Blog yang berisikan Resume dan Dokumentasi : Teori, Metodologi, Teknik Penulisan, jenis proposal, Statistik Penelitian, Panduan Skripsi, Resensi Buku, Referensi, Tugas Mahasiswa, Karya Penelitian dan Motivasi penelitian.
14 Juli 2017
INFOGRAPHIC : PROPOSAL PENELITIAN
Seorang pendidik sejak tahun 1995, selain pemerhati blog dan saat ini menjadi dosen tetap STBA JIA Bekasi, khususnya Mata kuliah Umum, Statistika terapan, Metodologi riset sejak dan secara struktural sebagai ketua LPPM-STBA JIA Bekasi.
03 Juli 2017
PERUMUSAN PERMASALAHAN
Setelah peneliti menentukan bidang
penelitian (problem area) yang diminatinya, kegiatan berikutnya adalah
menemukan permasalahan (problem finding atau problem generation).
Penemuan permasalahan merupakan salah satu tahap penting dalam penelitian.
Situasinya jelas: bila permasalahan tidak ditemukan, maka penelitian tidak
perlu dilakukan. Pentingnya penemuan permasalahan juga dinyatakkan oleh
ungkapan: “Berhasilnya perumusan permasalahan merupakan setengah dari pekerjaan
penelitian”.
Penemuan permasalahan juga merupakan tes bagi suatu bidang
ilmu; seperti diungkapkan oleh Mario Bunge (dalam : Buckley dkk., 1976, 14)
dengan pernyataan: “Kriteria terbaik untuk menjajagi apakah suatu disiplin ilmu
masih hidup atau tidak adalah dengan memastikan apakah bidang ilmu tersebut
masih mampu menghasilkan permasalahan . . . . Tidak satupun permasalahan akan
tercetus dari bidang ilmu yang sudah mati”. Permasalahan yang ditemukan,
selanjutnya perlu dirumuskan ke dalam suatu pernyataan (problem statement).
Dengan demikian, pembahasan isi bab ini akan dibagi menjadi dua bagian: (1)
penemuan permasalahan, dan (2) perumusan permasalahan.
Penemuan Permasalahan
Kegiatan untuk menemukan
permasalahan biasanya didukung oleh survai ke perpustakaan untuk menjajagi
perkembangan pengetahuan dalam bidang yang akan diteliti, terutama yang diduga
mengandung permasalahan. Perlu dimengerti, dalam hal ini, bahwa publikasi
berbentuk buku bukanlah informasi yang terbaru karena penerbitan buku merupakan
proses yang memakan waktu cukup lama, sehingga buku yang terbit—misalnya hari
ini—ditulis sekitar satu atau dua tahun yang lalu.
Perkembangan pengetahuan
terakhir biasanya dipublikasikan sebagai artikel dalam majalah ilmiah; sehingga
suatu (usulan) penelitian sebaiknya banyak mengandung bahasan tentang
artikel-artikel (terbaru) dari majalah-majalah (jurnal) ilmiah bidang yang
diteliti. Kegiatan penemuan permasalahan, seperti telah disinggung di atas,
didukung oleh survai ke perpustakaan untuk mengenali perkembangan bidang yang
diteliti. Pengenalan ini akan menjadi bahan utama deskripsi “latar belakang
permasalahan” dalam usulan penelitian. Permasalahan dapat diidentifikasikan
sebagai kesenjangan antara fakta dengan harapan, antara tren perkembangan
dengan keinginan pengembangan, antara kenyataan dengan ide.
Sutrisno Hadi
(1986, 3) mengidentifikasikan permasalahan sebagai perwujudan “ketiadaan,
kelangkaan, ketimpangan, ketertinggalan, kejanggalan, ketidakserasian,
kemerosotan dan semacamnya”. Seorang peneliti yang berpengalaman akan mudah
menemukan permasalahan dari bidang yang ditekuninya; dan seringkali peneliti
tersebut menemukan permasalahan secara “naluriah”; tidak dapat menjelaskan
bagaimana cara menemukannya.
Cara-cara menemukan permasalahan ini, telah
diamati oleh Buckley dkk. (1976) yang menjelaskan bahwa penemuan permasalahan
dapat dilakukan secara “formal’ maupun ‘informal’. Cara formal melibatkkan
prosedur yang menuruti metodologi tertentu, sedangkan cara informal bersifat
subjektif dan tidak “rutin”. Dengan demikian, cara formal lebih baik
kualitasnya dibanding cara informal. Rincia n cara-cara yang diusulkan Buckley
dkk. dalam kelompol formal dan informal terlihat pada gambar di bawah
ini.
Bukley dkk., (1976:16-27)
menjelaskan cara-cara penemuan permasalahan—baik formal maupun informal—sebagai
diuraikan di bagian berikut ini. Setelah permasalahan ditemukan, kemudian perlu
dilakukan pengecekan atau evaluasi terhadap permasalahan tersebut— sebelum
dilakukan perumusan permasalahan.
