF
Psychology
BL-BX
Religion
C
HISTORY-AUXILIARY SCIENCES
D
HISTORY (except America)
DA-DR
Europe
DS
Asia
DT
Africa
E-F HISTORY (America)
E
United States
E51-99
Indians of North America
E185
Negroes in the United States
F101-1140 Canada
F1201-3799 Latin America
G
GEOGRAPHY-ANTHROPOLOGY
G-GF
Geography
GC
Oceanology and Oceanography
GN
Anthropology
GV
Sports, amsements, games
H
SOCIAL SCIENCE
HB-HJ
Economics and business
HM-HX
Sociology
J POLITICAL SCIENCE
JK
United States
JN
Europe
JQ
Asia, Africa
JX
International relations
K
LAW
L
EDUCATION
M
MUSIC
N
FINE ARTS
NA
Architecture
NB
Sculpture
NC
Graphic arts
ND
Painting
NE
Engraving
NK
Ceramics, textiles
P
LANGUAGE AND
LITERATURE
RE
English language
PG
Slavic language
PJ-PM
Oriental language
PN
Drama, oratory, journalism
PQ
Romance literature
PR
Englishliterature
PS
American literature
PT
Germanic literature
Q
SCIENCE
QA
Mathematics
QB
Astronomy
QC
Physics
QD
Chemistry
QE
Geology
QH-QR
Biology
R
MEDICINE
RK
Dentistry
RT
Nursing
S
AGRICULTURE-PLANT AND ANIMAL INDUSTRY
T
TECHNOLOGY
TA-TL
Engineering
TR
Photography
U
MILITARY SCIENCE
V
NAVAL
SCIENCE
Z
BIBLIOGRAPHY
AND LIBRARY SCIENCE
Biasanya angka-angka dan huruf-huruf kode ditulis pada kartu
katalog. Kartu katalog memberi keterangan lengkap mengenai data buku sebagai
mana berikut:
Nomor perpustakaan.
1. Penulis, tahun terbit
2. Judul, penulis, keterangan penerbitan
3. Keterangan buku (ukuran dll)
4. Daftar isi (ringkas)
Nomor klasifikasi.
Gambar Kartu Perpustakaan
(Kartu-penulis)
Kartu-kartu catalog tersebut disusun ke dalam dua model. Pertama,susunan
terpisah (divided catalogue) yaitu tiap macam kartu disusun
sendiri menurut abjad. Dengan demikian, terdapat tiga jajaran
katalog: katalog pengarang; katalog judul, dan
keterangan subjek buku. Kedua, susunan kamus (dictionary
catalogue) yaitu ketiga macam kartu di atas disusun menjadi satu dan
menurut abjad.
Pada masing-masing kartu catalog, memuat keterangan sebagai berikut:
-pengarang;
-judul;
-edisi [kalau ada];
-kota penerbit;
-tahun terbit;
-kolasi [ket: jml. hlm,
ilustrasi, tabel, indeks, bibliografi, dll]; dan
-anotasi [mis, ket: karangan ini
disampaikan pada seminar, tesis PhD pada universitas ...dll].
Untuk itu, langkah pertama untuk menemukan/mengetahui bahan yang
terdapat di suatu perpustakaan ialah dengan meneliti melalui
catalog.
Bagaimana memanfaatkan berbagai bahan bacaan yang ada di perpustakaan? Perlu
disesuaikan dengan system pelayanan yang diterapkan, yaitu sistem terbuka (open
acces) atau sistem tertutup (closed acces). Sistem terbuka (open
acces) artinya pengguna (pembaca) secara bebas mencari bahan
bacaan yang dikehendakinya yang ada di rak buku, kemudian meminjamnya
kepada petugas pelayanan untuk dibawa pulang (atau dibaca di tempat). Sedang
pada sistem tertutup (closed acces), pembaca tidak boleh mencari
sendiri melainkan harus memberitahukan pada petugas yang
bersangkutan tentang buku-buku apa yang diperlukan. Dengan
aturan tertentu, petugas lantas mencarikan bukunya dan dipinjamkan dalam jangka
waktu tertentu.
c. Menyusun Catatan
Ada ungkapan,
setajam-tajamnya ingatan, masih lebih tajam mata pena. Ini artinya, serangkaian
kegiatan memilih dan membaca bahan bacaan, perlu diikuti dengan mencatat
hal-hal yang relevan dan penting. Seberapa jauh bahan bacaan itu penting
dan relevan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut. Pertama,
apakah “informasi” ini patut saya catat untuk keperluan
ikhtisar saya? Kedua, adakah alasan yang kuat untuk mengambil bahan ini? Dan
ketiga, apa saja yang harus saya catat dalam kaitannya dengan penelitian saya?
