Proses penelitian disajikan menurut tahap-tahapnya, yaitu:
(1) Tahap Pra-lapangan, (2) Tahap Kegiatan Lapangan, dan (3) Tahap Pasca-lapangan.
1. Tahap Pra-lapangan
Beberapa kegiatan dilakukan sebelum peneliti memasuki
lapangan. Masing-masing adalah: (1) Penyusunan rancangan awal penelitian, (2)
Pengurusan ijin penelitian, (3) Penjajakan lapangan dan penyempurnaan rancangan
penelitian,(4) Pemilihan dan interaksi dengan subjek dan informan, dan (5)
Penyiapan piranti pembantu untuk kegiatan lapangan.
Perlu dikemukakan, peneliti menaruh minat dan kepedulian
terhadap gejala menglaju dan akibat-akibat sosialnya. Pengamatan sepintas sudah
dilakukan jauh sebelum rancangan penelitian disusun dan diajukan sebagai topik
penelitian.
Berbekal pengamatan awal dan telaah pustaka, peneliti
mengajukan usulan penelitian tentang mobilitas penduduk dan perubahan di
pedesaan. Usulan yang diajukan dan diseminarkan dengan mengundang teman sejawat
dan pakar.
Karena
berpendekatan kualitatif, usulan penelitian itu dipandang bersifat sementara (tentative).
Karena itu peluang seminar digunakan untuk menangkap kritik dan masukan, baik
terhadap topik maupun metode penelitian. Berdasarkan kritik dan masukan
tersebut, peneliti membenahi rancangan penelitiannya dan melakukan penjajakan
lapangan.
Penjajakan lapangan dilakukan dengan tiga teknik secara
simultan dan lentur, yaitu (a) pengamatan; peneliti mengamati secara langsung
tentang gejala- gejala umum permasalahan, misalnya arus menglaju pada pagi dan
sore hari, (b) wawancara; secara aksidental peneliti mewawancari beberapa
informan dan tokoh masyarakat, (c) telaah dokumen; peneliti memilih dan merekam
data dokumen yang relevan, baik yang menyangkut Bandulan maupun Kotamadya Dati
II Malang.
Perumusan masalah dan pemilihan metode penelitian yang lebih
tepat dilakukan lagi berdasarkan penjajakan lapangan (grand tour observation).
Sepanjang kegiatan lapangan, ternyata pusat perhatian dan teknik-teknik terus
mengalami penajaman dan penyesuaian.
Dalam ungkapan Lincoln dan Guba (1985: 208), kecenderungan
rancangan penelitian yang terus-menerus mengalami penyesuaian berdasarkan
interaksi antara peneliti dengan konteks ini disebut rancangan membaharu
(emergent design).
Berdasarkan penjajakan lapangan, peneliti menetapkan tema
pokok penelitian ini, yaitu: perubahan sosial di mintakat penglaju (commuters'
zone). Pusat perhatian diberika pada peran penglaju dalam perubahan sosial di
Bandulan, Kecamatan Sukun, Kotamadya Malang.
Secara rinci pusat perhatian ini mencakup beberapa
pertanyaan sebagaimana diajukan dalam bab pendahuluan, yaitu: (1) Faktor apa
saja, baik dari dalam diri, dari dalam desa, maupun dari luar desa, yang
mendorong perilaku menglaju pada sebagian penduduk Bandulan? Apakah makna
menglaju sebagaimana dihayati oleh mereka?, (2) Bagaimanakah ragam gaya hidup,
pola interaksi sosial, solidaritas dan peran sosial masing-masing kategori
empiris penduduk dalam perubahan sosial di Bandulan?, dan (3) Akibat-akibat
sosial apa saja yang terjadi karena banyaknya penduduk yang menglaju ke luar
Bandulan, baik pada sistem nilai dan kepercayaan, pranata sosial dan ekonomi,
dan pola pelapisan sosial sebagaimana dirasakan oleh masyarakat setempat?
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Sepanjang pelaksanaan penelitian, ternyata penyempurnaan
tidak hanya menyangkut pusat perhatian penelitian, melainkan juga pada metode
penelitiannya. Bogdan dan Taylor (1975:126) memang menegaskan agar para
peneliti sosial mendidik (educate) dirinya sendiri. "To be educated is
to learn to create a new. We must constantly create new methods and new
approaches".
Konsep sampel dalam penelitian ini berkaitan dengan
bagaimana memilih informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan
informasi mantap dan terpercaya mengenai unsur-unsur pusat perhatian
penelitian.