Cara-cara Formal Penemuan
Permasalahan
Cara-cara formal (menurut
metodologi penelitian) dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan
dengan alternatif-alternatif berikut ini:
1) Rekomendasi suatu riset. Biasanya, suatu laporan penelitian pada bab terakhir memuat kesimpulan
dan saran. Saran (rekomendasi) umumnya menunjukan kemungkinan penelitian
lanjutan atau penelitian lain yang berkaitan dengan kesimpulan yang dihasilkan.
Saran ini dapat dikaji sebagai arah untuk menemukan permasalahan.
2) Analogi adalah
suatu cara penemuan permasalahan dengan cara “mengambil” pengetahuan dari
bidang ilmu lain dan menerapkannya ke bidang yang diteliti. Dalam hal ini,
dipersyaratkan bahwa kedua bidang tersebut haruslah sesuai dalam tiap hal-hal
yang penting. Contoh permasalahan yang ditemukan dengan cara analogi ini,
misalnya: “apakah Proses perancangan perangkat lunak komputer dapat diterapkan
pada proses perancangan arsitektural” (seperti diketahui perencanaan perusahaan
dan perencanaan arsitektural mempunyai kesamaan dalam hal sifat pembuatan
keputusannya yang Judgmental).
3) Renovasi. Cara
renovasi dapat dipakai untuk mengganti komponen yang tidak cocok lagi dari
suatu teori. Tujuan cara ini adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan
kemantapan suatu teori. Misal suatu teori menyatakan “ada korelasiyang
signifikan antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam
perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya” dapat
direnovasi menjadi permasalahan “seberapa korelasi antara arah pengembangan
bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan
rumah asal penghuninya dengan tingkat pendidikan penghuni yang berbeda”. Dalam
contoh di atas, kondisi yang “umum” diganti dengan kondisi tingkat pendidikan
yang berbeda.
4) Dialektik, dalam
hal ini, berarti tandingan atau sanggahan. Dengan cara dialektik, peneliti
dapat mengusulkan untuk menghasilkan suatu teori yang merupakan tandingan atau
sanggahan terhadap teori yang sudah ada.
5) Ekstrapolasi adalah
cara untuk menemukan permasalahan dengan membuat tren (trend) suatu
teori atau tren permasalahan yang dihadapi.
6) Morfologi adalah
suatu cara untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan kombinasi yang terkandung
dalam suatu permasalahan yang rumit, kompleks.
7) Dekomposisi merupakan
cara penjabaran (pemerincian) suatu pemasalahan ke dalam komponen-komponennya.
8) Agregasi merupakan
kebalikan dari dekomposisi. Dengan cara agregasi, peneliti dapat mengambil
hasil-hasil peneliti atau teori dari beberapa bidang (beberapa penelitian) dan
“mengumpulkannya” untuk membentuk suatu permasalah yang lebih rumit, kompleks.
Cara-cara Informal Penemuan
Permasalahan
Cara-cara informal (subyektif)
dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan alternatif-alternatif
berikut ini:
1) Konjektur (naluriah).
Seringkali permasalahan dapat ditemukan secara konjektur (naluriah), tanpa
dasar-dasar yang jelas. Bila kemudian, dasar-dasar atau latar belakang
permasalahan dapat dijelaskan, maka penelitian dapat diteruskan secara alamiah.
Perlu dimengerti bahwa naluri merupakan fakta apresiasi individu terhadap
lingkungannya. Naluri, menurut Buckley, dkk., (1976, 19), merupakan alat yang
berguna dalam proses penemuan permasalahan.
2) Fenomenologi. Banyak
permasalahan baru dapat ditemukan berkaitan dengan fenomena (kejadian,
perkembangan) yang dapat diamati. Misal: fenomena pemakaian komputer sebagai
alat bantu analisis dapat dikaitkan untuk mencetuskan permasalahan –
misal: seperti apakah pola dasar pendaya – gunaan komputer dalam proses
perancangan arsitektural.
3) Konsensus juga
merupakan sumber untuk mencetuskan permasalahan. Misal, terdapat konsensus
bahwa kemiskinan bukan lagi masalah bagi Indonesia, tapi kualitas lingkungan
yang merupakan masalah yang perlu ditanggulangi (misal hal ini merupakan
konsensus nasional).
4) Pengalaman. Tak
perlu diragukan lagi, pengalaman merupakan sumber bagi permasalahan. Pengalaman
kegagalan akan mendorong dicetuskannya permasalahan untuk menemukan penyebab
kegagalan tersebut. Pengalaman keberhasilan juga akan mendorong studi perumusan
sebab-sebab keberhasilan. Umpan balik dari klien, misal, akan mendorong
penelitian untuk merumuskan komunikasi arsitek dengan klien yang lebih baik.