Jika kita menjawab “penting dan perlu”, berikutnya ialah bagaimana cara mencatatnya.
Cara mencatat perlu dipertimbangkan dengan tujuan pemanfaatannya. Dalam hal ini
ada tiga bentuk catatan yaitu (1) Kartu ikhtisar, (2) Kartu kutipan, dan
(3) kartu ulasan.
Kartu Ihtisar. Mencatat ikhtisar harus teliti karena isinya harus
mewakili pendapat aslinya. Catatan ikhtisar harus lebih
pendek daripada tulisan aslinya, dan dibuat dalam bentuk
garis besarnya. Ini berarti pencatat harus lebih banyak
menggunakan pikiran daripada jika ia hanya mengutip beberapa kalimat
atau paragraf. Untuk efesiensi, setiap kartu catatan sebaiknya dibuat
menurut suatu sistem tertentu. Misalnya dengan menambahkan kode sumber
yang dibaca (nomor, singkatan nama penulis buku dll. yang dianggap
sangat perlu) di sudut kiri-atas; di tengah atas
ditulisi “IKHTISAR”; sudut kanan-atas ditulisi
singkatan pokok persoalan.
Kartu
Kutipan. Menulis kutipan dalam Kartu Kutipan harus sama persis
dengan aslinya. Jika dari bentuk aslinya dianggap
salah, bisa diberi tanda (SIC). Sampai seberapa panjang kita
mengutip, tergantung pada jenis bahan dan dari kebutuhan kita. Yang perlu
diingat ialah untuk satu kartu hendaknya dikutip
satu pokok pembahasan saja. Bila
antara kutipan-kutipan itu kita
memerlukan memberi tambahan, maka tambahan
itu harus berada dalam kurung kurawal [ ].
Kartu ulasan. Kartu ini
membuat catatan yang khusus datang dari peneliti
sendiri. Isi dari catatan merupakan reaksi terhadap
sesuatu sumber yang dibaca. Reaksi ini dapat bersifat
menambah atau menjelaskan catatan bacaan, dapat pula berupa kritik,
kesimpulan, saran, komentar dan lain-lain.
Ketiga kartu di atas,
dapat dilihat pada contoh sbb:
(Data buku)
IKHTISAR
(Pokok)
(Data buku)
KUTIPAN
(Pokok)
(Data buku)
ULASAN
(Pokok)
d. Menulis Daftar Pustaka
Secara umum, daftar pustaka memuat: (a) pengarang, (b) judul
buku/majalah/artikel dsb.(c) jilid [kalau ada], (d) edisi [kalau ada-kota
penerbitan, (e) tahun [letak pencatatan tahun bervariasi, yaitu di samping
pengarang, di bawah pengarang, atau sesudah nama penerbit]
Ada dua system yang berlaku
dalam menyusun daftar pustaka. Sistem pertama dengan menggunakan urutan
penulisan sebagai berikut:
1. Nama pengarang
2. koma
3. judul buku [garis bawah atau
cetak miring]
4. titik
5. tempat penerbitan
6. koma
7. nama penerbit
8. koma
9. tahun penerbitan
10. titik.
Contoh:
Thohir, Mudjahirin, Orang Islam Jawa Pesisir. Semarang, Fasindo,
2005.
Sistem kedua disusun s ebagai berikut: Nama
pengarang (nama orangtua didahulukan), pada baris dibawahnya disebutkan tahun
terbit, lalu diikuti dengan judul buku (umumnya ditulis miring), titik, Kota
penerbit, titik dua, dan nama penerbit, sebagaimana contoh berikut:
Thohir, Mudjahirin
2004 Talbiyah di Atas Ka’bah. Yogyakarta:
Logung.
2005 Kekerasan Sosial Masyarakat Jawa Pesisir.
Semarang:
Lengkong Cilik.
Cara menulis Daftar Pustaka untuk majalah ialah
sebagai berikut:
-nama penulis
-judul tulisan
-judul majalah,
-kota penerbit (bila dianggap perlu,
karena majalah tersebut kurang dikenal),
-jilid,
-nomer,
-bulan,
-tahun, nomer halaman karangan yang
dijadikan referensi
Contoh:
Firdaus, Akhol
2006
“Teks Kartini, Teks Lyan” Srinthil.