Pemilihan
informan mengikuti pola bola salju (snow ball sampling). Bila pengenalan dan
interaksi sosial dengan responden berhasil maka ditanyakan kepada orang
tersebut siapa-siapa lagi yang dikenal atau disebut secara tidak langsung
olehnya.
Dalam menentukan jumlah dan waktu berinteraksi dengan sumber
data, peneliti menggunakan konsep sampling yang dianjurkan oleh Lincoln dan
Guba (1985), yaitu maximum variation sampling to document unique variations.
Peneliti akan menghentikan pengumpulan data apabila dari sumber data sudah
tidak ditemukan lagi ragam baru. Dengan konsep ini, jumlah sumber data bukan
merupakan kepedulian utama, melainkan ketuntasan perolehan informasi dengan
keragaman yang ada.
Tidak semua penduduk bisa memberikan data yang diperlukan.
Karena itu, hanya 25 orang sumber data yang diwawancarai secara mendalam.
Masing-masing adalah 14 orang penduduk asli penglaju, 6 orang penduduk asli
bukan penglaju, dan 5 orang penduduk pendatang penglaju.
Karena data utama penelitian ini diperoleh berdasarkan
interaksi dengan responden dalam latar alamiah, maka beberapa perlengkapan
dipersiapkan hanya untuk memudahkan, misalnya : (1) tustel, (2) tape recorder,
dan (3) alat tulis termasuk lembar catatan lapangan. Perlengkapan ini digunakan
apabila tidak mengganggu kewajaran interaksi sosial.
Pengamatan dilakukan dalam suasana alamiah yang wajar. Pada
tahap awal, pengamatan lebih bersifat tersamar. Teknik ini seringkali memaksa
peneliti melakukan penyamaran. Misalnya: untuk mengamati aspek-aspek yang
berhubungan dengan perilaku dan gaya hidup, peneliti beranjang-sana di rumah
informan. Sambil berbincang-bincang, peneliti mencermati cara berbicara, berpakaian,
penataan ruang, gaya bangunan rumah, benda-benda simbolik dan sebagainya.
Ketersamaran dalam pengamatan ini dikurangi sedikit demi
sedikit seirama dengan semakin akrabnya hubungan antara pengamat dengan
informan. Ketika suasana akrab dan terbuka sudah tercipta, peneliti bisa
mengkonfirmasikan hasil pengamatan melalui wawancara dengan informan.
Dengan wawancara, peneliti berupaya mendapatkan informasi
dengan bertatap muka secara fisik danbertanya-jawab dengan informan. Dengan
teknik ini, peneliti berperan sekaligus sebagai piranti pengumpul data.
Selama wawancara, peneliti juga mencermati perilaku gestural
informan dalam menjawab pertanyaan. Untuk menghindari kekakuan suasana
wawancara, tidak digunakan teknik wawancara terstruktur. Bahkan wawancara dalam
penelitian ini seringkali dilakukan secara spontan, yakni tidak melalui suatu
perjanjian waktu dan tempat terlebih dahulu dengan informan. Dengan ini
peneliti selalu berupaya memanfaatkan kesempatan dan tempat-tempat yang paling
tepat untuk melakukan wawancara.
Selama kegiatan lapangan peneliti merasakan bahwa pengalaman
sosialisasi, usia dan atribut- atribut pribadi peneliti bisa mempengaruhi
interaksi peneliti dengan informan. Semakin mirip latar belakang informan
dengan peneliti, semakin lancar proses pengamatan dan wawancara.
Sebaliknya, ketika mewawancarai informan yang berbeda latar
belakang, peneliti harus menyesuaikan diri dengan mereka. Banyak ragam cara
menyesuaikan diri. Di antaranya dengan cara berpakaian, bahasa yang digunakan,
waktu wawancara, hingga penyamaran seolah-olah peneliti memiliki sikap dan
kesenangan yang sama dengan informan. Karena kendala itu, pengumpulan data
terhadap penduduk asli, baik penglaju dan lebih-lebih yang bukan penglaju,
berjalan agak lamban.
Kejenuhan, bahkan rasa putus-asa kadang-kadang muncul dan
menyerang peneliti. Dalam keadaan demikian, peneliti beristirahat untuk
mengendapkan, membenahi catatan lapangan, dan merenungkan hasil-hasil yang
diperoleh. Dengan cara ini, peneliti bisa menemukan informasi penting yang
belum terkumpul.