Pengecekan Hasil Penemuan
Permasalahan
Permasalahan yang telah ditemukan
selalu perlu dicek apakah permasalahan tersebut dapat (patut) untuk diteliti (researchable).
Pengecekan ini, biasanya, didasarkan pada tiga hal: (i) faedah, (ii) lingkup,
dan (iii) kedalaman.
Pengecekan faedah ditelitinya suatu permasalahan
dikaitkan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan atau penerapan pada praktek
(pembangunan). Ditanyakan: apakah penelitian atas permasalahan tersebut akan
berfaedah untuk ilmu pengetahuan, misal dapat merevisi, memperluas, memperdalam
pengetahuan yang ada, atau menciptakan pengetahuan baru. Dicek pula: apakah
penelitian tersebut mempunyai aplikasi teoritikal dan atau praktikkal. Suatu
penelitian agar dapat diterima oleh pemberi dana atau pemberi “nilai’ perlu
mempunyai faedah yang jelas (penjelasan faedah diharapkan bukan hanya bersifat
“klise”).
Peneliti yang belum berpengalaman
sering mencetuskan permasalahan yang berlingkup terlalu luas, yang
memerlukan masa penelitian yang sangat lama (di luar jangkauan). Misal:
penelitian untuk “menemukan cara terbaik pelaksanaan pembangunan rumah tinggal”
akan memerlukan waktu yang “tak terhingga” karena harus membandingkan semua
kemungkinan cara pelaksanaan pembangunan rumah tinggal. Lingkup penelitian,
biasanya, cukup sempit, tapi diteliti secara mendalam.
Faktor kedalaman penelitian
juga merupakan salah satu yang perlu dicek. Penelitian, bukan sekedar
mengumpulkan data, menyusunnya dan memprosesnya untuk mendapatkan hasil, tetapi
diperlukan pula adanya interpretasi (pembahasan) atas hasil. Penelititan perlu
dapat menjawab: apa “arti” semua fakta yang terkumpul.
Dengan pengertian ini,
suatu pengukuran kemiringan menara pemancar teve belum dianggap mempunyai
kedalaman yang cukup (hanya merupakan pengumpulan data dan pelaporan hasil
pengukuran). Tetapi, penelitian tentang “pengaruh kemiringan menara pemancar
teve terhadap kualitas siaran” merupakan penelitian karena memerlukan
interpretasi tehadap persepsi pirsawan atas kualitas siaran yang dipengaruhi
oleh kemiringan.
Indikasi permasalahan yang belum
merupakan permasalahan penelitian ditunjukkan oleh Leedy (1997: 46-48),
yaitu:
1) Bersifat hanya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk mengerti lebih
banyak tentang suatu topik;
2) Jawabnya ya atau tidak; pembandingan dua set data tanpa intepretasi;
3) Pengukuran koefisien korelasi antara dua set data.
Perumusan Permasalahan
Sering dijumpai usulan penelitian
yang memuat “latar belakang permasalahan” secara panjang lebar tetapi tidak
diakhiri (atau disusul) oleh rumusan (pernyataan) permasalahan. Pernyataan
permasalahan sebenarnya merupakan kesimpulan dari uraian “latar belakang”
tersebut. Castetter dan Heisler (1984, 11) menerangkan bahwa pernyataan
permasalahan merupakan ungkapan yang jelas tentang hal-hal yang akan dilakukan peneliti.
Cara terbaik unutk mengungkapkan pernyataan tersebut adalah dengan pernyataan
yang sederhana dan langsung, tidak berbelit-belit. Pernyataan permasalahan dari
suatu penelitian merupakan “jantung” penelitian dan berfungsi sebagai pengarah
bagi semua upaya dalam kegiatan penelitian tersebut. Pernyataan permasalahan
yang jelas (tajam) akan sanggup memberi arah (gambaran) tentang macam data yang
diperlukan, cara pengolahannya yang cocok, dan memberi batas lingkup tertentu
pada temuan yang dihasilkan.