Depok, 9, hlm: 75-84.
Kerangka Teori
Pada dasarnya, suatu teori ialah serangkaian penjelasan yang logis dan
sistematisedalam bentuk proposisi atau pernyataan yang tersusun
secara sintaksis terhadap seperangkat fakta-fakta atau
hukum-hukum (Babbie, 1984: 47). Dalam bentuknya yang paling sederhana,
suatu teori merupakan hubungan-hubungan antara dua variabel atau lebih yang
telah diuji kebenarannya. Hubungan-hubungan variabel tadi bisa berupa
seperangkat gagasan (konsep), definisi-definisi dan proposisi-proposisi yang
berhubungan satu sama lain sehingga menghadirkan arah penjelasan pengertian
untuk memprediksi sesuatu fenomena yang akan dipelajari (lihat pula Kerlinger,
1973: 9) sebagaimana teori tentang Etika Protestan dalam
hubungannya dengan semangat kapitalisme”.
Dalam sejarahnya, teori tentang Etika Protestan dimaksud, lahir
atau bertolak dari temuan-temuan lapangan di kalangan masyarakat Jerman. Weber
menemukan fakta-fakta bahwa orang-orang yang mengikuti ajaran Calvinis (salah
satu dari ajaran Protestan) dianggap lebih berhasil hidupnya dibanding dengan
orang-orang yang mengikuti agama Katholik. Keberhasilan para pengikut ajaran
Calvinis tadi lantas dicari dasar-dasar argumentasinya. Dari data yang
dikumpulkan, Weber lantas berkesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara isi ajaran Calvinis dengan keberhasilan hidup. Kesimpulan demikian itu
lantas diformulasi ke dalam satuan-satuan kalimat logis dan sistematis yaitu
menjadi sebuah teori. Teori tentang Etika Protestan, sebagai berikut:
“Menurut ajaran Calvin (salah satu sekte Protestan), takdir dan nasib manusia
merupakan kunci utama dalam hal menentukan sikap hidupp dari para pengikutnya.
Takdir telah ditentukan. Keselamatan diberikan Tuhan kepada orang yang
terpilih. Jadi manusia sesungguhnya berada dalam ketidakpastian yang abadi.
Apakah ia terpilih? Tidak ada kepastian. Tetapi adalah kewajibannya untuk
beranggapan bahwa ia adalah yang terpilih dan (berusaha) untuk memerangi segala
keraguan dan godaan setan, sebab ketiadaan kepercayaan (berarti) kurangnya
rahmat. Dan tentu, kurangnya rahmat pertanda dari yang terpilih untuk
mendapatkan keselamatan. Untuk memupuk kepercayaan diri itu, maka manusia
haruslah bekerja keras sebab “hanya kerja keras saja satu-satunya yang bisa menghilangkan
keraguan religius & memberikan kapastian akan rahmat.
Kerja
tidaklah sekedar pemenuhan keperluan, tetapi suatu tugas yang suci (panggilan).
Pensucian kerja berarti mengingkari sikap hidup keagamaan yang melarikan diri
dari dunia.
Terjalinnya
etika Protestan dengan “semangat kapitalisme” dimungkinkan oleh proses
“rasionalisasi dunia”, penghapusan usaha magis — yaitu memanipulasi kekuatan
supra natural — sebagai alat untuk mendapat keselamatan.
Teori bisa lahir dari lapangan, tetapi juga lewat teori yang telah diformulasi
oleh para teoritikawan, kita bisa memanfaatkan untuk mendasari penelitian
lapangan. Ini artinya, terdapat tiga level teori, yaitu macro atau grand
theory, meso theory, dan micro atau teori lapangan.
Yang pertama, memiliki sifat umum (general) dan abstrak seperti umumnya
teori-teori dalam ilmu-ilmu social seperti teori strktural fungsioanl dan teori
konflik, yang kedua yaitu teori mezzo (sedang) relative lebih terfokus
pada suatu bidang seperti umumnya teori urbanisasi. Sementara field theory
merupakan formulasi temuan-temuan lapangan penelitian sebagaimana yang sering
dilakukan oleh peneliti kualitatif.
