PENGANTAR
Perpustakaan Perguruan Tinggi Merupakan sebuah sarana penunjang yang didirikan untuk mendukung kegiatan Civitas Akademik, dimana Perguruan Tinggi itu berada. Dalam buku pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi disebutkan bahwa, Perpustakaan Perguruan Tinggi merupakan unsur penunjang Perguruan Tinggi dalam kegiatan pendidikan , penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam rangka menunjang kegiatan Tri Darma tersebut, maka perpustakaan diberi beberapa fungsi diantaranya ; fungsi edukasi, sumber informasi, penunjang riset, rekreasi, publikasi , deposit dan iterpretasi informasi (2004:3-4). Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah/PP No.5 tahun 1980 tentang pokok-pokok organisasi universitas atau institute, bahwa Perpustakaan Perguruan Tinggi termasuk kedalam Unit Pelayanan Teknis (UPT), yaitu sarana penunjang teknis yang merupakan perangkat kelengkapan universitas atau institute dibidang pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. (Pawit M. Yusuf, 1991:102-103). FUNGSI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGIBeberapa fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi, seperti yang telah disampaikan diatas sebagian dapat diuraikan sebagai berikut :Fungsi EdukasiDalam hal ini jelas, bahwa tugas pokok Perpustakaan Perguruan Tinggi ialah menunjang program Perguruan Tinggi yang salah satunya adalah bersifat edukasi. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa, cara belajar mahasiswa pada sebuah perguruan tinggi lebih bersifat serba aktif, hal ini terlihat dengan adanya kegiatan belajar terstruktur dan belajar mandiri sebagai tuntutan dari sistem SKS ( Sistem Kredit Semester ). Peranan dosen dalam hal ini bukan “mengajar” mahasiswa lagi , tetapi lebih tepat “ membelajarkan” mahasiswa. Seorang mahasiswa lebih dituntut untuk membaca sebanyak mungkin bahan bacaan yang ada di perpustakaan, terutama bahan bacaan yang berhubungan dengan mata kuliah yang sedang di tempuh. Terkadang tidak mengherankan bila ada Mahasiswa yang lebih banyak tahu dari Dosennya. Ini sering terjadi dan merupakan kenyataan dimana seorang dosen terkadang kewalahan menghadapi mahasiswa yang bertipe agresif karena banyak membaca.Fungsi InformasiPeranan perpustakaan, disamping sebagai sarana pendidikan juga berfungsi sebagai pusat informasi. Diharapkan perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan informasi sang pemakai (user). Terkadang memang tidak semua informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dapat dipenuhi, karena memang tidak ada perpustakaan yang dapat memenuhi semua kebutuhan informasi pemakai. Untuk itu dibutuhkan peran pustakawan yang bisa memberikan arahan kemana sebaiknya mencari informasi yang dibutuhkan. Misalnya dengan menggunakan layanan rujukan dan media Internet.Fungsi Riset ( penelitian )Salah satu fungsi dari Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah mendukung pelaksanaan riset yang dilakukan oleh civitas akademika melalui penyediaan informasi dan sumber-sumber informasi untuk keperluan penelitian pengguna. Informasi yang di peroleh melalui perpustakaan dapat mencegah terjadinya duplikasi penelitian. Kecuali penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian yang berkelanjutan. Oleh karena itu, melalui fungsi riset diharapkan karya-karya penelitian yang dilakukan oleh civitas akademik akan semakin berkembang.Fungsi RekreasiPerpustakaan disamping berfungsi sebagai sarana pendidikan, juga berfungsi sebagai tempat rekreasi. Tentunya rekreasi yang dimaksud disini bukan berarti jalan-jalan untuk liburan, tetapi lebih berhubungan dengan ilmu pengetahuan. seperti dengan cara menyajikan koleksi yang menghibur pembaca misalnya bacaan humor, cerita perjalanan hidup seseorang, novel, dan membuat kreasi keterampilan.Dari beberapa fungsi yang telah dijabarkan diatas, terlihat demikian luasnya fungsi perpustakaan bagi pemakainya, terutama bagi civitas akademik. Tetapi besarnya fungsi perpustakaan tersebut, terkadang belum dibarengi dengan perhatian lebih kepada perpustakaan. Masih ada sebagian Perpustakaan Perguruan Tinggi yang belum bisa melakukan tugas dan fungsinya secara optimal. Hal ini diakibatkan adanya kendala yang terkadang sulit dipecahkan, misalnya dalam memenuhi kebutuhan sumber daya manusia (SDM) dan sarana dalam pelaksanaan tugas. Adanya aturan – aturan panjang dalam rangka pengadaan SDM atau peralatan perpustakaan merupakan salah satu faktor utamanya. Selain itu , perbandingan antara pemakai yang dilayani dengan petugas yang ada belum sesuai. Padahal sebuah Perpustakaan Perguruan Tinggi, walaupun itu perpustakaan yang ada di sebuah fakultas, membutuhkan beberapa orang tenaga pengelola. Karena pada dasarnya, kegiatan di perpustakaan bukan hanya melayani peminjaman dan pengembalian buku saja, tetapi meliputi juga penanganan administrasi, pengadaan, pengolahan, sirkulasi dan referensi. Apalagi dizaman teknologi informasi sekarang ini. Informasi yang beredar begitu pesat perkembangannya, perpustakaan dituntut untuk bisa menyeimbangkan antara informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dengan informasi yang tersedia di perpustakaan. Disinilah dibutuhkan peran pustakawan yang terlatih dan profesional untuk bisa menghadapi kondisi tersebut. TENAGA PERPUSTAKAANTenaga perpustakaan terdiri dari Pustakawan dan Tenaga Teknis. Dalam Undang – Undang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 pasal 29 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa:Tenaga teknis perpustakaan. Yang dimaksud dengan tenaga teknis perpustakaan adalah tenaga non-pustakawan yang secara teknis mendukung pelaksanaan fungsi perpustakaan, misalnya, tenaga teknis komputer, tenaga teknis audio-visual, dan tenaga teknis ketatausahaan. Pustakawan Pustakawan sebagaimana dimaksud harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan. Artinya pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/ atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk Melaksanakan pengelolaan dan layanan perpustakaan. Sebagai sebuah lembaga, Perpustakaan Perguruan Tinggi dipandang sebagai suatu sistem, dengan ciri-ciri : ada tujuan, ada input, ada proses dan ada out put, serta pada akhirnya ada (evaluasi) tentang keberhasilan sistem tadi. Disinilah dibutuhkan peran seorang pemimpin perpustakaan yang memiliki pengetahuan luas mengenai tata kelola sebuah perpustakaan. Didalam kegiatan sehari-harinya seorang pemimpin perpustakaan perlu mengambil langkah-langkah nyata untuk mencapai tujuannya. Proses pengambilan keputusan ini tentu memerlukan data atau informasi yang sesuai dengan arah yang sejalan dengan kemungkinan pengembangan lembaga induk melalui data atau informasi yang tepat. Seorang kepala perpustakaan diharapkan dapat mengambil keputusan yang tepat, untuk meningkatkan kualitas pencapaian program-program Perpustakaan Perguruan Tinggi yang dia pimpin. Kemudian peningkatan kemampuan tenaga pengelola atau pustakawan yang dimiliki harus lebih diperhatikan, jangan sampai yang duduk di perpustakaan justru tidak mengerti akan pentingnya perpustakaan, misalnya dalam memberikan pelayanan kepada pengguna tidak ramah, tidak santun dan kualitas pendidikannya tidak diperhatikan, padahal perpustakaan peruguran tinggi melayani orang-orang intelektual seperti mahasiswa dan dosen. Pustakawan harus tulus hati dalam memberikan pelayanan kepada anggotanya, dan yang paling penting adalah pustakawan harus menyayangi buku-buku atau koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan, sehingga koleksi perpustakaan akan senantiasa terpelihara dengan baik. PENGGUNABerbicara mengenai pengguna Perpustakaan Perguruan Tinggi memang tidak sulit menjawabnya. Tentu saja sivitas akademika perguruan tinggi yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikutMahasiswa.Masyarakat mahasiswa di berbagai tingkat pada lingkungan Perguruan Tinggi dimana perpustakaan tersebut bernaung. Mereka itulah yang mempunyai hak utama untuk memanfaatkan segala fasilitas di perpustakaan. Tanpa dituntut persyaratan lebih lanjut asal seorang mahasiswa telah terdaftar di lingkungan perguruan tinggi bersangkutan. Minimal hanya datang dan membaca di tempat. Sedangkan untuk pemanfaatannya lebih jauh mereka dikenakan persyaratan administratif ringan yang sifatnya pengamanan dan ketertiban. Sebab perpustakaan itu mahal harganya.DosenKelompok masyarakat pengguna ini meskipun jumlahnya tidak sebanyak mahasiswa, namun secara fungsional mereka mempunyai potensi yang besar terhadap pemanfaatan perpustakaan. Sebagai staf akademik tentu banyak berhubungan langsung dengan bahan informasi yang tepat untuk mempersiapkan perkuliahan-mengajar. Kegiatan penelitian yang memang sudah menjadi salah satu pekerjaan dosen, sangat banyak membutuhkan informasi kepustakaan.Tenaga teknis nonedukatifKelompok masyarakat ini juga dikenal sebagai karyawan administrasi. Tugasnya ialah membantu dan menunjang kelancaran kerja organisai atau lembaga. Karena sifat pekerjaannya yang tidak terlalu banyak memerlukan kemampuan profesional yang memerlukan pemikiran optimal. Dalam arti bahwa kegiatanya lebih banyak bersifat rutin. Kelompok pengguna ini pada umumnya tidak perlu mempergunakan bahan informasi akademik seperti yang dibutuhkan oleh mahasiswa dan dosen maupun staf fungsional lainnya. Bagi mereka cukup disediakan bahan-bahan yang bersifat menghibur maupun bahan-bahan yang bersifat ringan. Tetapi memang ada juga sebagian dari mereka yang memiliki jiwa ilmuwan , artinya haus akan bacaan akademik untuk mengembangkan kemampuan daya nalarnya, tetapi jumlahnya tidak banyak.Masyarakat BebasPerpustakaan pada dasarnya terbuka untuk umum, artinya tidak membatasi kelompok penggunanya hanya dalam lingkungan sendiri saja. Demikian juga masyarakat bebas dari mana pun asalnya seperti misalnya dari perguruan tinggi lain. Paling tidak mereka berhak datang dan membaca bahan bacaan ditempat. Tidak diperkenankan meminjamnya.Perpustakaan LainApabila pada suatu perpustakaan seseorang tidak dapat menemukan bahan informasi yang dicarinya, maka perpustakaan tersebut berusaha mencari bahan tersebut ke perpustakaan lain yang lebih lengkap. Bukan orang – perorang yang meminjam secara langsung kepada perpustakaan terakhir itu, tetapi perpustakaan pertamalah yang meminjamnya. Inilah yang disebut dengan silang pinjam antar perpustakaan.Demikian sedikit banyak pembahasan mengenai siapa saja yang berhak menggunakan Perpustakaan Perguruan Tinggi, serta apa saja yang bisa didapatkan di perpustakaan tersebut. PENUTUPPada dasarnya Perpustakaan Perguruan Tinggi merupakan sebuah pusat pelayanan dan informasi. Untuk itu setiap pengunjung terutama civitas akademik, berhak mengetahui palayanan dan informasi apa saja yang dapat diperoleh di Perpustakaan Perguruan Tinggi Tersebut. sehingga nantinya para pengguna perpustakaan benar-benar dapat merasakan manfaat dari keberadaan sebuah Perpustakaan Perguruan Tinggi yang ada dilingkungan studi mereka.SARANKeberlangsung berbagai bentuk kegiatan di sebuah Perpustakaan Perguruan Tinggi sangat tergantung kepada berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga bermanfaat untuk banyak pihak. Adanya Koleksi, tenaga, tempat, sistem, dan peralatan bersatu dalam kesepakatan untuk menyajikan informasi sesuai dengan permintaan pengguna (user) perpustakaan. Sehingga hasil yang dicapai juga lebih optimal.Daftar Pustaka :
|
Blog yang berisikan Resume dan Dokumentasi : Teori, Metodologi, Teknik Penulisan, jenis proposal, Statistik Penelitian, Panduan Skripsi, Resensi Buku, Referensi, Tugas Mahasiswa, Karya Penelitian dan Motivasi penelitian.
03 Februari 2010
MENGENAL LEBIH DEKAT PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI ATAU UNIVERSITAS
Kategori Artikel:
Pernak-Pernik Riset
Seorang pendidik sejak tahun 1995, selain pemerhati blog dan saat ini menjadi dosen tetap STBA JIA Bekasi, khususnya Mata kuliah Umum, Statistika terapan, Metodologi riset sejak dan secara struktural sebagai ketua LPPM-STBA JIA Bekasi.
Tips Teknik Penulisan Karya Ilmiah dengan Metode Mengikat Makna
"Anda harus menulis dan menyingkirkan sekian banyak materi sampah sebelum Anda akhirnya merasakan suasana yang nyaman." Ray Bradbury Ketika sesi tanya-jawab di acara Seminar Nasional "Menjadi Kaya dengan Menulis" berlangsung, ada dua pertanyaan menarik yang ditujukan kepada saya. Gara-gara saya dipanelkan dengan pembicara lain yang membahas bagaimana menulis karya ilmiah, materi yang saya presentasikan menjadi seperti bertentangan dengan materi yang disampaikan oleh pembicara lain tersebut. Dikarenakan tampak bertentangan itulah, akhirnya, muncul dua pertanyaan menarik tersebut. Pertanyaan pertama terkait dengan judul tulisan saya ini. "Apakah kiat-kiat menulis yang saya tawarkan dapat digunakan untuk menulis karya ilmiah?" Saya memahami sekali pertanyaan ini karena kiat-kiat saya seperti tak memiliki kerangka disiplin yang jelas, sementara menulis karya ilmiah perlu kerangka formal yang benar-benar sangat jelas. Pertanyaan kedua masih nyambung dengan pertanyaan pertama, meski tak langsung, yaitu tentang terkesannya materi yang saya sampaikan bertentangan dengan materi pembicara kedua yang sepanel dengan saya. Saya menganjurkan menulis bebas, sementara pembicara kedua—karena menjelaskan bagaimana menulis karya ilmiah—sebaliknya, yaitu menganjurkan menulis karya ilmiah dengan beberapa aturan yang sudah disepakati oleh kalangan akademisi. Apa Sih Menulis Itu? Saya menegaskan bahwa materi yang saya sampaikan tidak bertentangan dengan materi yang disampaikan oleh pembicara kedua. Ketika ada dua orang sedang menjalankan kegiatan menulis—yang satu menulis karya ilmiah, sementara yang satunya menulis bukan karya ilmiah—kondisinya sama. Artinya, kedua orang itu sama-sama menggunakan alat-alat tulis yang tidak berbeda, seperti komputer (laptop), mesin ketik, atau alat-alat tulis lain. Kemudian, pada intinya, menulis itu—sekali lagi apa pun jenis tulisan yang ditulis seseorang—adalah kegiatan merangkai huruf menjadi kata, kalimat, paragraf yang terstruktur dan punya makna. Kiat-kiat yang saya susun dan tawarkan kepada publik berangkat dari sini. Bahkan ketika saya menawarkan konsep "brain-based writing", meskipun dua orang yang sedang menulis itu menjalankan kegiatan menulis dengan materi yang ditulisnya berbeda, saya tetap menganggap bahwa kedua orang itu tetap menggunakan komponen-komponen otak yang sama saat menulis. Benar bahwa tulisan yang dihasilkan itu punya kadar yang berbeda. Namun, sekali lagi, ketika keduanya sedang menjalani kegiatan menulis, ya kondisi dirinya sama, tidak berbeda. Nah, buku-buku saya yang membicarakan kiat-kiat menulis, sesungguhnya menampung semacam riset kecil-kecilan saya terkait dengan hal-hal mendasar ihwal menulis. Saya menemukan bahwa ada dua ruang untuk menulis. Dua ruang itu bernama "ruang privat" dan "ruang publik". "Ruang privat" sifatnya sangat pribadi dan hanya individu yang menulis itulah yang eksis, sementara "ruang publik" adalah ruang di mana individu itu harus mengikuti aturan pihak lain ketika menulis. "Ruang privat" ini sifatnya subjektif, dan "ruang publik" itu objektif. Dua ruang itu sangat logis. Ketika saya belum tahu dan belum membedakan secara sangat tegas kedua ruang untuk menulis itu, saya mencampur dua ruang tersebut. Efeknya luar biasa. Saya tidak nyaman dalam menulis. Kadang, bahkan, saya tersiksa ketika menulis. Yang membuat saya frustrasi adalah saya kemudian seperti terbebani ketika menulis karena dua ruang itu saya campur. "Berat sekali ya menulis itu?" Demikianlah. Hal ini dikarenakan saya tidak dapat bebas menulis dan senantiasa cemas apakah tulisan saya sudah objektif (memenuhi kaidah) atau belum. Ternyata, setelah saya mendengar riset Roger Sperry yang membuktikan manusia punya dua belahan otak—kiri dan kanan—dan masing-masing belahan itu berfungsi secara sangat berbeda, dua ruang yang saya ciptakan itu ternyata sesuai dengan masing-masing fungsi belahan otak. Otak kiri, yang suka mengoreksi, berpikir secara rasional, tertib, dan satu-satu. Otak kanan, sebaliknya, suka dengan kebebasan, berpikir menyeluruh, dan loncat-loncat. Alangkah klopnya jika, pada saat awal menulis, kita menggunakan otak kanan dan mempersepsi sedang menulis di "ruang privat" di mana subjektivitas kita sangat menonjol. Jadi, ketika kita mengawali menulis, kita bebaskan lebih dulu diri kita dari jeratan aturan menulis yang telah ada di benak kita. Dalam menjalani kegiatan menulis, kita benar-benar melibatkan keinginan, harapan, dan kemampuan kita. Kegiatan menulis ini tidak datang dari luar, tetapi dari dalam. Jadi, ketika kita menulis di "ruang privat", kita mengendalikan semua hal yang ingin kita tulis dan kita menggunakan cara-cara yang memang sesuai dengan kemampuan kita. Saya yakin, jika kita dapat mengawali menulis seperti ini, kita tentu bisa menikmati kegiatan menulis. Sekali lagi, di "ruang privat", kita bebas menulis apa saja. Setelah menghasilkan tulisan, tulisan yang sudah jadi itu pun tidak buru-buru kita koreksi. Karena, ingat, menulis di "ruang privat" adalah menulis dengan otak kanan yang bebas, yang menyeluruh. Kita menumpahkan segalanya lebih dulu. Kita mengalirkan apa pun yang bisa kita alirkan. Kita harus benar-benar merasa plong atau lega ketika selesai mengalirkan semua yang ingin kita tulis. Inilah kegiatan menulis di "ruang privat". Dan itu bisa dijalankan siapa saja dan bisa untuk menulis materi apa saja termasuk materi yang berkadar karya ilmiah. Memang, menulis di "ruang privat" baru separo jalan. Sifatnya pun masih subjektif meski, kelebihannya, bahan yang ditulis benar-benar milik diri pribadi yang menulis. Masih ada separo jalan lagi, yaitu menulis di "ruang publik" atau menulis secara objektif, menulis yang disesuaikan dengan aturan yang diciptakan oleh orang atau lembaga lain. Namun, saya yakin, menulis di "ruang publik" akan jauh lebih mudah dan ringan jika diawali dengan menulis di "ruang privat". "Mengikat Makna" untuk Menulis Karya Ilmiah Apa yang saya jelaskan di atas merupakan bagian kecil dari kiat-kiat yang saya himpun di dalam konsep menulis yang saya namakan dengan "mengikat makna". Hukum utama "mengikat makna" adalah tidak memisahkan kegiatan membaca dengan menulis. Anda akan menjadi mudah dan ringan dalam menulis—apa pun yang ingin Anda tulis, termasuk menulis karya ilmiah—apabila memadukan kegiatan membaca dan menulis. Menulis memerlukan membaca dan membaca memerlukan menulis. Saya kira ini pasti sesuai dengan aturan objektif di dalam menulis karya ilmiah. "Mengikat makna", jika diikuti dengan benar, akan membuat seseorang yang sedang menulis karya ilmiah akan mampu menulis karya ilmiahnya dengan bahasa yang mengalir, tidak kaku, dan enak dibaca. Sebagaimana pernah saya ulas di buku saya, Langkah Mudah Membuat Buku yang Menggugah (MLC, 2005), ketika saya mendefinisikan buku-buku yang mengalir, yang saya rujuk, meski tak 100% buku ilmiah, adalah buku-buku yang ditulis dengan "semangat" ilmiah. Artinya, buku itu ditulis dengan bertanggung jawab dan referensinya sangat jelas. Menurut pengamatan saya, buku-buku yang dikategorikan buku ilmiah, menjadi sangat kaku, kering, dan kadang membosankan karena si penulis karya ilmiah itu tidak memiliki keterampilan menulis (jarang berlatih menulis bebas) dan miskin dalam kosakata (jarang membaca buku yang beragam). Saya yakin, jika si penulis karya ilmiah itu rajin berlatih menulis bebas, lantas menguasai persoalan yang dikajinya, dan kaya akan kata-kata, pastilah karya ilmiahnya bisa mengalir, enak dibaca, dan tidak membosankan. Saya menciptakan konsep-konsep dan kiat-kiat membaca dan menulis dengan tujuan agar sebuah buku—termasuk buku yang masuk kategori karya ilmiah atau buku pelajaran—dapat disajikan dalam bahasa yang mengalir dan enak dibaca. Jadi, "mengikat makna" ingin membantu siapa saja yang berniat menulis karya ilmiah agar karyanya itu berbeda dengan karya-karya sebelumnya. Karya ilmiahnya menjadi karya yang menerobos, yang mengasyikkan jika dibaca, dan memberikan banyak sekali manfaat. Sayang kan jika kita sudah memiliki potensi untuk membuat karya ilmiah atau sudah menuntut ilmu hingga jenjang yang sangat tinggi, akhirnya, gara-gara terperangkap oleh aturan objektif menulis karya ilmiah yang sudah digariskan, kita (orang-orang yang sangat berpotensi) kemudian terkendala dalam membuat buku atau malah menjadi malas untuk menulis hal-hal yang sederhana. Nah, sebagai contoh kecil, cobalah ikuti saja saran saya dengan, pertama-tama, membuat dua ruang untuk menulis di dalam benak kita sebagaimana saya jelaskan di atas. Menulislah lebih dahulu secara sangat bebas di "ruang privat". Biasakan untuk "membuang" apa saja setiap hari, lewat menulis bebas, di "ruang privat". Hasil tulisan yang lahir di "ruang privat" ak usah buru-buru dikoreksi, yang penting buang saja—apa pun materi itu termasuk materi-materi yang berkategori ilmiah yang belum teruji benar. Kumpulkan semua bahan tulisan yang masih kasar itu dengan telaten hari demi hari, mingu demi minggu, bulan demi bulan. Menulislah dengan bebas secara mencicil. Menulis tidak bisa sekali jadi. Menulis untuk menghasilkan tulisan yang baik adalah dengan menulis mencicil. Nanti, kalau sudah cukup banyak, mulailah ditata dan masuklah ke "ruang publik". Baca kembali tulisan-tulisan yang masih berantakan itu dan kelompokkan. Gunakan otak kiri untuk menata dan mengoreksinya. Baca buku-buku referensi untuk membuat tulisan tersebut menjadi objektif. Bandingkan dengan tulisan atau buku-buku lain. Saya yakin, jika kegiatan menulis sebagaimana yang saya tawarkan dapat dijalankan secara perlahan dan sedikit demi sedikit, tentulah menulis itu dapat dinikmati dan tidak membebani. Itulah tujuan "mengikat makna" dan kiat-kiat menulis yang saya ciptakan. Saya percaya bahwa ada materi yang termasuk karya ilmiah yang tidak bisa dijabarkan lewat kata-kata yang mengalir dan enak dibaca. Apalagi jika materi itu berisi data dengan tabel dan grafik yang banyak. Namun, sekali lagi, saya yakin bahwa semua itu bisa disiasati oleh para penulis yang memiliki keterampilan menulis dan kaya akan kata-kata. Saat ini telah banyak buku-buku yang bisa dikategorikan ilmiah tapi disajikan dengan bahasa tulis yang enak dinikmati. Buku karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence, yang sarat dengan riset-riset ilmiah, ternyata bisa disajikan dengan gaya bercerita. Ada kemungkinan, buku Goleman ini tidak murni ilmiah, tapi masuk kategori ilmiah populer. Saya setuju saja jika buku Goleman dimasukkan dalam kategori tidak murni ilmiah, tapi semi ilmiah atau ilmiah populer. Tetapi, ayolah para sarjana dan cendekiawan Indonesia! Bergairahlah untuk menulis dan membuat buku-buku yang tidak usah ilmiah tetapi dapat dipertanggungjawabkan dan bermanfaat bagi masyarakat luas. |
Kategori Artikel:
Teknik penulisan
Seorang pendidik sejak tahun 1995, selain pemerhati blog dan saat ini menjadi dosen tetap STBA JIA Bekasi, khususnya Mata kuliah Umum, Statistika terapan, Metodologi riset sejak dan secara struktural sebagai ketua LPPM-STBA JIA Bekasi.
Deskripsi Esai, Panduan Menulis, Tips dan Trik, dan Langkah Membuat Esai
Apakah Esai itu? Sebuah esai adalah sebuah komposisi prosa singkat yang mengekspresikan opini penulis tentang subyek tertentu. Sebuah esai dasar dibagi menjadi tiga bagian: pendahuluan yang berisi latar belakang informasi yang mengidentifikasi subyek bahasan dan pengantar tentang subyek; tubuh esai yang menyajikan seluruh informasi tentang subyek; dan terakhir adalah konklusi yang memberikan kesimpulan dengan menyebutkan kembali ide pokok, ringkasan dari tubuh esai, atau menambahkan beberapa observasi tentang subyek. Apa yang membedakan esai dan bukan esai? Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan dengan merujuk pendapat-pendapat atau rumusan-rumusan yang telah ada, tetapi pendapat-pendapat atau rumusan-rumusan yang telah ada sering kali masih tidak lengkap dan kadang bertolak belakang sehingga masih mengandung kekurangan juga. Misal mengenai ukuran esai, ada yang menyatakan bebas, sedang, dan dapat dibaca sekali duduk; mengenai isi esai, ada yang menyatakan berupa analisis, penafsiran dan uraian (sastra, budaya, filsafat, ilmu); dan demikian juga mengenai gaya dan metode esai ada yang menyatakan bebas dan ada yang menyatakan teratur. Penjelasan mengenai esai dapat lebih "aman dan mudah dimengerti" jika ditempuh dengan cara meminjam pembagian model penalaran ala Edward de Bono. Menurut De Bono, penalaran dapat dibagi menjadi dua model. Pertama, model penalaran vertikal (memusatkan perhatian dan mengesampingkan sesuatu yang tidak relevan) dan kedua model penalaran lateral (membukakan perhatian dan menerima semua kemungkinan dan pengaruh). Dari pembagian model penalaran ini, esai cenderung lebih mengamalkan penalaran lateral karena esai cenderung tidak analitis dan acak, melainkan dapat melompat-lompat dan provokatif. Sebab, esai menurut makna asal katanya adalah sebuah upaya atau percobaan yang tidak harus menjawab suatu persoalan secara final, tetapi lebih ingin merangsang. Menurut Francis Bacon, esai lebih sebagai butir garam pembangkit selera ketimbang sebuah makanan yang mengenyangkan. Sejarah Esai Esai mulai dikenal pada tahun 1500-an dimana seorang filsuf Perancis, Montaigne, menulis sebuah buku yang mencantumkan beberapa anekdot dan observasinya. Buku pertamanya ini diterbitkan pada tahun 1580 yang berjudul Essais yang berarti attempts atau usaha. Montaigne menulis beberapa cerita dalam buku ini dan menyatakan bahwa bukunya diterbitkan berdasarkan pendapat pribadinya. Esai ini, berdasarkan pengakuan Montaigne, bertujuan mengekspresikan pandangannya tentang kehidupan. Lalu bagaimana pengertian esai menurut Montaigne? Montaigne menuliskan sikap dan pandangannya mengenai esai melalui deskripsi-deskripsinya yang tersirat, sahaja, rendah hati tetapi jernih dalam sebuah kata pengantar bukunya: "Pembaca, ini sebuah buku yang jujur. Anda diperingatkan semenjak awal bahwa dalam buku ini telah saya tetapkan suatu tujuan yang bersifat kekeluargaan dan pribadi. Tidak terpikir oleh saya bahwa buku ini harus bermanfaat untuk anda atau harus memuliakan diri saya. Maksud itu berada di luar kemampuan saya. Buku ini saya persembahkan kepada para kerabat dan handai taulan agar dapat mereka manfaatkan secara pribadi sehingga ketika saya tidak lagi berada di tengah-tengah mereka (suatu hal yang pasti segera mereka alami), dapatlah mereka temukan di dalamnya beberapa sifat dari kebiasaan dan rasa humor saya, dan mudah-mudahan, dengan cara itu, pengetahuan yang telah mereka peroleh tentang diri saya tetap awet dan selalu hidup" (dari "To The Reader"). Kemudian, pada tahun 1600-an, Sir Francis Bacon menjadi Esais Inggris pertama. Bukunya berjudul Essay. Bentuk, panjang, kejelasan, dan ritme kalimat dari esai ini menjadi standar bagi esais-esais sesudahnya. Ada beberapa esai yang formal, dan ada beberapa esai lain yang bersifat informal. Bentuk esai informal lebih mudah ditulis karena lebih bersifat personal, jenaka, dengan bentuk yang bergaya, struktur yang tidak terlalu formal, dan bertutur. Bentuk esai formal lebih sering dipergunakan oleh para pelajar, mahasiswa dan peneliti untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Formal esai dibedakan dari tujuannya yang lebih serius, berbobot, logis dan lebih panjang. Di Indonesia bentuk esai dipopulerkan oleh HB Jassin melalui tinjauan-tinjauannya mengenai karya-karya sastra Indonesia yang kemudian dibukukan (sebanyak empat jilid) dengan judul Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei (1985), tapi Jassin tidak bisa menerangjelaskan rumusan esai. Tipe Esai Esai Deskriptif Esai deskriptif biasanya bertujuan menciptakan kesan tentang seseorang, tempat, atau benda. Bentuk esai ini mencakup rincian nyata untuk membawa pembaca pada visualisasi dari sebuah subyek. Rincian pendukung disajikan dalam urutan tertentu (kiri ke kanan, atas ke bawah, dekat ke jauh, arah jarum jam, dll). Pola pergerakan ini mencerminkan urutan rincian yang dirasakan melalui penginderaan. Esai ekspositori Esai ini menjelaskan subyek ke pembaca. Biasanya dilengkapi dengan penjelasan tentang proses, membandingkan dua hal, identifikasi hubungan sebab-akibat, menjelaskan dengan contoh, membagi dan mengklasifikasikan, atau mendefinisikan. Urutan penjelasannya sangat bervariasi, tergantung dari tipe esai ekspositori yang dibuat. Esai proses akan menyajikan urutan yang bersifat kronologis (berdasarkan waktu); esai yang membandingkan akan menjelaskan dengan contoh-contoh; esai perbandingan atau klasifikasi akan menggunakan urutan kepentingan (terpenting sampai yang tak penting, atau sebaliknya); esai sebab-akibat mungkin mengidentifikasi suatu sebab dan meramalkan akibat, atau sebaliknya, mulai dengan akibat dan mencari sebabnya. Esai naratif Menggambarkan suatu ide dengan cara bertutur. Kejadian yang diceritakan biasanya disajikan sesuai urutan waktu. Esai persuasif bersuaha mengubah perilaku pembaca atau memotivasi pembaca untuk ikut serta dalam suatu aksi/tindakan. Esai ini dapat menyatakan suatu emosi atau tampak emosional. Rincian pendukung biasanya disajikan berdasarkan urutan kepentingannya. Esai dokumentatif Memberikan informasi berdasarkan suatu penelitian di bawah suatu institusi atau otoritas tertentu. Esai ini mengikuti panduan dari MLA, APA, atau panduan Turabian. Panduan Dasar Menulis Esai Untuk membuat sebuah esai yang berkualitas, diperlukan kemampuan dasar menulis dan latihan yang terus menerus. Berikut ini panduan dasar dalam menulis sebuah esai. Struktur Sebuah Esai Pada dasarnya, sebuah esai terbagi minimum dalam lima paragraf:
Langkah-langkah membuat Esai
Memilih Topik Bila topik telah ditentukan, anda mungkin tidak lagi memiliki kebebasan untuk memilih. Namun demikian, bukan berarti anda siap untuk menuju langkah berikutnya. Pikirkan terlebih dahulu tipe naskah yang akan anda tulis. Apakah berupa tinjauan umum, atau analisis topik secara khusus? Jika hanya merupakan tinjauan umum, anda dapat langsung menuju ke langkah berikutnya. Tapi bila anda ingin melakukan analisis khusus, topik anda harus benar-benar spesifik. Jika topik masih terlalu umum, anda dapat mempersempit topik anda. Sebagai contoh, bila topik tentang "Indonesia" adalah satu topik yang masih sangat umum. Jika tujuan anda menulis sebuah gambaran umum (overview), maka topik ini sudah tepat. Namun bila anda ingin membuat analisis singkat, anda dapat mempersempit topik ini menjadi "Kekayaan Budaya Indonesia" atau "Situasi Politik di Indonesia". Setelah anda yakin akan apa yang anda tulis, anda bisa melanjutkan ke langkah berikutnya. Bila topik belum ditentukan, maka tugas anda jauh lebih berat. Di sisi lain, sebenarnya anda memiliki kebebasan memilih topik yang anda sukai, sehingga biasanya membuat esai anda jauh lebih kuat dan berkarakter.
Sebelum anda meneruskan ke langkah berikutnya, lihatlah lagi bentuk naskah yang anda tulis. Sama halnya dengan kasus dimana topik anda telah ditentukan, anda juga perlu memikirkan bentuk naskah yang anda tulis. Membuat Outline Tujuan dari pembuatan outline adalah meletakkan ide-ide tentang topik anda dalam naskah dalam sebuah format yang terorganisir.
Menuliskan Tesis Suatu pernyataan tesis mencerminkan isi esai dan poin penting yang akan disampaikan oleh pengarangnya. Anda telah menentukan topik dari esai anda, sekarang anda harus melihat kembali outline yang telah anda buat, dan memutuskan poin penting apa yang akan anda buat. Pernyataan tesis anda terdiri dari dua bagian:
Menuliskan Tubuh Esai Bagian ini merupakan bagian paling menyenangkan dari penulisan sebuah esai. Anda dapat menjelaskan, menggambarkan dan memberikan argumentasi dengan lengkap untuk topik yang telah anda pilih. Masing-masing ide penting yang anda tuliskan pada outline akan menjadi satu paragraf dari tubuh tesis anda. Masing-masing paragraf memiliki struktur yang serupa:
Setelah menuliskan tubuh tesis, anda hanya tinggal menuliskan dua paragraf: pendahuluan dan kesimpulan. Menulis Paragraf Pertama
Menuliskan Kesimpulan Kesimpulan merupakan rangkuman dari poin-poin yang telah anda kemukakan dan memberikan perspektif akhir anda kepada pembaca. Tuliskan dalam tiga atau empat kalimat (namun jangan menulis ulang sama persis seperti dalam tubuh tesis di atas) yang menggambarkan pendapat dan perasaan anda tentang topik yang dibahas. Anda dapat menggunakan anekdot untuk menutup esai anda. Memberikah Sentuhan Akhir
|
Kategori Artikel:
Teknik penulisan
Seorang pendidik sejak tahun 1995, selain pemerhati blog dan saat ini menjadi dosen tetap STBA JIA Bekasi, khususnya Mata kuliah Umum, Statistika terapan, Metodologi riset sejak dan secara struktural sebagai ketua LPPM-STBA JIA Bekasi.
Full Tips dan Trik Membuat Skripsi yang Efektif (Lengkap)
Apa itu Skripsi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), skripsi diartikan sebagai karangan ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis. Buat sebagian mahasiswa, skripsi adalah sesuatu yang lumrah. Tetapi buat sebagian mahasiswa yang lain, skripsi bisa jadi momok yang terus menghantui dan menjadi mimpi buruk. Banyak juga yang berujar "lebih baik sakit gigi daripada bikin skripsi". skripsi adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi sebagai bagian untuk mendapatkan gelar sarjana (S1). Skripsi inilah yang juga menjadi salah satu pembeda antara jenjang pendidikan sarjana (S1) dan diploma (D3). Ada beberapa syarat yang musti dipenuhi sebelum seorang mahasiswa bisa menulis skripsi. Tiap universitas/fakultas memang mempunyai kebijakan tersendiri, tetapi umumnya persyaratan yang harus dipenuhi hampir sama. Misalnya, mahasiswa harus sudah memenuhi sejumlah SKS, tidak boleh ada nilai D atau E, IP Kumulatif semester tersebut minimal 2.00, dan seterusnya. Anda mungkin saat ini belum "berhak" untuk menulis skripsi, akan tetapi tidak ada salahnya untuk mempersiapkan segalanya sejak awal. Skripsi tersebut akan ditulis dan direvisi hingga mendapat persetujuan dosen pembimbing. Setelah itu, Anda harus mempertahankan skripsi Anda di hadapan penguji dalam ujian skripsi nantinya. Nilai Anda bisa bervariasi, dan terkadang, bisa saja Anda harus mengulang skripsi Anda (tidak lulus). Skripsi juga berbeda dari tesis (S2) dan disertasi (S3). Untuk disertasi, mahasiswa S3 memang diharuskan untuk menemukan dan menjelaskan teori baru. Sementara untuk tesis, mahasiswa bisa menemukan teori baru atau memverikasi teori yang sudah ada dan menjelaskan dengan teori yang sudah ada. Sementara untuk mahasiswa S1, skripsi adalah "belajar meneliti". Jadi, skripsi memang perlu disiapkan secara serius. Akan tetapi, juga nggak perlu disikapi sebagai mimpi buruk atau beban yang maha berat. Miskonsepsi tentang Skripsi Banyak mahasiswa yang merasa bahwa skripsi hanya "ditujukan" untuk mahasiswa-mahasiswa dengan kecerdasan di atas rata-rata. Menurut saya pribadi, penulisan skripsi adalah kombinasi antara kemauan, kerja keras, dan relationships yang baik. Kesuksesan dalam menulis skripsi tidak selalu sejalan dengan tingkat kepintaran atau tinggi/rendahnya IPK mahasiswa yang bersangkutan. Seringkali terjadi mahasiswa dengan kecerdasan rata-rata air lebih cepat menyelesaikan skripsinya daripada mahasiswa yang di atas rata-rata. Masalah yang juga sering terjadi adalah seringkali mahasiswa datang berbicara ngalor ngidul dan membawa topik skripsi yang terlalu muluk. Padahal, untuk tataran mahasiswa S1, skripsi sejatinya adalah belajar melakukan penelitian dan menyusun laporan menurut kaidah keilmiahan yang baku. Skripsi bukan untuk menemukan teori baru atau memberikan kontribusi ilmiah. Karenanya, untuk mahasiswa S1 sebenarnya replikasi adalah sudah cukup. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa penelitian, secara umum, terbagi dalam dua pendekatan yang berbeda: pendekatan saintifik dan pendekatan naturalis. Pendekatan saintifik (scientific approach) biasanya mempunyai struktur teori yang jelas, ada pengujian kuantitif (statistik), dan juga menolak grounded theory. Sebaliknya, pendekatan naturalis (naturalist approach) umumnya tidak menggunakan struktur karena bertujuan untuk menemukan teori, hipotesis dijelaskan hanya secara implisit, lebih banyak menggunakan metode eksploratori, dan sejalan dengan grounded theory. Mana yang lebih baik antara kedua pendekatan tersebut? Sama saja. Pendekatan satu dengan pendekatan lain bersifat saling melengkapi satu sama lain (komplementer). Jadi, tidak perlu minder jika Anda mengacu pada pendekatan yang satu, sementara teman Anda menggunakan pendekatan yang lain. Juga, tidak perlu kuatir jika menggunakan pendekatan tertentu akan menghasilkan nilai yang lebih baik/buruk daripada menggunakan pendekatan yang lain. Kiat Memilih Dosen Pembimbing Dosen pembimbing (academic advisor) adalah vital karena nasib Anda benar-benar berada di tangannya. Memang benar bahwa dosen pembimbing bertugas mendampingi Anda selama penulisan skripsi. Akan tetapi, pada prakteknya ada dosen pembimbing yang "benar-benar membimbing" skripsi Anda dengan intens. Ada pula yang membimbing Anda dengan "melepas" dan memberi Anda kebebasan. Mempelajari dan menyesuaikan diri dengan dosen pembimbing adalah salah satu elemen penting yang mendukung kesuksesan Anda dalam menyusun skripsi. Tiap universitas/fakultas mempunyai kebijakan tersendiri soal dosen pembimbing ini. Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing yang Anda inginkan. Tapi ada juga universitas/fakultas yang memilihkan dosen pembimbing buat Anda. Tentu saja lebih "enak" kalau Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing untuk skripsi Anda. Lalu, bagaimana memilih dosen pembimbing yang benar-benar tepat? Secara garis besar, dosen bisa dikategorikan sebagai: (1) Dosen senior, dan (2) Dosen junior. Dosen senior umumnya berusia di atas 40-an tahun, setidaknya bergelar doktor (atau professor), dengan jam terbang yang cukup tinggi. Sebaliknya, dosen junior biasanya berusia di bawah 40 tahun, umumnya masih bergelar master, dan masih gampang dijumpai di lingkungan kampus. Tentu saja, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebagai contoh, kalau Anda memilih dosen pembimbing senior, biasanya Anda akan mengalami kesulitan sebagai berikut:
Tapi, kerugiannya, Anda akan agak "sendirian" ketika menghadapi ujian skripsi. Kalau dosen penguji lain lebih senior daripada dosen pembimbing Anda, bisa dipastikan Anda akan "dihajar" cukup telak. Dan dosen pembimbing Anda tidak berada dalam posisi yang bisa membantu/membela Anda. Jadi, hati-hati juga dalam memilih dosen pembimbing. Tahap-tahap Persiapan dalam menyusun skripsi Kalau Anda beruntung, bisa saja dosen pembimbing sudah memiliki topik dan menawarkan judul skripsi ke Anda. Biasanya, dalam hal ini dosen pembimbing sedang terlibat dalam proyek penelitian dan Anda akan "ditarik" masuk ke dalamnya. Kalau sudah begini, penulisan skripsi jauh lebih mudah dan (dijamin) lancar karena segalanya akan dibantu dan disiapkan oleh dosen pembimbing. Sayangnya, kebanyakan mahasiswa tidak memiliki keberuntungan semacam itu. Mayoritas mahasiswa, seperti ditulis sebelumnya, harus bersikap proaktif sedari awal. Jadi, persiapan sedari awal adalah sesuatu yang mutlak diperlukan. Idealnya, skripsi disiapkan satu-dua semester sebelum waktu terjadwal. Satu semester tersebut bisa dilakukan untuk mencari referensi, mengumpulkan bahan, memilih topik dan alternatif topik, hingga menyusun proposal dan melakukan bimbingan informal. Dalam mencari referensi/bahan acuan, pilih jurnal/paper yang mengandung unsur kekinian dan diterbitkan oleh jurnal yang terakreditasi. Jurnal-jurnal top berbahasa asing juga bisa menjadi pilihan. Kalau Anda mereplikasi jurnal/paper yang berkelas, maka bisa dipastikan skripsi Anda pun akan cukup berkualitas. Unsur kekinian juga perlu diperhatikan. Pertama, topik-topik baru lebih disukai dan lebih menarik, bahkan bagi dosen pembimbing/penguji. Kalau Anda mereplikasi topik-topik lawas, penguji biasanya sudah "hafal di luar kepala" sehingga akan sangat mudah untuk menjatuhkan Anda pada ujian skripsi nantinya. Kedua, jurnal/paper yang terbit dalam waktu 10 tahun terakhir, biasanya mengacu pada referensi yang terbit 5-10 tahun sebelumnya. Percayalah bahwa mencari dan menelusur referensi yang terbit tahun sepuluh-dua puluh tahun terakhir jauh lebih mudah daripada melacak referensi yang bertahun 1970-1980. Salah satu tahap persiapan yang penting adalah penulisan proposal. Tentu saja proposal tidak selalu harus ditulis secara "baku". Bisa saja ditulis secara garis besar (pointer) saja untuk direvisi kemudian. Proposal ini akan menjadi guidance Anda selama penulisan skripsi agar tidak terlalu keluar jalur nantinya. Proposal juga bisa menjadi alat bantu yang akan digunakan ketika Anda mengajukan topik/judul kepada dosen pembimbing Anda. Proposal yang bagus bisa menjadi indikator yang baik bahwa Anda adalah mahasiswa yang serius dan benar-benar berkomitmen untuk menyelesaikan skripsi dengan baik. Hal-hal yang Perlu Dilakukan dalam menyusun skripsi Siapkan Diri. Hal pertama yang wajib dilakukan adalah persiapan dari diri Anda sendiri. Niatkan kepada Tuhan bahwa Anda ingin menulis skripsi. Persiapkan segalanya dengan baik. Lakukan dengan penuh kesungguhan dan harus ada kesediaan untuk menghadapi tantangan/hambatan seberat apapun. Minta Doa Restu. Saya percaya bahwa doa restu orang tua adalah tiada duanya. Kalau Anda tinggal bersama orang tua, mintalah pengertian kepada mereka dan anggota keluarga lainnya bahwa selama beberapa waktu ke depan Anda akan konsentrasi untuk menulis skripsi. Kalau Anda tinggal di kos, minta pengertian dengan teman-teman lain. Jangan lupa juga untuk membuat komitmen dengan pacar. Berantem dengan pacar (walau sepele) bisa menjatuhkan semangat untuk menyelesaikan skripsi. Buat Time Table. Ini penting agar penulisan skripsi tidak telalu time-consuming. Buat planning yang jelas mengenai kapan Anda mencari referensi, kapan Anda harus mendapatkan judul, kapan Anda melakukan bimbingan/konsultasi, juga target waktu kapan skripsi harus sudah benar-benar selesai. Berdayakan Internet. Internet memang membuat kita lebih produktif. Manfaatkan untuk mencari referensi secara cepat dan tepat untuk mendukung skripsi Anda. Bahan-bahan aktual bisa ditemukan lewat Google Scholar atau melalui provider-provider komersial seperti EBSCO atau ProQuest. Jadilah Proaktif. Dosen pembimbing memang "bertugas" membimbing Anda. Akan tetapi, Anda tidak selalu bisa menggantungkan segalanya pada dosen pembimbing. Selalu bersikaplah proaktif. Mulai dari mencari topik, mengumpulkan bahan, "mengejar" untuk bimbingan, dan seterusnya. Be Flexible. Skripsi mempunyai tingkat "ketidakpastian" tinggi. Bisa saja skripsi anda sudah setengah jalan tetapi dosen pembimbing meminta Anda untuk mengganti topik. Tidak jarang dosen Anda tiba-tiba membatalkan janji untuk bimbingan pada waktu yang sudah disepakati sebelumnya. Terkadang Anda merasa bahwa kesimpulan/penelitian Anda sudah benar, tetapi dosen Anda merasa sebaliknya. Jadi, tetaplah fleksibel dan tidak usah merasa sakit hati dengan hal-hal yang demikian itu. Jujur. Sebaiknya jangan menggunakan jasa "pihak ketiga" yang akan membantu membuatkan skripsi untuk Anda atau menolong dalam mengolah data. Skripsi adalah buah tangan Anda sendiri. Kalau dalam perjalanannya Anda benar-benar tidak tahu atau menghadapi kesulitan besar, sampaikan saja kepada dosen pembimbing Anda. Kalau disampaikan dengan tulus, pastilah dengan senang hati ia akan membantu Anda. Siapkan Duit. Skripsi jelas menghabiskan dana yang cukup lumayan (dengan asumsi tidak ada sponsorships). Mulai dari akses internet, biaya cetak mencetak, ongkos kirim kuesioner, ongkos untuk membeli suvenir bagi responden penelitian, biaya transportasi menuju tempat responden, dan sebagainya. Jangan sampai penulisan skripsi macet hanya karena kehabisan dana. Ironis kan? Format Skripsi yang Benar Biasanya, setiap fakultas/universitas sudah menerbitkan acuan/pedoman penulisan hasil penelitian yang baku. Mulai dari penyusunan konten, tebal halaman, jenis kertas dan sampul, hingga ukuran/jenis huruf dan spasi yang digunakan. Akan tetapi, secara umum format hasil penelitian dibagi ke dalam beberapa bagian sebagai berikut. Pendahuluan. Bagian pertama ini menjelaskan tentang isu penelitian, motivasi yang melandasi penelitian tersebut dilakukan, tujuan yang diharapkan dapat tercapai melalui penelitian ini, dan kontribusi yang akan diberikan dari penelitian ini. Pengkajian Teori & Pengembangan Hipotesis. Setelah latar belakang penelitian dipaparkan jelas di bab pertama, kemudian dilanjutkan dengan kaji teori dan pengembangan hipotesis. Pastikan bahwa bagian ini align juga dengan bagian sebelumnya. Mengingat banyak juga mahasiswa yang “gagal” menyusun alignment ini. Akibatnya, skripsinya terasa kurang make sense dan nggak nyambung. Metodologi Penelitian. Berisi penjelasan tentang data yang digunakan, pemodelan empiris yang dipakai, tipe dan rancangan sampel, bagaimana menyeleksi data dan karakter data yang digunakan, model penelitian yang diacu, dan sebagainya. Hasil Penelitian. Bagian ini memaparkan hasil pengujian hipotesis, biasanya meliputi hasil pengolahan secara statistik, pengujian validitas dan reliabilitas, dan diterima/tidaknya hipotesis yang diajukan. Penutup. Berisi ringkasan, simpulan, diskusi, keterbatasan, dan saran. Hasil penelitian harus disarikan dan didiskusikan mengapa hasil yang diperoleh begini dan begitu. Anda juga harus menyimpulkan keberhasilan tujuan riset yang dapat dicapai, manakah hipotesis yang didukung/ditolak, keterbatasan apa saja yang mengganggu, juga saran-saran untuk penelitian mendatang akibat dari keterbatasan yang dijumpai pada penelitian ini. Jangan lupa untuk melakukan proof-reading dan peer-review. Proof-reading dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan tulis (typo) maupun ketidaksesuaian tata letak penulisan skripsi. Peer-review dilakukan untuk mendapatkan second opinion dari pihak lain yang kompeten. Bisa melalui dosen yang Anda kenal baik (meski bukan dosen pembimbing Anda), kakak kelas/senior Anda, teman-teman Anda yang dirasa kompeten, atau keluarga/orang tua (apabila latar belakang pendidikannya serupa dengan Anda). Beberapa Kesalahan Pemula dalam membuat Skripsi Ketidakjelasan Isu. Isu adalah titik awal sebelum melakukan penelitian. Isu seharusnya singkat, jelas, padat, dan mudah dipahami. Isu harus menjelaskan tentang permasalahan, peluang, dan fenomena yang diuji. Faktanya, banyak mahasiswa yang menuliskan isu (atau latar belakang) berlembar-lembar, tetapi sama sekali sulit untuk dipahami. Tujuan Riset & Tujuan Periset. Tidak jarang mahasiswa menulis “sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan” sebagai tujuan risetnya. Hal ini adalah kesalahan fatal. Tujuan riset adalah menguji, mengobservasi, atau meneliti fenomena dan permasalahan yang terjadi, bukan untuk mendapatkan gelar S1. Bab I : Bagian Terpenting. Banyak mahasiswa yang mengira bahwa bagian terpenting dari sebuah skripsi adalah bagian pengujian hipotesis. Banyak yang menderita sindrom ketakutan jika nantinya hipotesis yang diajukan ternyata salah atau ditolak. Padahal, menurut saya, bagian terpenting skripsi adalah Bab I. Logikanya, kalau isu, motivasi, tujuan, dan kontribusi riset bisa dijelaskan secara runtut, biasanya bab-bab berikutnya akan mengikuti dengan sendirinya. (baca juga: Joint Hypotheses) Padding. Ini adalah fenomena yang sangat sering terjadi. Banyak mahasiswa yang menuliskan terlalu banyak sumber acuan dalam daftar pustaka, walaupun sebenarnya mahasiswa yang bersangkutan hanya menggunakan satu-dua sumber saja. Sebaliknya, banyak juga mahasiswa yang menggunakan beragam acuan dalam skripsinya, tetapi ketika ditelusur ternyata tidak ditemukan dalam daftar acuan. Joint Hypotheses. Menurut pendekatan saintifik, pengujian hipotesis adalah kombinasi antara fenomena yang diuji dan metode yang digunakan. Dalam melakukan penelitian ingatlah selalu bahwa fenomena yang diuji adalah sesuatu yang menarik dan memungkinkan untuk diuji. Begitu pula dengan metode yang digunakan, haruslah metode yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kalau keduanya terpenuhi, yakinlah bahwa skripsi Anda akan outstanding. Sebaliknya, kalau Anda gagal memenuhi salah satu (atau keduanya), bersiaplah untuk dibantai dan dicecar habis-habisan. Keterbatasan & Kemalasan. Mahasiswa sering tidak bisa membedakan antara keterbatasan riset dan “kemalasan riset”. Keterbatasan adalah sesuatu hal yang terpaksa tidak dapat terpenuhi (atau tidak dapat dilakukan) karena situasi dan kondisi yang ada. Bukan karena kemalasan periset, ketiadaan dana, atau sempitnya waktu. Kontribusi Riset. Ini penting (terutama) jika penelitian Anda ditujukan untuk menarik sponsor atau dibiayai dengan dana pihak sponsor. Kontribusi riset selayaknya dijelaskan dengan lugas dan gamblang, termasuk pihak mana saja yang akan mendapatkan manfaat dari penelitian ini, apa korelasinya dengan penelitian yang sedang dilakukan, dan seterusnya. Kegagalan dalam menjelaskan kontribusi riset akan berujung pada kegagalan mendapatkan dana sponsor. Menghadapi Ujian Skripsi Benar. Banyak mahasiswa yang benar-benar takut menghadapi ujian skripsi (oral examination). Terlebih lagi, banyak mahasiswa terpilih yang jenius tetapi ternyata gagal dalam menghadapi ujian pendadaran. Di dalam ruang ujian sendiri tidak jarang mahasiswa mengalami ketakutan, grogi, gemetar, berkeringat, yang pada akhirnya menggagalkan ujian yang harus dihadapi. Setelah menulis skripsi, Anda memang harus mempertahankannya di hadapan dewan penguji. Biasanya dewan penguji terdiri dari satu ketua penguji dan beberapa anggota penguji. Lulus tidaknya Anda dan berapa nilai yang akan Anda peroleh adalah akumulasi dari skor yang diberikan oleh masing-masing penguji. Tiap penguji secara bergantian (terkadang juga keroyokan) akan menanyai Anda tentang skripsi yang sudah Anda buat. Waktu yang diberikan biasanya berkisar antara 30 menit hingga 1 jam. Ujian skripsi kadang diikuti juga dengan ujian komprehensif yang akan menguji sejauh mana pemahaman Anda akan bidang yang selama ini Anda pelajari. Tentu saja tidak semua mata kuliah diujikan, melainkan hanya mata kuliah inti (core courses) saja dengan beberapa pertanyaan yang spesifik, baik konseptual maupun teknis. Grogi, cemas, kuatir itu wajar dan manusiawi. Akan tetapi, ujian skripsi sebaiknya tidak perlu disikapi sebagai sesuatu yang terlalu menakutkan. Ujian skripsi adalah "konfirmasi" atas apa yang sudah Anda lakukan. Kalau Anda melakukan sendiri penelitian Anda, tahu betul apa yang Anda lakukan, dan tidak grogi di ruang ujian, bisa dipastikan Anda akan perform well. Cara terbaik untuk menghadapi ujian skripsi adalah Anda harus tahu betul apa yang Anda lakukan dan apa yang Anda teliti. Siapkan untuk melakukan presentasi. Akan tetapi, tidak perlu Anda paparkan semuanya secara lengkap. Buatlah “lubang jebakan” agar penguji nantinya akan menanyakan pada titik tersebut. Tentu saja, Anda harus siapkan jawabannya dengan baik. Dengan begitu Anda akan tampak outstanding di hadapan dewan penguji. Juga, ada baiknya beberapa malam sebelum ujian, digiatkan untuk berdoa atau menjalankan sholat tahajud di malam hari. Klise memang. Tapi benar-benar sangat membantu. Jujur saja, saya (dulu) menyelesaikan skripsi dalam tempo 4 minggu tanpa ada kendala dan kesulitan yang berarti. Dosen pembimbing saya adalah seorang professor dengan jam terbang sangat tinggi. Selama berada dalam ruang ujian, kami lebih banyak berbicara santai sembari sesekali tertawa. Dan Alhamdulillah saya mendapat nilai A. Bukan. Bukan saya bermaksud sombong, tetapi hanya untuk memotivasi Anda. Kalau saya bisa, seharusnya Anda sekalian pun bisa. Pasca Ujian Skripsi Banyak yang mengira, setelah ujian skripsi segalanya selesai. Tinggal revisi, bawa ke tukang jilid/fotokopi, urus administrasi, daftar wisuda, lalu traktir makan teman-teman. Memang benar. Setelah Anda dinyatakan lulus ujian skripsi, Anda sudah berhak menyandang gelar sarjana yang selama ini Anda inginkan. Faktanya, lulus ujian skripsi saja sebenarnya belum terlalu cukup. Sebenarnya Anda bisa melakukan lebih jauh lagi dengan skripsi Anda. Caranya? Cara paling gampang adalah memodifikasi dan memperbaiki skripsi Anda untuk kemudian dikirimkan pada media/jurnal publikasi. Cara lain, kalau Anda memang ingin serius terjun di dunia ilmiah, lanjutkan dan kembangkan saja penelitian/skripsi Anda untuk jenjang S2 atau S3. Dengan demikian, kelak akan semakin banyak penelitian dan publikasi yang mudah-mudahan bisa memberi manfaat bagi bangsa ini. Bukan apa-apa, saya cuma ingin agar bangsa ini bisa lebih cerdas dan arif dalam menciptakan serta mengelola pengetahuan. Sekarang mungkin kita memang tertinggal dari bangsa lain. Akan tetapi, dengan melakukan penelitian, membuat publikasi, dan seterusnya, bangsa ini bisa cepat bangkit mengejar ketertinggalan. Jadi, menyusun skripsi itu sebenarnya mudah kan? Sumber : BaliVisual di http://gudangskripsi.wordpress.com |
Kategori Artikel:
Motivasi penelitian
Seorang pendidik sejak tahun 1995, selain pemerhati blog dan saat ini menjadi dosen tetap STBA JIA Bekasi, khususnya Mata kuliah Umum, Statistika terapan, Metodologi riset sejak dan secara struktural sebagai ketua LPPM-STBA JIA Bekasi.
Tips Sukses Ujian Skripsi, Ujian Lisan dan Sidang Karya Tulis
Tips Ujian Skripsi 1
"mampus deh gue, baru pertanyaan pertama aja, udah ngga bisa jawab" mungkin itu kalimat yang diucapan dalam hati, oleh mahasiswa yang lagi ujian lisan atau sidang, ketika kick off ujian sudah dimulai dan mulut terkunci ngga bisa jawab pertanyan pertama dari penguji. Keringat dingin pasti keluar, dan perasaan pasrah biasanya segera mengikuti. Agar kejadian ini tidak menimpa anda yang mau sidang, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh anda pada saat sebelum, ketika sidang berlangsung, dan pada saat pasca sidang, yaitu:
Benar. Banyak mahasiswa yang benar-benar takut menghadapi ujian skripsi (oral examination). Terlebih lagi, banyak mahasiswa terpilih yang jenius tetapi ternyata gagal dalam menghadapi ujian pendadaran. Di dalam ruang ujian sendiri tidak jarang mahasiswa mengalami ketakutan, grogi, gemetar, berkeringat, yang pada akhirnya menggagalkan ujian yang harus dihadapi. Setelah menulis skripsi, Anda memang harus mempertahankannya di hadapan dewan penguji. Biasanya dewan penguji terdiri dari satu ketua penguji dan beberapa anggota penguji. Lulus tidaknya Anda dan berapa nilai yang akan Anda peroleh adalah akumulasi dari skor yang diberikan oleh masing-masing penguji. Tiap penguji secara bergantian (terkadang juga keroyokan) akan menanyai Anda tentang skripsi yang sudah Anda buat. Waktu yang diberikan biasanya berkisar antara 30 menit hingga 1 jam. Ujian skripsi kadang diikuti juga dengan ujian komprehensif yang akan menguji sejauh mana pemahaman Anda akan bidang yang selama ini Anda pelajari. Tentu saja tidak semua mata kuliah diujikan, melainkan hanya mata kuliah inti (core courses) saja dengan beberapa pertanyaan yang spesifik, baik konseptual maupun teknis. Grogi, cemas, kuatir itu wajar dan manusiawi. Akan tetapi, ujian skripsi sebaiknya tidak perlu disikapi sebagai sesuatu yang terlalu menakutkan. Ujian skripsi adalah "konfirmasi" atas apa yang sudah Anda lakukan. Kalau Anda melakukan sendiri penelitian Anda, tahu betul apa yang Anda lakukan, dan tidak grogi di ruang ujian, bisa dipastikan Anda akan perform well. Cara terbaik untuk menghadapi ujian skripsi adalah Anda harus tahu betul apa yang Anda lakukan dan apa yang Anda teliti. Siapkan untuk melakukan presentasi. Akan tetapi, tidak perlu Anda paparkan semuanya secara lengkap. Buatlah "lubang jebakan" agar penguji nantinya akan menanyakan pada titik tersebut. Tentu saja, Anda harus siapkan jawabannya dengan baik. Dengan begitu Anda akan tampak outstanding di hadapan dewan penguji. Juga, ada baiknya beberapa malam sebelum ujian, digiatkan untuk berdoa atau menjalankan sholat tahajud di malam hari. Klise memang. Tapi benar-benar sangat membantu. Jujur saja, saya (dulu) menyelesaikan skripsi dalam tempo 4 minggu tanpa ada kendala dan kesulitan yang berarti. Dosen pembimbing saya adalah seorang professor dengan jam terbang sangat tinggi. Selama berada dalam ruang ujian, kami lebih banyak berbicara santai sembari sesekali tertawa. Dan Alhamdulillah saya mendapat nilai A. Bukan. Bukan saya bermaksud sombong, tetapi hanya untuk memotivasi Anda. Kalau saya bisa, seharusnya Anda sekalian pun bisa. Sumber : DR. Yudi Pramudiana di http://yudipram.wordpress.com |
Kategori Artikel:
Motivasi penelitian,
Ujian sidang
Seorang pendidik sejak tahun 1995, selain pemerhati blog dan saat ini menjadi dosen tetap STBA JIA Bekasi, khususnya Mata kuliah Umum, Statistika terapan, Metodologi riset sejak dan secara struktural sebagai ketua LPPM-STBA JIA Bekasi.
Teknik Identifikasi Masalah dalam Penelitian
Identifikasi masalah adalah salah satu proses penelitan yang boleh dikatakan paling penting diantara proses lain. Masalah penelitian akan menentukan kualitas dari penelitian, bahkan juga menentukan apakah sebuah kegiatan bisa disebut penelitian atau tidak. Masalah penelitian secara umum bisa kita temukan lewat studi literatur atau lewat pengamatan lapangan (observasi, survey, dsb). Skripsi untuk level S1 seharusnya didesain untuk memecahkan masalah yang lebih riil dan sifatnya applied. Mahasiswa cukup fokus ke masalah yang ada di sekitarnya. Kalau jurusan kita di computing, kita lakukan saja observasi di lingkungan kita. Misalnya universitas, dosen, dan mahasiswa itu punya masalah apa yang kira-kira bisa kita pecahkan dengan teknologi informasi dan aplikasinya. Intinya kita harus kejar terus masalah penelitian ini, dan jangan lupa bahwa masalah yang kita identifikasi tersebut benar-benar menjadi masalah yang harus dipecahkan, bukan masalah yang kita ada-adakan. Masih agak bingung? Ok saya coba jelaskan secara detail dan pelan-pelan bagaimana proses identifikasi masalah ini.
Masalah penelitian bisa didefinisikan sebagai pernyataan yang mempermasalahkan suatu variabel atau hubungan antara variabel pada suatu fenomena. Sedangkan variabel itu sendiri dapat didefinisikan sebagai pembeda antara sesuatu dengan yang lain. Ketika kita mengambil topik penelitian untuk membedakan raut muka mahasiswa yang lagi bokek dan mahasiswa yang lagi banyak uang, kita punya variabel "raut muka” dan variabel "keadaan keuangan”. Nah kita ingin tahu hubungan dua variabel ini, jadilah itu sebuah masalah penelitian ;) Lha terus sumber masalahnya dari mana datangnya? Sumber masalah penelitian bisa muncul dari tiga hal (Ranjit Kumar, 1996):
Supaya masalah penelitian yang kita pilih benar-benar tepat, biasanya masalah perlu dievaluasi. Evaluasi masalah penelitian biasanya berdasarkan beberapa parameter dibawah (Ronny Kountur, 2007) (Moh. Nazir, 2003):
Sumber : Romi Satria Wahono |
Kategori Artikel:
Hakikat penelitian,
Perumusan masalah
Seorang pendidik sejak tahun 1995, selain pemerhati blog dan saat ini menjadi dosen tetap STBA JIA Bekasi, khususnya Mata kuliah Umum, Statistika terapan, Metodologi riset sejak dan secara struktural sebagai ketua LPPM-STBA JIA Bekasi.
Publikasi Literatur Penelitian dan Jurnal Ilmiah di Internet
Satu hal menarik yang mungkin juga menjadi pertanyaan bagi sebagian rekan-rekan yang bergerak di dunia penelitian, baik mahasiswa yang lagi nyusun skripsi/thesis/disertasi, juga bagi dosen ataupun peneliti yang ada di lembaga penelitian. Studi literatur dalam proses penelitian adalah wajib hukumnya, karena dari sana penelitian mulai bergerak. Nah, literatur ilmiah yang akan menjadi referensi ini sebaiknya apa dan dimana dapatnya?
Perlu dicatat bahwa dalam penelitian ilmiah, referensi utama yang paling sahih adalah jurnal ilmiah (scientific journal), baru setelah itu bisa proceedings conference, scientific report, buku dan terbitan lain. Ketinggian derajat sebuah jurnal ilmiah biasanya ditentukan oleh suatu nilai yang disebut dengan impact factor. Impact factor ditentukan dari jumlah rujukan (citation) ke paper-paper di jurnal ilmiah tersebut. Di beberapa bidang ilmu, jurnal-jurnal yang sangat tinggi impact factornya biasanya diterbitkan oleh asosiasi ilmiah yang berumur tua dan disegani. Misalnya di bidang elektronika, komunikasi dan komputer, jurnal dan transaction terbitan IEEE dan ACM-lah yang memiliki impact factor tinggi. Selain itu ada juga jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh penerbit seperti Elsevier, Kluwer Academic, dsb. Paper yang ada di jurnal ilmiah terkadang dari paper submission langsung (pengiriman makalah) atau sering juga dari selected paper (makalah pilihan) dari sebuah International Conference. Jurnal ilmiah di Indonesia jujur saja agak chaos dan terlihat semrawut. Tidak banyak asosiasi ilmiah yang benar-benar mendukung â€Å“kegiatan ilmiah†dan menerbitkan jurnal yang besar dan disegani. Setiap universitas menerbitkan jurnal ilmiah sendiri, bahkan banyak jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh jurusan atau fakultas. Akhirnya jurnal ilmiah tumbuh seperti jamur, muncul ribuan dalam waktu cepat dan banyak yang tenggelam dalam waktu yang singkat juga. Alasannya kenapa? Mungkin karena kita jago kandang alias tidak pede, tidak ada biaya, atau karena tidak ada tema penelitian unggulan. Alasan yang paling tidak menarik adalah karena pingin paper cepat terbit untuk ngurus kum (kredit), sehinga bisa cepat jadi professor atau APU :) Sebagai catatan memang proses review di jurnal internasional memakan waktu. Dari submission sampai published bisa 1 tahun atau bahkan lebih. Proses revisi juga bisa berkali-kali tergantung galaknya reviewer :( Fakta menarik, laporan dari Thomson Scientific (Amerika) mengatakan bahwa jumlah paper ilmiah yang di publikasikan selama tahun 2004 oleh peneliti di Indonesia (yang berafiliasi ke lembaga penelitian atau universitas di Indonesia) berjumlah 522 paper ilmiah. Jumlah ini hanya sepertiga dari paper ilmiah yang hasilkan oleh Malaysia (1438 paper). Di level ASEAN, Indonesia menduduki peringkat keempat setelah Singapore (5781 paper), Thailand (2397 paper) dan Malaysia. Yang dekat dengan Indonesia adalah Vietnam (453 paper). Mudah-mudahan kita para peneliti dan dosen di Indonesia tetap dalam perdjoeangan untuk mengejar tetangga-tetangga kita yang larinya sudah semakin cepat :) Berikut ini daftar website untuk mencari literatur dan jurnal ilmiah untuk penelitian baik yang berbayar maupun gratis (bebas diakses). BERBAYAR
GRATIS
Sumber Tulisan : Romi Satrio Wahono | Literatur Penelitian dan Jurnal Ilmiah Gratis |
Kategori Artikel:
Referensi penelitian
Seorang pendidik sejak tahun 1995, selain pemerhati blog dan saat ini menjadi dosen tetap STBA JIA Bekasi, khususnya Mata kuliah Umum, Statistika terapan, Metodologi riset sejak dan secara struktural sebagai ketua LPPM-STBA JIA Bekasi.
KETIKA RISET KITA ABAIKAN
Kualitas Sumberdaya Manusia di Indonesia sudah masuk tingkat yang patut diperhitungkan dengan banyaknya lulusan sarjana intelektual dari berbagai bidang masing-masing. Tuntutan kualitas memang menjadi tolak ukur utama seiring banyaknya kuantitas sumberdaya manusia yang dihasilkan setiap tahunnya, bahkan bukan mustahil lebih dari 500.000 lulusan sarjana di tahun 2009 dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia.
Apa yang terjadi sebenarnya dengan output pendidikan dan teknologi Indonesia dari riset bila dibandingkan dengan Negara luar dengan melihat sumberdaya manusia kita jauh ketinggalan bahkan jangankan untuk meloncatkan kaki, mengejar pun tidak bisa dengan Negara berkembang lainnya. Suatu hal yang wajar kalau produk daur ulang seperti mainan anak-anak kita impor dari Cina sampai fasiltas sekunder dan tersier sehari-hari pun kita tetap impor saking tidak percaya pada negeri sendiri yang sudah trend masa kini.
Bayangkan dengan pejabat India lebih bangga pakai produk buatan sediri toh jauh meninggalkan Indonesia . Faktanya tiada lain adalah lemahnya riset kita terhadap sensitivitas sains, teknologi dan industry dalam memproduksi yang dinilai sangat rendah dan malahan lamban, sehingga tidak bisa bersaing pasar (Market Competity ) dan lebih dominan impor produk luar alias lebih happy konsumen daripada produksi negeri sendiri, jawab masyrakat awam tiada lain “mana buatan kita dengan Made in Indonesia ? apa ? nggak bisa kan temukan jawabannnya.
Wajah Dunia Riset Indonesia
Tahun 2009 lalu Departemen Pendidikan Nasional mengucurkan 20 persen APBN yang dialokasikan untuk dana riset yang tidak begitu besar melalui Dirjen Pendidikan Tinggi sebagian besar ditujukan untuk para dosen baik negeri maupun swasta di
Persoalannya adalah tiada lain sistem kita rusak dari akarnya yang tidak bisa diandalkan sehingga manajemen riset yang dihasilkan pun sangat jelek, mulai dari aturan-aturan yang kontra produktif dan kultur birokrasi yang tidak kondusif. Belum lagi, kondisi laboratorium penelitian, pengadaan bahan riset atau barang modal, pembelian alat-alat tulis kantor yang belum memadai baik akademisi, lembaga pemerintah maupun swasta. Wajar kalau sekitar 3000 peneliti
Koreksi lainnya, contoh ada aturan yang menyebutkan bahwa setiap peneliti maksimum hanya boleh honor tambahan 4 jam sehari dengan dana Rp. 27.500 per jam, jika peneliti itu bekerja 5 hari seminggu, berarti setahun tidak lebih dari Rp. 26.400.000. Parahnya lagi dalam penelitian itu pun, tidak boleh ada pembelian alat atau barang modal lainnya, tidak ada juga perjananan keluar negeri sekalipun untuk presentasi papernya Simposium Ilmiah Internasional, walaupun ada hanya akal-akalan belaka saja jauh dari serius.
Padahal kalau mau tahu banyak sekali dana hibah riset internasional dari Amerika, Rusia, Uni Eropa, Jepang dan Timur Tengah yang justru banyak dimanfaatkan oleh peneliti-peneliti Cina, India, Malaysia dan Singapura. Hibah riset tersebut yang sangat bergengsi dengan jumlah ribuan yang tidak termanfaatkan oleh peneliti kita. Riset kita hanya berkutik perkara kriteria seleksi termasuk didalamnya rekam jejak manajemen riset dan masalah prosedural yang amburadul.
Justru peneliti kita lebih sering disibukkan oleh masalah-masalah di luar riset, misalnya lebih dianggap kampium disegala hal atau lebih fokus dalam berbagai tim non-riset dan kegiatan kepanitiaan yang bersifat sosial. Wajar kalau seperti ini hasilnya lebih sering tidak terpakai oleh para penentu kebijakan. Kebijakan publik lebih didominasi oleh para pembisik yang ngawur, baik dari kalangan politisi sekuler-sosialis, pengusaha kapitalis maupun paranormal.
Inilah sebenarnya wajah dunia riset kita yang hanya sekedar memenuhi report skripsi, tesis, desertasi maupun paper ilmiah yang tersimpan di perpustakaan dan tidak diperhitungkan. Berbeda dengan Jepang, Cina dan
Riset Untuk Kesejahteraan Manusia
Bagaimana ketika karya mereka dihargai dengan emas seberat buku yang mereka tulis, sehingga mereka bersemanagat mencurahkan pikiran, waktu, tenaga dan hidup untuk berkarya di jamannya. Seperti al Khawarizmi, ahli dalam aritmatika dan aljabar yang sangat berkembang untuk keperluan sehari-hari maupu dunia kajian ilmiah. Kemudian lahirlah Abu Kamil, al Biruni, Ibnu Sina ( ahli kedokteran), al Karaji dan Leonardo de Pisa menggali pengetahuan dari al Khawarizmi tentang persamaan kuadratis dan kubis yang lalu ditulis dalam bukunya “Liber Abaci”.
Periode selanjutnya banyak melahirkan tokoh sains dunia seperti Issac Newton dari Inggris, Leibniz dari Jerman dan lainnya ketika meraka sangat menghargai produk riset baik sains, teknologi dan industry yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Tujuan tiada lain untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan industry sebagai Negara produksi bukan konsumen yang rela menguburkan bangsa sendiri. Hasil riset mampu menghasilkan produk sendiri atau buatan bangsa sendiri bukannya berbangga hati impor produk luar jika dilihat industri kita juga mampu mendaur ulang yang tidak lebih milik sumberdaya alam hasil eksplorasi maupun olahan daur ulang yang kita jual dengan harga yang murah kemudian kita beli dengan yang mahal. Inilah salah satu bukti kongkrit bila riset diabaikan dan tidak dihargai sebagai prioritas untuk dikembangkan dalam pembangunan. Bukan hal yang tabu kalau intelektual hanya jadi simbol pemuas nafsu kapitalis dan sapi perah setiap saat para pemilik modal, lucunya boro-boro cari produk berkualitas dengan pasar besar dunia. Bisa-bisa 2015
Akhirnya wajar kalau hasil riset luar dalam bentuk produk siap konsumsi membajiri pasar lokal baik merk Jepang,
Kategori Artikel:
Hakikat penelitian
Seorang pendidik sejak tahun 1995, selain pemerhati blog dan saat ini menjadi dosen tetap STBA JIA Bekasi, khususnya Mata kuliah Umum, Statistika terapan, Metodologi riset sejak dan secara struktural sebagai ketua LPPM-STBA JIA Bekasi.
01 Februari 2010
MENGAPA HARUS MENELITI ?
Terlepas dari segala kekurangan yang ada dari seorang dosen, penelitian dalam artian yang sebenarnya adalah suatu hal yang sangat penting, terutama dengan status kita sebagai dosen. Dengan kata lain, penelitian merupakan salah satu sendi atau ruh dalam suatu institusi bernama perguruan tinggi. Dapat kita bayangkan jika tubuh tanpa ruh, maka dengan sendirinya tubuh kita akan mati.
Penelitian, dari kata dasar teliti dan meneliti sebagai kata kerjanya, diartikan sebagai proses penelitian yang dilandasi oleh pemikiran ilmiah (didasari konsep ilmiah, teori, ataupun paradigma ilmiah) untuk menemukan kebenaran ilmiah (menemukan konsep maupun teori baru) (Prof. DR. Daniel Saputra). Atau mungkin lebih sederhananya, penelitian merupakan kerangka kerja yang digunakan untuk menemukan, mencari dan mengeksplorasi suatu fenomena secara ilmiah. Namun, yang pasti bahwa obejek penelitian apapun itu adalah menarik dan memang pantas untuk diteliti. Setiap orang bisa saja meneliti. Namun tidak semua orang mampu meneliti dengan baik dan benar (valid and reliable). Bahkan, bagi seseorang yang telah memiliki pengalaman penelitian yang banyak masih sering mengalami kesalahan. Bisa dibayangkan bagi kita yang masih kurang atau bahkan tidak memiliki pengalaman penelitian sama sekali. Tentunya kesalahan-kesalahan dalam membuat kerangka berpikir ilmiah untuk ditorehkan dalam penelitian merupakan hal yang wajar. Penelitian bukan sekedar menuliskan kalimat positif tentang apa yang menjadi masalah dan menarik untuk diteliti. Kemudian membuat kerangka teoritik yang banyak dan menjabarkannya dalam suatu metode tertentu. Namun lebih penting dari suatu penelitian adalah bagaimana kita mampu merangkai penelitian dalam suatu logika yang berkesinambungan, mulai dari perencanaan, pembahasan topik, penguasaan masalah hingga ketepatan dalam menentukan metode apa yang digunakan. Ini merupakan langkah awal untuk kemudian menjadikan penelitian kita nantinya mampu dipertanggungjawabkan dan bermanfaat. Problematika besar yang dihadapi peneliti-peneliti muda kita saat ini adalah kesulitan dalam mengkerangkai logika penelitian dengan benar. Seringkali permasalahan yang diteliti, dikaji dengan teori dan metodologi yang tidak tepat. Belum lagi mengenai penguasaannya terhadap masalah yang hendak diteliti. Sehingga, yang timbul kemudian adalah kecenderungan untuk membuat rencana penelitian seadanya. Kecenderungan ini ditambah lagi dengan dengan kurangnya ketertarikan pada bidang penelitian maka, praktis penelitian tidak menjadi prioritas. Padahal, bagi seorang akademisi, penelitian adalah fardhu áin (kewajiban yang harus dilakukan). Tanpa pernah melakukan penelitian, bukan hanya jenjang akademiknya yang tidak akan bergerak naik, namun dalam keadaan yang buruk, kompetensinya dalam dunia akademik bisa diragukan kompetensinya. Jika demikian, apakah seorang dosen layak dikatakan seorang dosen jika suatu fenomena yang menarik tidak membuatnya tertarik untuk mengkaji lebih lanjut. Penelitian Sebagai Momentum Refleksi Coba bayangkan anda sedang berdiri di depan cermin, maka anda akan melihat bayangan anda apa adanya. Penelitian sebetulnya merupakan sebuah momentum untuk mengetahui seberapa besarkah kompetensi kita dalam suatu displin ilmu tertentu dan seberapa besar penguasaaan kita pada ilmu tersebut. Dengan melakukan penelitian, maka kita akan tahu dimana letak kelebihan dan kekurangan kita. Seorang peneliti yang sedang meneliti berarti dirinya sedang merefleksikan dan mengekspresikan keingintahuannya terhadap sesuatu. Timbul kepuasaan ketika seorang peneliti dapat menyelesaikan penelitiannya dengan baik. Terlebih penelitiannya tersebut dapat langsung bermanfaat bagi orang banyak. Selain itu, ketika sedang meneliti, berarti seorang peneliti sedang merefleksikan hasratnya dan segenap pengetahuan yang dimilikinya agar masalah yang ditelitinya dapat dterpecahkan. Karena itu, seorang peneliti yang baik, cara berpikirnya selalu skeptis" artinya selalu menanyakan dan memikirkan bukti ilmiah yang ada, analitis" selalu berpikir runut dan sistematis serta terstruktur, dan kritis. Ketika ada fenomena dan menunjukkan terdapat permasalahan yang mesti dicari pemecahannya, maka seorang peneliti dituntut untuk mengembangkan logika berpikirnya secara holistik dan ilmiah. Ketentuan lain yang mesti dimiliki oleh seorang peneliti adalah fokusnya terhadap pemecahan masalah. Artinya, seorang peneliti betul-betul menguasai apa yang menjadi permasalahan dan apa yang perlu untuk dilakukan guna mencari pemecahannya (kompeten). Selain itu, sifat yang perlu dimiliki oleh seorang peneliti adalah kejujurannya dalam mengungkapkan fakta-fakta yang ada dan dalam mengkaji masalah yang sedang ditelitinya. Lebih jauh, seorang peneliti juga harus objektif dalam melaksanakan penelitian. Suatu kebenaran yang dicari dari sebuah penelitian akan didapat dari seberapa objektifkah kita dalam melakukan penelitian. Berpikir terbuka terhadap segala kemungkinan yang muncul dalam penelitian merupakan ketentuan lain yang mesti ada dalam diri peneliti. Dengan demikian, peneliti nantinya mampu menelaah dan memberikan penyelesaian jawaban terbaik. Seorang peneliti juga adalah seorang pembelajar. Artinya, dirinya tidak hanya puas dengan pengetahuan yang dimiliki sehingga tidak ada keinginan untuk menambah dan meningkatkan pengetahuan. Dinamika penelitian selalu berkembang. Karena itu, seorang peneliti harus selalu belajar dan belajar agar pengetahuan dan komptensinya tetap terjaga.*** |
Kategori Artikel:
Hakikat penelitian
Seorang pendidik sejak tahun 1995, selain pemerhati blog dan saat ini menjadi dosen tetap STBA JIA Bekasi, khususnya Mata kuliah Umum, Statistika terapan, Metodologi riset sejak dan secara struktural sebagai ketua LPPM-STBA JIA Bekasi.
Langganan:
Postingan (Atom)