Kedekatan antara tempat tinggal peneliti dengan informan
ternyata sangat membantu kegiatan lapangan. Secara tidak sengaja peneliti bisa
bertemu dengan informan, sehingga pembicaraan setiap saat bisa berlangsung.
Kendati tidak dirancang, bila hasil percakapan itu memiliki arti penting bagi
penelitian, akan dicatat dan diperlakukan sebagai data penelitian.
Pada dasarnya wawancara dilaksanakan secara simultan dengan
pengamatan. Kadang-kadangwawancara merupakan tindak-lanjut dari pengamatan.
Misalnya, setelah mengamati suasana rumah tangga dan keluarga informan,
peneliti menuliskan hasilnya dalam bentuk catatan lapangan. Wawancara dilakukan
setelah itu untuk mengungkapkan makna dari setiap hasil pengamatan yang
menarik.
Penelaahan dokumentasi dilakukankhususnya untuk mendapatkan
data konteks. Kajian dokumentasi di lakukan terhadap catatan-catatan, arsip-
arsip, dan sejenisnya termasuk laporan-laporan yang bersangkut paut dengan
permasalahan penelitian.
Perekaman dokumen menjadi lebih mudah karena dokumen, baik
dari kelurahan maupun dari Kotamadya cukup lengkap. Agar tidak menyulitkan
lembaga yang menyediakan, peneliti meminta ijin untuk menfoto-copy
dokumen-dokumen yang diperlukan atau menyalinnya ke dalam catatan peneliti.
Pemeriksaan keabsahan (trustworthiness) data dalam
penelitian ini dilakukan dengan empat kriteria sebagaimana dianjurkan oleh
Lincoln dan Guba (1985: 289-331). Masing-masing adalah derajat: (1) kepercayaan
(credibility), (2) keteralihan (transferability), (3) kebergantungan
(dependability), dan (4) kepastian (confirmability).
Untuk meningkatkan derajat kepercayaan data perolehan,
dilakukan dengan teknik: (1) perpanjangan keikut-sertaan, (2) ketekunan
pengamatan, (3) triangulasi, (4) pemeriksaan sejawat, (5) kecukupan referensial,
(6) kajian kasus negatif, dan (7) pengecekan anggota.
Kegiatan
lapangan penelitian ini semula dijadwal tidak lebih dari enam bulan. Dengan
pertimbangan bahwa peningkatan waktu masih memunculkan informasi baru, maka
lama kegiatan lapangan diperpanjang. Dengan perpanjangan waktu ini, seperti
dikemukakan Moleong (1989), peneliti dapat mempelajari "kebudayaan",
menguji kebenaran dan mengurangi distorsi.
Dengan mengamati secara tekun, peneliti bisa menemukan
ciri-ciri atau unsur-unsur dalam suatu situasi yang sangat relevan dengan peran
penglaju dalam perubahan sosial di Bandulan. Bila perpanjangan keikutsertaan
menyediakan lingkup, maka ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman. Triangulasi
dilakukan untuk melihat gejala dari berbagai sudut dan melakukan pengujian
temuan dengan menggunakan berbagai sumber informasi dan berbagai teknik. Empat
macam triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
pemeriksaandengan memanfaatkan sumber, metode, penyidik dan teori.
Meskipun Lincoln dan Guba (1985) tidak menganjurkan
triangulasi teori, tampaknya Patton (1987: 327) berpendapat lain. Menurutnya,
triangulasi antar teori tetap dibutuhkan sebagai penjelasan banding (rival
explanation).
Dalam penelitian ini, penempatan teori lebih mengikuti
anjuran Bogdan dan Taylor (1975). Menurut mereka, teori memberikan suatu
penjelasan atau kerangka kerja penafsiran yang memungkinkan peneliti memberi
makna pada kekacauan data (morass of data) dan menghubungkan data dengan
kejadian-kejadian dan latar yang lain. Karena itu, sangat penting bagi peneliti
untuk mengetengahkan temuannya dengan perspektif teoretik lain, khususnya
selama tahap pengolahan data penelitian yang intensif.
Pengamatan dan wawancara tidak terstruktur yang diterapkan
dalam penelitian ini memang menghasilkan data yang masih kacau. Untuk memilah
dan memberi makna pada data tersebut, peneliti tidak bisa tidak harus berpaling
kepada teori-teori sosiologi dan antropologi yang relevan.
Pemeriksaan sejawat dilakukan dengan cara mengetengahkan (to
expose) hasil penelitian, baik yang bersifat sementara maupun hasil akhir,
dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Dengan cara ini
peneliti berusaha mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran, dan mencari
peluang untuk menjajaki dan menguji hipotesis yang muncul dari peneliti
(pemikiran peneliti).