Contoh ungkapan permasalahan yang
jelas, tajam, diberikan oleh Sumiarto (1985) yang meneliti dalam bidang
perumahan pedesaan. Permasalahan yang dikemukakannya, sebagai berikut:
“Kesimpulan yang dapat ditarik sebagai permasalahan P3D [Perintisan Pemugaran
Perumahan Desa] yang dapat memberikan arah pada studi yang akan dilakukan
adalah mempertanyakan keberhasilan dari tujuan P3D. Secara lebih spesifik dapat
dikemukakan beberapa (sub) permasalahan
sebagai berikut:
a)
Apakah setelah menerima bantuan P3D, kondisi mereka akan menjadi lebih baik,
dalam arti adanya peningkatan dalam cara bermukin yang lebih baik serta lebih
sehat?
b)
Apakah bantuan yang diberikan oleh P3D telah memberikan hasil sesuai seperti
yang diharapkan, yaitu penerima bantuan telah memberikan respon yang positif
yang berupa tenaga, material, bahkan finansial, sehingga lebih dari apa yang
diberikan oleh P3D.
c)
Lebih jauh lagi, apakah P3D telah mampu membangkitkan efek berlifat ganda
(multiplier effect), sehingga masyarakat yang tidak meneriman bantuan P3D
terangsang secara swadata menyelenggarakan sendiri peningkatan kondisi rumah
dan lingkungannya?”
(Sumiarto
1985, 17-18)
Bentuk Rumusan Permasalahan
Contoh pernyataan permasalahan di
atas mengambil bentuk satu pernyataan disusul oleh beberapa pertanyaan.
Castette dan Heisler (1984, 11) menjelaskan bahwa secara keseluruhan ada 5
macam bentuk pernyataan permasalahan, yaitu:
(1) Bentuk
satu pertanyaan (question);
(2) Bentuk
satu pertanyaan umum disusul oleh beberapa pertanyaan yang spesifik;
(3) Bentuk satu penyataan (statement)
disusul oleh beberapa pertanyaan (question).
(4) Bentuk
hipotesis; dan
(5) Bentuk
pernyataan umum disusul oleh beberapa hipotesis.
Bentuk Hipotesis nampaknya jarang
dipakai lagi pula, biasanya perletakan hipotesis dalam laporan atau usulan
penelitian tidak menempati posisi yang biasa ditempati oleh pernyataan
permasalahan. Hal yang lain, bentuk pertanyaan seringkali dapat diujudkan
(diubah) pula sebagai bentuk pernyataan. Dengan demikian, secara umum, hanya
ada dua bentuk pernyataan permasalahan:
(1)
Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan
Misal:
a. Pertanyaan:
“Seberapa pengaruh
tingkat penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan KPR?” “Faktor-faktor
apa saja dan seberapa besar pengaruh masing-masing factor pada persepsi penghuni
terhadap desain rumah sub–inti?”
b. Pernyataan (biasanya diungkapkan sebagai
“maksud”) “Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa pengaruh
tingkat penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan KPR.” “Maksud penelitian ini adalah
untuk mengetahui faktor-faktor apa saja dan seberapa besar pengaruh
masing-masing faktor pad persepsi terhadap desain rumah sub–inti.
(2)
Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan umum disusul oleh beberapa pertanyaan
atau pernyataan yang spesifik (Catatan: kebanyakan permasalahan terlalu besar
atau kompleks sehingga perlu dirinci)
Misal: Permasalahan umum: Apakah
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil desain seorang arsitek dan seberapa
pengaruh tiap-tiap faktor? Lebih spesifik lagi, permasalahan dalam penelitian
ini dapat dirinci sebagai berikut:
a.
Apakah
sekian faktor yang mempengaruhi hasil desain seorang arsitek secara umum di
Amerika Serikat terjadi pula di Indonesia?
b.
Seberapa
besar pengaruh faktor-faktor tersebut mempengaruhi hasil desain arstiek di
Indonesia?
Karakteristik Rincian Permasalahan
Karakteristik tiap rincian
permasalahan atau sub-problema (menurut Leedy, 1997:56-57) sebagai berikut:
1)
Setiap rincian permasalahan haruslah merupakan
satuan yang dapat diteliti (a researchable unit ).
2)
Setiap rincian terkait dengan interpretasi data.
3)
Semua rincian permasalahan perlu terintegrasi
menjadi satu kesatuan permasalahan yang lebih besar (sistemik).
4)
Rincian yang penting saja yang diteliti (tidak
perlu semua rincian permasalahan diteliti)
5)
Hindari
rincian permasalahan yang pengatasannya tidak realistik.
Contoh Rumusan Permasalahan
Di bawah ini diberikan beberapa
contoh rumusan masalah, sebagai berikut: “. . . . . . . permasalahan sebagai
berikut: Apakah kalsium hidroksida mempunyai pengaruh sitotoksik terhadap sel
fibroblast embrio Gallus domesticus secara in Vitro, dan
apakah besar konsentrasi kalsium hidroksida berpengaruh terhadap sifat
sitotoksisitasnya?” “. . . . . . . . . dengan
penelitian ini ingin diketahui faktor – faktor apa yang dapat mempengaruhi
perilaku ibu – ibu dalam menangani diare pada bayi dan anak balita.
Keterkaitan antara Rumusan
Permasalahan dengan Hipotesis dan Temuan Penelitian
Bila penelitian telah selesai
dilakukan, maka dalam laporan penelitian perlu ditunjukkan “benang merah”
(keterkaitan yang jelas) antara rumusan permasalahan dengan hipotesis (sebagai
“jawaban” sementara terhadap permasalahan penelitian). Rincian dalam
permasalahan perlu berkaitan lengasung dengan rincian dalam hipotesis, dalam
arti, suatu rincian dalam hipotesis menjawab suatu rincian dalam permasalahan.
Demikian pula, perlu diperlihatkan keterkaitan tiap rincian dalam temuan
(sebagai jawaban nyata terhadap permasalahan) dengan tiap rincian dalam rumusan
permasalahan.
Baik
permasalahan, hipotesis dan temuan—sebagai upaya pengembangan atau pengujian
teori—berkaitan secara substantif dengan tinjauan pustaka (sebagai kajian
terhadap isi khazanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian). Kaitan substantif diartikan sebagai hubungan “isi”, tidak perlu
dalam bentuk keterkaitan antar rincian.
Kategori Artikel:
Desain penelitian,
Masalah penelitian
Seorang pendidik sejak tahun 1995, selain pemerhati blog dan saat ini menjadi dosen tetap STBA JIA Bekasi, khususnya Mata kuliah Umum, Statistika terapan, Metodologi riset sejak dan secara struktural sebagai ketua LPPM-STBA JIA Bekasi.
02 Juli 2017
UNSUR-UNSUR PROPOSAL PENELITIAN
Proposal atau usulan penelitian diperlukan untuk mengawali
suatu kegiatan penelitian. Proposal tersebut perlu dikaji atau dievaluasi oleh
pembimbing penelitian atau evaluator dari pihak sponsor pemberi dana. Untuk
memperlancar evaluasi atau kajian, proposal perlu mengikuti format tertentu
dalam hal susunan isi, pengetikan, dan pengesahan (yang diminta oleh pembimbing
atau evaluator).
Untuk
membahas format susunan isi proposal penelitian, pertama dibahas unsur unsur proposal beserta keterkaitan antar unsur tersebut. Bahasan selanjutnya
menyangkut tiap unsur, tetapi dibahas secara singkat dan dalam keterkaitannya
dengan unsur –unsur lainnya. Bahasan yang lebih panjang lebar dan terfokus
hanya pada unsur-unsur—yang dianggap terpenting—diberikan pada bab-bab
tersendiri.
A.Isi Proposal dan Keterkaitannya
Secara
umum, isi proposal penelitian meliputi.unsur-unsur sebagai berikut (menurut pedoman
penulisan tesis yang dikeluarkan oleh Program Pascasacrajan UGM, 1997):
- Judul
- Latar belakang & perumusan permasalahan (& keaslian penelitian, dan faedah yang dapat diharapkan)
- Tujuan dan Lingkup penelitian
- Tinjauan Pustaka
- Landasan Teori
- Hipotesis
- Cara penelitian
- Jadwal penelitian
- Daftar Pustaka
- Lampiran
Unsur-unsur
proposal, yaitu: (a) rumusan permasalahan, (b) tinjauan pustaka, dan (c) cara
penelitian. Rumusan masalah berfungsi mengarahkan fokus penelitian, sedangkan
tinjauan pustaka merupakan dialog dengan khazanah ilmu pengetahuan, dan cara
(metode) penelitian menjadi cetak biru (rancangan) untuk pelaksanaan
penelitian. Karena ketiga unsur ini menjadi sentral dari isi proposal
penelitian, maka bahasan dimulai dari ketiga unsur tersebut. Bahasan di bawah
ini bersifat singkat, sedangkan bahasan yang lebih panjang lebar diberikan
dalam bab-bab tersendiri.
B.Judul, Latar belakang, dan Rumusan
Permasalahan
Bagian
pertama atau awal sebuah proposal dimulai dengan (1) judul, disusul dengan
(2)
latar belakang, (3) rumusan masalah, (4) keaslian penelitian, dan (5) faedah
atau manfaat penelitian.
1. Judul
proposal penelitian
Judul
merupakan gerbang pertama seseorang membaca sebuah proposal penelitian. karena merupakan
gerbang pertama, maka judul proposal penelitian perlu dapat menarik minat orang
lain untuk membaca. Judul
perlu singkat tapi bermakna dan tentu saja harus jelas terkait dengan isinya.
Judul karya ilmiah berbeda dengan judul novel atau semacamnya dalam hal
kejelasan kaitannya dengan isi. Judul novel cenderung menarik minat pembaca
dengan mencerminkan suatu “misteri” tentang isinya sehingga pembaca tergelitik
ingin tahu isinya.
Contoh judul novel: “Di Balik Kegelapan Malam”. Judul penelitian ilmiah biasanya tidak perlu dimulai dengan kata “Studi…”, “Penelitian…”, “Kajian..” dan sebagainya karena hal itu terlalu berlebihan. Demikian pula contohnya dalam dunia novel, tidak ada judul yang berbunyi “Novel tentang di balik kegelapan malam”. Judul sering berubah-ubah, makin singkat, dan makin tajam (sejalan dengan makin tajamnya rumusan permasalahan). Bila memang tidak dapat dipersingkat, meskipun tetap panjang, maka judul dapat dibuat bertingkat, yaitu judul utama, dan anak judul.
Penghalusan atau perubahan judul juga perlu mempertimbangkan bahwa judul tersebut akan diakses (dicari) dengan komputer, sehingga pakailah kata atau istilah yang umum dalam bidang ilmunya.
Contoh judul novel: “Di Balik Kegelapan Malam”. Judul penelitian ilmiah biasanya tidak perlu dimulai dengan kata “Studi…”, “Penelitian…”, “Kajian..” dan sebagainya karena hal itu terlalu berlebihan. Demikian pula contohnya dalam dunia novel, tidak ada judul yang berbunyi “Novel tentang di balik kegelapan malam”. Judul sering berubah-ubah, makin singkat, dan makin tajam (sejalan dengan makin tajamnya rumusan permasalahan). Bila memang tidak dapat dipersingkat, meskipun tetap panjang, maka judul dapat dibuat bertingkat, yaitu judul utama, dan anak judul.
Penghalusan atau perubahan judul juga perlu mempertimbangkan bahwa judul tersebut akan diakses (dicari) dengan komputer, sehingga pakailah kata atau istilah yang umum dalam bidang ilmunya.
2. Latar
belakang
Dua
pertanyaan perlu dijawab dalam rangka mengisi bagian latar belakang ini, yaitu:
Mengapa kita memilih permasalahan ini? Apakah ada opini independen yang
menunjang diperlukannya penelitian ini?
Untuk
menjawab pertanyaan “mengapa kita memilih permasalahan ini?”, maka langkah
pertama, kita perlu memilih bidang keilmuan yang kita ingin lakukan
penelitiannya. Pemilihan
bidang tersebut diteruskan ke sub-bidang dan seterusnya hingga sampai pada
topik tertentu yang kita minati. Langkah kedua, kita perlu melakukan kajian
terhadap pustaka berkaitan .kemajuan terakhir ilmu pengetahuan dalam topik
tersebut—untuk mencari peluang pengembangan atau pemantapan teori. Minar maupun
peluang tersebut seringkali didorong oleh isu nyata dan aktual—yang muncul di
jurnal ilmiah terbaru atau artikel koran bermutu atau pidato penting dan
aktual, atau direkomendasikan oleh penelitian sebelumnya.. Ini semua merupakan
opini independen yang menunjang diperlukannya penelitian yang diusulkan
tersebut.
3. Rumusan permasalahan
Rumusan permasalahan perlu
dituliskan secara singkat, jelas, mudah dipahami dan mudah dipertahankan.
Rumusan yang tersamar terkandung dalam alinea tidak diharapkan karena memaksa
pembaca untuk mencari sendiri dan menginterpretasikan sendiri bagianbagian dari
alinea atau kalimat-kalaimat yang bersifat rumusan permasalahan. Tuliskanlah
rumusan permasalahan sebagai kalimat terakhir dari bagian ini agar mudah dibaca
(dan mudah dicari)—bahasan lebih panjang lebar tentang cara-cara merumuskan
permasalahan termuat di bab tersendiri.
4. Keaslian penelitian
Dalam bagian ini, pada dasarnya,
perlu kita tunjukkan (dengan dasar kajian pustaka) bahwa permasalahan yang akan
kita teliti belum pernah diteliti sebelumnya. Tapi bila sudah pernah diteliti,
maka perlu kita tunjukkan bahwa teori yang ada belum mantap dan perlu diuji
kembali. Kondisi sebaliknya juga berlaku, yaitu bila permasalahan tersebut
sudah pernah diteliti dan teori yang ada telah dianggap mantap, maka kita perlu
mengganti permasalahan (dalam arti: mencari judul lain).
5. Faedah yang diharapkan
Dalam bagian ini perlu ditunjukkan
manfaat atau faedah yang diharapkan dari penelitian ini untuk pengembangan ilmu
pengetahuan dan atau pembangunan negara. Manfaat bagi ilmu pengetahuan dapat
berupa penemuan/pengembangan teori baru atau pemantapan teori yang telah ada.
Bagi pembangunan negara, apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan langsung
ke praktek nyata? atau bila tidak langsung, jalur atau batu-batu loncatannya
apa saja?
6. Tujuan dan Lingkup Penelitian
Tujuan penelitian berkaitan dengan
kedudukan permasalahan penelitian dalam khazanah ilmu pengetahuan (yang
tercermin dalam tinjauan pustaka). Kedudukan permasalahan—dilihat dari
pandangan tertentu—mempunyai lima macam kemungkinan, yaitu; ekplorasi (masih
“meraba-raba”), deskripsi (menjelaskan lebih lanjut), eksplanasi
(mengkonfirmasikan teori), prediksi (menjelaskan hubungan sebab-akibat), dan
aksi (aplikasi ke tindakan).
Pandangan yang lain (Castetter dan Heisler, 1984: 9) membedakan tujuan penelitian (purpose of study) menjadi sembilan, yaitu: 1) mengkaji (examine), mendeskripsikan (describe), atau menjelaskan (explain) suatu fenomena unik; 2) meluaskan generalisasi suatu temuan tertentu; 3) menguji validitas suatu teori; 4) menutup kesenjangan antar teori (penjelasan, explanasions) yang ada; 5) memberikan penjelasan terhadap bukti-bukti yang bertentangan; 6) memperbaiki metodologi yang keliru; 7) memperbaiki interpretasi yang keliru; mengatasi kesulitan dalam praktek; 9) memperbarui informasi, mengembangkan bukti longitudinal (dari masa ke masa).
Seringkali untuk mencapai tujuan memerlukan waktu yang “terlalu” lama atau memerlukan tenaga yang “terlalu” besar. Agar penelitian dapat dikelola dengan baik, maka perlu dilakukan pembatasan terhadap pencapaian tujuan. Pembatasan tersebut dilakukan dengan membatasi lingkup penelitian. Pernyataan batasan lingkup ini juga berfungsi untuk lebih mempertajam rumusan permasalahan.
Pandangan yang lain (Castetter dan Heisler, 1984: 9) membedakan tujuan penelitian (purpose of study) menjadi sembilan, yaitu: 1) mengkaji (examine), mendeskripsikan (describe), atau menjelaskan (explain) suatu fenomena unik; 2) meluaskan generalisasi suatu temuan tertentu; 3) menguji validitas suatu teori; 4) menutup kesenjangan antar teori (penjelasan, explanasions) yang ada; 5) memberikan penjelasan terhadap bukti-bukti yang bertentangan; 6) memperbaiki metodologi yang keliru; 7) memperbaiki interpretasi yang keliru; mengatasi kesulitan dalam praktek; 9) memperbarui informasi, mengembangkan bukti longitudinal (dari masa ke masa).
Seringkali untuk mencapai tujuan memerlukan waktu yang “terlalu” lama atau memerlukan tenaga yang “terlalu” besar. Agar penelitian dapat dikelola dengan baik, maka perlu dilakukan pembatasan terhadap pencapaian tujuan. Pembatasan tersebut dilakukan dengan membatasi lingkup penelitian. Pernyataan batasan lingkup ini juga berfungsi untuk lebih mempertajam rumusan permasalahan.
7. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka memuat uraian
sistematis dan bersifat diskusi tentang hasil-hasil penelitian sebelumnya dan
terkait serta ilmu pengetahuan mutakhir (berupa pustaka) yang terkait dengan
permasalahan. Tinjauan pustaka berbeda dengan resensi pustaka. Resensi pustaka
membahas pustaka satu demi satu, sedangkan tinjauan pustaka membahas
pustaka-pustaka per topik (bukan per pustaka), dalam bentuk debat atau diskusi
antar pustaka tentang suatu topik tertentu. Urutan topik diatur secara
sitematis, dalam arti terdapat suatu kerangka yang jelas dalam merangkai
topik-topik tersebut dalam suatu sistem.
Menurut Castetter dan Heisler
(1984), tinjauan pustaka berfungsi: 1) untuk mempelajari sejarah permasalahan
penelitian (sehingga dapat ditunjukkan bahwa permasalahan tersebut belum pernah
diteliti atau bila sudah pernah, teori yang ada belum mantap); 2) untuk
membantu pemilihan cara penelitian (dengan belajar dari pengalaman penelitian
sebelumnya); 3) untuk memahami kerangka atau latar belakang teoritis dari
permasalahan yang diteliti (hasil pemahaman tersebut dituliskan tersendiri
sebagai “Landasan Teori”); 4) untuk memahami kelebihan atau kekurangan
studi-studi terdahulu (tidak semua penelitian menghasilkan temuan yang mantap);
5) untuk menghindarkan duplikasi yang tidak perlu (hasil fungsi ini dituliskan
sebagai “Keaslian penelitian”); 6) untuk memberi penalaran atau alasan
pemilihan permasalahan (hasil fungsi ini dituliskan sebagai “latar belakang”).
Catatan: Pustaka-pustaka yang
diacu dalam tinjauan pustaka harus termuat informasinya dalam “Daftar Pustaka”.
Cara pengacuan secara konsisten perlu mengikuti corak (style) tertentu.yang
dianjurkan dalam pedoman penulisan tesis atau proposal penelitian.