Peringkat Teori
Peringkat
|
Ciri
|
Contoh
|
Macro
|
Menggunakan
konsep-konsep yang abstrak
|
Teori-teori
tentang system-sistem budaya
|
Meso
|
Menghubungkan
mata rantai konsep-konsep abstrak (macro) dengan konsep-konsep yang
lebih operasional (micro). Teori meso beroperasi pada peringkat sedang
(intermediate).
|
Teori-teori
tentang organisasi, gerakan social, komunitas, dsb.
|
Micro
|
Menyatakan
hubungan-hubungan yang terkait dengan persoalan waktu, ruang, atau jumlah
penduduk. Konsep-konsep yang digunakan, tidak begitu abstrak.
|
Teori
tentang “face work” Erving Goffman, termasuk teori-teori yang diperoleh dari
lapangan.
|
Pengetahuan teoritis umumnya diperoleh dari ketekunan kita membaca banyak
bahan-bahan bacaan. Lewat studi kepustakaan secara intensif itulah,
memungkinkan kita memahami dan memanfaatkannya sebagai landasan untuk memahami
dan meramalkan gambaran simpulan yang akan ditemukan dalam penelitian.
Dengan pemahaman teoritis yang baik, akan memudahkan kita menyusun hipotesis.
Dan bersama hipotesis, teori akan membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban,
serta membantu meramalkan kemungkinan temuan atau kemungkinan jawaban terhadap
persoalan yang dipelajari.
Oleh karena itu, dalam suatu
penelitian atau penyusunan rancangan maupun laporan
penelitian, bisa saja menggunakan beberapa teori sepanjang
teori-teori yang digunakan saling melengkapi, bukan
sebaliknya, yaitu teori-teori yang dipakai malah saling bertabrakan.
Namun demikian, suatu penelitian perlu memakai teori atau tidak,
tergantung dari jenis atau tipe penelitianya. Penelitian yang
bersifat menjelajah (exploratory) tidak harus memakai teori
karena pengetahuan terhadap objek masih sangat asing dan
teori-teorinya belum tentu ada. Begitu pula dalam penelitian tipe
deskriptif. Teori menjadi sangat penting ketika tipe penelitian yang akan
dilakukan ialah jenis penelitian yang bersifat menerangkan (explanatory).
Suatu penggunaan teori dikategorikan baik atau tidak, sangat erat hubungannya
dengan masalah yang dikaji. Untuk itu, perlu lebih dahulu ditanyakan:
Apakah teori yang dipakai sebagai landasan berbijak mampu
menjelaskan fenomena-fenomena yang penting dalam bidang kajian yang
diteliti.
Hipotesis
Secara sederhana, hipotesis bisa diartikan sebagai kesimpulan sementara (tentative)
tentang hubungan dua variabel atau lebih. Hubungan dua variable atau lebih itu
bisa berupa rumusan yang menyatakan harapan adanya hubungan
tertentu antara dua fakta atau lebih.
Hipotesis bisa
disusun bertolak pada pengalaman, pengamatan, dan dugaan atau dari hasil penelitian-penelitian
yang dilakukan sebelumnya, maupun dari teori-teori yang sudah
terbentuk. Penyusunan hipotesis, diharapkan bisa memberikan arah tujuan yang
tegas bagi penelitian yaitu berupa arah pemilihan informasi atau fakta-fakta
yang relevan yang perlu dikumpulkan. Dengan kata lain, bisa menghindarkan
dari pengumpulan data yang tak ada hubungannya dengan masalah penelitian.
Dilihat dari sifat dan tujuannya, hipotesis dapat dibedakan ke dalam hipotesis
kerja, dan hipotesis penguji. Hipotesis kerja merupakan hipotesis yang paling
umum digunakan dalam penelitian kualitatif. Mengapa? Karena fungsi dari
hipotesis kerja ialah tidak untuk menguji atau diuji melainkan lebih sebagai
arah mengfokuskan pengumpulan data dalam kaitannya dengan focus kajian. Karena
berfungsi sebagai pemberi arah, maka hipotesis kerja bisa diubah-ubah sesuai
dengan perkembangan temuan di lapangan. Hal inilah yang membedakan dengan
hipotesis uji. Pada hipotesis uji, sifat dan rumusannya tetap, sehingga
keseluruhan data yang dikumpulkan difungsikan untuk membuktikan benar-tidaknya
hipotesis dimaksud. Hipotesis uji merupakan hipotesis yang secara umum
digunakan dalam penelitian kuantitatif seperti dalam penelitian survey.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian sangat penting untuk
dikemukakan karena, baik kerangka teori maupun metode yang digunakan
harus memiliki kesesuaian terhadap apa
tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Sedang manfaat penelitian
ialah kata lain dari kegunaan atas hasil penelitian dimaksud. Karena itu, dalam
formula tujuan penelitian biasanya dimulai dengan prefiks: “me-”, sedang dalam
manfaat penelitian dimulai dengan formula prefiks: “di-”.