Sebelum menetapkan temuan sebagai kecenderungan pokok,
peneliti melakukan pengecekan anggota. Ini dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan berapa proporsi kasus yang mendukung temuan, dan berapa yang bertentangan
dengan temuan. Bila ada penyimpangan dalam kasus-kasus tertentu, peneliti
menelaahnya secara lebih cermat.
Telaah lebih cermat terhadap kasus-kasus yang menyimpang
sering disebut sebagai analisis kasus negatif. Teknik ini dilakukan untuk
menelaah kasus-kasus yang saling bertentangan dengan maksud menghaluskan
simpulan sampai diperoleh kepastian bahwa simpulan itu benar untuk semua kasus
atau setidak-tidaknya sesuatu yang semula tampak bertentangan, akhirnya dapat
diliput aspek-aspek yang tidak berkesesuaian tidak lagi termuat. Dengan
kata-kata lain dapat dijelaskan "duduk persoalannya".
Selain itu, peneliti juga menguji kecukupan acuan dalam
menarik simpulan. Kecukupan acuan dalam penelitian ini dilakukan dengan
mengajukan kritik internal terhadap temuan penelitian. Berbagai bahan digunakan
untuk meneropong temuan penelitian.
Usaha meningkatkan keteralihan dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara "uraian rinci" (thick description). Untuk itu,
peneliti melaporkan hasil penelitiannya secermat dan selengkap mungkin yang
menggambarkan konteks dan pokok permasalahan secara jelas. Dengan demikian,
peneliti menyediakan apa-apa yang dibutuhkan oleh pembacanya untuk dapat
memahami temuan-temuan.
Kebergantungan penelitian ini diupayakan dengan audit
kebergantungan. Dalam hal ini peneliti memberikan hasil penelitian dan
melaporkan proses penelitian termasuk "bekas-bekas" kegiatan yang
digunakan. Berdasarkan penelusurannya, seorang auditor dapat menentukan apakah
temuan-temuan penelitian telah bersandar pada hasil di lapangan.
Kepastian penelitian ini diupayakan dengan memperhatikan
topangan catatan data lapangan dan koherensi internal laporan penelitian. Hal
ini dilakukan dengan cara meminta berbagai pihak untuk melakukan audit
kesesuaian antara temuan dengan data perolehan dan metode penelitian.
3. Tahap Pasca Lapangan
Telah disinggung bahwa penelitian ini menerapkan metode
kualitatif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata orang baik tertulis maupun lisan dan tingkah laku teramati,
termasuk gambar (Bogdan and Taylor, 1975).
Walau peneliti tidak sependapat dengan teknik-teknik
analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (1987), model analisis
interaktif yang digambarkannya sangat membantu untuk memahami proses penelitian
ini. Model analisis interaktif mengandung empat komponen yang saling berkaitan,
yaitu (1) pengumpulan data, (2) penyederhanaan data, (3) pemaparan data, dan
(4) penarikan dan pengujian simpulan.
Mengacu model interaktif, analisis data tidak saja dilakukan
setelah pengumpulan data, tetapi juga selama pengumpulan data. Selama tahap
penarikan simpulan, peneliti selalu merujuk kepada "suara dari
lapangan" untuk mendapatkan konfirmabilitas.
Analisis selama pengumpulan data (analysis during data
collection) dimaksudkan untuk menentukan pusat perhatian (focusing),
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analitik dan hipotesis awal, serta
memberikan dasar bagi analisis pasca pengumpulan data (analysis after data
collection). Dengan demikian analisis data dilakukan secara berulang-ulang
(cyclical).
Pada setiap akhir pengamatan atau wawancara, dicatat
hasilnya ke dalam lembar catatan lapangan (field notes). Lembar catatan
lapangan ini berisi: (1) teknik yang digunakan, (2) waktu pengumpulan data dan
pencatatannya, (3) tempat kegiatan atau wawancara, (4) paparan hasil dan
catatan, dan (5) kesan dan komentar. Contoh catatan lapangan dapat diperiksa
pada lampiran.
Pendirian ontologis penelitian adalah bahwa tujuan
penyelidikan adalah mengembangkan suatu bangunan pengetahuan idiografik dalam
bentuk "hipotesis kerja" yang menggambarkan kasus individual (Lincoln
and Guba, 1985: 38). Implikasinya, konstruksi realitas, yang dalam hal ini
adalah gejala menglaju dan pengaruh sosialnya, tidak dapat dipisahkan dari
konteks (kedisinian, Bandulan) dan waktu (kekinian, 1996).
Untuk itu peneliti memandang penting untuk menyelidiki
secara cermat akar-akar gejala menglaju sebagai konteks kajian. Berdasarkan
asal faktor pemicu gejala menglaju peneliti menemukenali tiga kategori faktor,
yaitu: (1) dari dalam diri, (2) dari dalam desa, dan (3) dari luar desa.
Empat teknik analisis data kualitatif sebagaimana dianjurkan
oleh Spradley (1979) diterapkan dalam penelitian ini. Masing-masing adalah: (1)
analisis ranah (domain analysis), (2) analisis taksonomik (taxonomic analysis),
(3) analisis komponensial (componential analysis). dan (4) analisis tema budaya
(discovering cultural themes).
Analisis ranah bermaksud memperoleh pengertian umum dan
relatif menyeluruh mengenai pokok permasalahan. Hasil analisis ini berupa
pengetahuan tingkat "permukaan" tentang berbagai ranah atau kategori
konseptual. Kategori konseptual ini mewadahi sejumlah kategori atau simbol lain
secara tertentu.
Pada tahap awal, berdasarkan pola mobilitas hariannya,
peneliti menemukenali dua kategori pokok penduduk Bandulan. Masing-masing
adalah penduduk penglaju dan bukan penglaju. Berdasarkan asalnya, peneliti
menemukenali dua kategori pokok penduduk Bandulan, yaitu: penduduk asli dan
penduduk pendatang.
Pada analisis taksonomik, pusat perhatian penelitian
ditentukan terbatas pada ranah yang sangat berguna dalam upaya memaparkan atau
menjelaskan gejala-gejala yang menjadi sasaran penelitian. Pilihan atau
pembatasan pusat perhatian dilakukan berdasarkan pertimbangan nilai strategik
temuannya bagi program peningkatan kualitas hidup subyek penelitian atau
mengacu pada strategic ethnography (Faisal, 1990 : 43).
Analisis taknonomik tidak dilakukan secara murni berdasar
data lapangan, tetapi dikonsultasikan dengan bahan-bahan pustaka yang telah
ada. Beberapa anggota ranah yang menarik dan dipandang penting dipilih dan
diselidiki secara mendalam. Dalam hal ini adalah bagaimana peran masing-masing
kategori tersebut dalam proses perubahan sosial yang berlangsung di Bandulan.
Analisis komponensial dilakukan untuk mengorganisasikan
perbedaan (kontras) antar unsur dalam ranah yang diperoleh melalui pengamatan
dan atau wawancara terseleksi. Dalam hemat peneliti, kedalaman pemahaman
tercermin dalam kemampuan untuk mengelompokkan dan merinci anggota sesuatu
ranah, juga memahami karakteristik tertentu yang berasosiasi dengannya.
Dengan mengetahui warga suatu ranah, memahami kesamaan dan
hubungan internal, dan perbedaan antar warga dari suatu ranah, dapat diperoleh
pengertian menyeluruh dan mendalam serta rinci mengenai suatu pokok
permasalahan. Dengan demikian akan diperoleh pemahaman makna dari masing-masing
warga ranah secara holistik.
Hasil lacakan kontras di antara warga suatu ranah dimasukkan
ke dalam lembar kerja paradigma (Spradley, 1979: 180). Kontras-kontras tersebut
selalu diperiksa kembali sebagaimana dalam model analisis interaktif.
Ringkasananalisis komponensial, yang digunakan sebagai pemandu penulisan
paparan hasil penelitian inidisajikan dalam lampiran.
Dalam mengungkap tema-tema budaya, peneliti menggunakan
saran yang diberikan oleh Bogdan dan
Taylor (1975:82-93). Langkah-langkah yang dilakukan adalah: (1) membaca
secara cermat keseluruhan catatan lapangan, (2) memberikan kode pada
topik-topik pembicaraan penting, (3) menyusun tipologi, (4) membaca kepustakaan
yang terkait dengan masalah dan konteks penelitian.
Berdasarkan seluruh analisis,
peneliti melakukan rekonstruksi dalam bentuk deskripsi, narasi dan argumentasi.
Beberapa sub-topik disusun secara deduktif, dengan mendahulukan kaidah pokok
yang diikuti dengan kasus dan contoh-contoh. Sub-topik selebihnya disajikan
secara induktif, dengan memaparkan kasus dan contoh untuk ditarik kesimpulan
umumnya.