8. Landasan Teori dan Hipotesis
Seperti diterangkan di bagian
“Tinjauan Pustaka”, landasan teori diangkat (disarikan) dari tinjauan pustaka
tentang kerangka teori yang melatarbelakangi (menjadi landasan) bagi
permasalahan yang diteliti. Landasan teori merupakan satu set teori yang
dipilih oleh peneliti sebagai tuntunan untuk mengerjakan penelitian lebih
lanjut dan juga termasuk untuk menulis hipotesis. Landasan teori dapat
berbentuk uraian kualitatif, model matematis, atau persamaan-persamaan.
Catatan: untuk beberapa macam penelitian (missal penelitian yang berbasis
paradigma fenomenologi) tidak boleh atau tidak perlu mempunyai landasan teori
dan hipotesis..
Hipotesis memuat pernyataan
singkat yang disimpulkan dari landasan teori atau tinjauan pustaka dan
merupakan jawaban sementara (dugaan) terhadap permasalahan yang diteliti.
Karena diangkat dari landasan teori, maka hipotesis merupakan “kesimpulan teoritik”
(hasil perenungan teoritis) yang perlu diuji dengan kenyataan empirik.
Hipotesis masih perlu diuji kebenarannya, maka isi hipotesis harus bersifat
dapat diuji atau dapat dikonformasikan. Menurut Borg dan Gall (dalam
Arikunto, 1998: 70), penulisan hipotesis perlu mengikuti persayaratan sebagai
berikut:
- Dirumuskan secara singkat tapi jelas;
- Dengan nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih;
- Didukung oleh teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli atau peneliti yang terkait (tercantum dalam landasan teori atau tinjauan pustaka).
9. Cara Penelitian dan Jadwal
Penelitian
Secara umum, dalam cara penelitian
perlu dijelaskan:
a) Ragam
penelitian yang dianut (Amirin, 1986: 89, menyebutkannya sebagai “corak” Penelitian)—lihat
bab “Ragam Penelitian”;
b) Variabel-variabel
yang diteliti;
c) Sumber
data (tempat variabel berada; populasi dan sampelnya);
d) Instrumen
atau alat yang dipakai dalam pengumpulan data/survei (termasuk antara lain:
kuesioner);
e) Cara
pengumpulan data atau survei;
f) Cara
pengolahan dan analisis data.
Butir ke 5 dan 6 di atas juga dicerminkan dalam bentuk jadwal penelitian. Jadwal penelitian menguraikan kegiatan dan waktu yang direncanakan dalam: (a) tahap-tahap penelitian, (b) rincian kegiatan pada setiap tahap, dan (c) waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tiap tahap. Jadwal dapat dipresentasikan dalam bentuk tabel/matriks atau uraian narasi.
10. Daftar Pustaka dan Lampiran
Daftar Pustaka memuat informasi
pustaka-pustaka yang diacu dalam proposal penelitian. Kadangkala untuk menunjukkan
bahwa peneliti membaca banyak pustaka, maka dalam daftar pustaka dituliskan
juga pustaka-pustaka yang nyatanya tidak diacu dalam narasi proposal. Hal ini
tidak dianjurkan untuk dilakukan, karena sudah umum bahwa peneliti tentu
membaca banyak pustaka dalam rangka penelitiannya. Dalam daftar pustaka,
biasanya, buku dan majalah tidak dipisahkan dalam daftar sendiri-sendiri. Untuk
penulisan daftar pustaka terdapat banyak corak tata penulisan— ikutilah
petunjuk yang berlaku dan terapkan corak tersebut secara konsisten.
Lampiran dapat diisi dengan materi
yang “kurang penting” dalam arti “boleh dibaca atau tidak dibaca”. Biasanya
lampiran memuat antara lain: kuesioner dan daftar sumber data yang akan
dikunjungi atau diambil datanya. Sebaiknya jumlah halaman lampiran tidak
terlalu banyak agar tidak terasa lebih penting dibanding dengan isi utamanya.
Hubungan antara Proposal dan
Laporan Penelitian
Penyusunan proposal sebenarnya
merupakan kegiatan yang menerus, meskipun pada saat yang telah ditetapkan kita
harus memasukkan proposal untuk dievaluasi. Proposal yang telah selesai
dievaluasi dan diterima untuk dilaksanakan tetap harus dikembangkan
penulisannya.
Kategori Artikel:
proposal
Seorang pendidik sejak tahun 1995, selain pemerhati blog dan saat ini menjadi dosen tetap STBA JIA Bekasi, khususnya Mata kuliah Umum, Statistika terapan, Metodologi riset sejak dan secara struktural sebagai ketua LPPM-STBA JIA Bekasi.
Langganan:
Postingan (Atom)