Keduanya, yakni tujuan dan manfaat penelitian disajikan pada setiap penyusunan
proposal penelitian. Contoh dari penyusunan “Tujuan Penelitian” dengan topik
kajian/penelitian Kekerasan social, misalnya: memahami akar kekerasan yang umum
dilakukan oleh kelompok keagamaan. Karena tujuan penelitian disusun dalam
formula seperti itu, maka penyusunan formula untuk manfaat penelitian ialah:
“Dengan diketahuinya akar-akar kekerasan, maka akan diperoleh manfaat bagaimana
mengantisipasi munculnya kekerasan dimaksud”.
Jadi penyusunan tujuan dan manfaat penelitian harus dikaitkan dengan masalah
penelitian yang akan dicari jawabannya. Bukan tujuan penelitian untuk menyusun
skripsi, tesis, atau disertasi. Menyusun skripsi, tesis, atau disertasi adalah
yang melatarbelakangi mengapa kita harus melakukan penelitian dan bukan sebagai
tujuan penelitian itu sendiri.
Metodologi Penelitian
Setelah masalah dirumuskan, kerangka teoritik diajukan sebagai landasan
pemahaman, dan atas dua hal tadi (masalah dan kerangka teori) beriktunya
diajukan tujuan dan manfaat dari penelitian, maka berikutnya diikuti dengan
metodologi. Metodologi berbicara mengenai bagaimana menjabarkan keseluruhannya
itu (masalah penelitian, kerangka teoritik, tujuan dan manfaat penelitian) ke
dalam kegiatan pengumpulan data, analisis, dan penyusunan laporan.
Pengumpulan data meliputi informasi (data) apa saja yang akan dikumpulkan, dari
siapa saja informasi itu akan dipeoleh, dan dengan cara yang bagaimana
memperoleh informasi yang dibutuhkannya itu. Setelah data atau informasi bisa
dikumpulkan, lantas bagaimana membaca atau menafsirkannya. Inilah esensi dari
ruanglingkup metodologi penelitian. Sedang capaian (out put) yang ingin
diperoleh dari serangkaian kegiatan yang metodis tadi ialah ditemukannya
kebenaran. Atas dasar capaian kebenaran itu pula maka metodologi memiliki tiga
level pemaknaan. Level pertama, adalah level epistemologis. Metodologi pada
level epistemologis, berbicara mengenai bagaimana kita memahami menemukan
kebenaran menurut prinsip-prinsip filosofi keilmuan? Apakah menurut prinsip
kaum rasionalis, empiris, positivis, humanis atau kaum interpretativis. Kaum
rasionalis misalnya, mereka mempunyai pandangan bahwa manusia bisa memperoleh
pengetahuan karena kemampuan nalar yang dimilikinya. Lihatlah prinsip-prinsip
berfikir yang diajarkan oleh Plato sampai pada Leibnitz. Level kedua,
metode sama artinya dengan strategi memilih cara untuk mengetahui sesuatu.
Misalnya dengan melakukan pengamatan lapangan, melakukan studi kepustakaan atau
melakukan uji coba. Pada level ketiga, metode memiliki arti yang lebih sempit,
misalnya dalam hal berwawancara, maka pilihan pada melakukan wawancara tatap
muka atau memakai tilpon, memakai penerjemah atau belajar sendiri mengenai
bahasa lokal untuk kepentingan wawancara. Jenis pilihan itu yang disebut dengan
metode.
Dari serangkaian pembicaraan di atas, maka dapatlah diringkaskan bahwa
penelitian dilakukan karena kebutuhan untuk memperoleh informasi yang benar dan
terpercaya. Untuk itu, dilakukan berbagai tahapan yaitu: merumuskan masalahnya,
Masalah sebagai subjek kajian perlu dipelajari untuk tujuan apa dan apa pula
manfaat yang bisa diperolehnya. Untuk bisa memahami secara jelas bagaimana
masalah itu dilihat berdasarkan pemikiran keilmuan, dibutuhkan acuan teoritik.
Dari rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat yang akan diperoleh, serta
landasan teoritik yang digunakan, untuk selanjutnya dilakukan kegiatan
mengumpulkan informasi secara sistematik, dan menafsirkan hasilnya. Itulah
kegiatan metodologis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar