Karena
paradigma, proses, metode, dan tujuannya berbeda, penelitian kualitatif
memiliki model desain yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Tidak ada
pola baku tentang format desain penelitian kualitatif, sebab; (1) instrumen
utama penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri, sehingga masing-masing
orang bisa memiliki model desain sendiri sesuai seleranya, (2) proses
penelitian kualitatif bersifat siklus, sehingga sulit untuk dirumuskan format
yang baku, dan (3) umumnya penelitian kualitatif berangkat dari kasus atau
fenomena tertentu, sehingga sulit untuk dirumuskan format desain yang baku.
Namun
demikian, dari pengalaman beberapa kali melakukan penelitian kualitatif format
berikut, penulis menggunakan format berikut untuk dipakai sebagai contoh yang
bisa dikembangkan lebih lanjut.
PENDAHULUAN
1.
Tema Penelitian
2.
Konteks Penelitian
3.
Fokus Penelitian
4.
Tujuan Penelitian
5.
Tinjauan Pustaka
METODE PENELITIAN
1.
Objek dan Informan Penelitian
2.
Metode Perolehan dan Pengumpulan
Data
3.
Metode Pengecekan Keabsahan
Data
4.
Metode Analisis Data
5.
Diskusi Hasil Penelitian
6.
Laporan Penelitian
B. CONTOH PROSES PENELITIAN KUALITATIF
Proses
penelitian disajikan menurut tahap-tahapnya, yaitu: (1) Tahap Pra-lapangan, (2)
Tahap Kegiatan Lapangan, dan (3) Tahap Pasca-lapangan.
1. Tahap Pra-lapangan
Beberapa
kegiatan dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan. Masing-masing adalah:
(1) Penyusunan rancangan awal penelitian, (2) Pengurusan ijin penelitian, (3)
Penjajakan lapangan dan penyempurnaan rancangan penelitian,(4) Pemilihan dan
interaksi dengan subjek dan informan, dan (5) Penyiapan piranti pembantu untuk
kegiatan lapangan.
Perlu
dikemukakan, peneliti menaruh minat dan kepedulian terhadap gejala menglaju dan
akibat-akibat sosialnya. Pengamatan sepintas sudah dilakukan jauh sebelum
rancangan penelitian disusun dan diajukan sebagai topik penelitian.
Berbekal
pengamatan awal dan telaah pustaka, peneliti mengajukan usulan penelitian
tentang mobilitas penduduk dan perubahan di pedesaan. Usulan yang diajukan dan
diseminarkan dengan mengundang teman sejawat dan pakar.
Karena
berpendekatan kualitatif, usulan penelitian itu dipandang bersifat sementara (tentative).
Karena itu peluang seminar digunakan untuk menangkap kritik dan masukan, baik
terhadap topik maupun metode penelitian. Berdasarkan kritik dan masukan
tersebut, peneliti membenahi rancangan penelitiannya dan melakukan penjajakan
lapangan.
Penjajakan
lapangan dilakukan dengan tiga teknik secara simultan dan lentur, yaitu (a)
pengamatan; peneliti mengamati secara langsung tentang gejala- gejala umum
permasalahan, misalnya arus menglaju pada pagi dan sore hari, (b) wawancara;
secara aksidental peneliti mewawancari beberapa informan dan tokoh masyarakat,
(c) telaah dokumen; peneliti memilih dan merekam data dokumen yang relevan.
Perumusan
masalah dan pemilihan metode penelitian yang lebih tepat dilakukan lagi berdasarkan
penjajakan lapangan (grand tour observation). Sepanjang kegiatan
lapangan, ternyata pusat perhatian dan teknik-teknik terus mengalami penajaman
dan penyesuaian.
Dalam
ungkapan Lincoln dan Guba (1985: 208), kecenderungan rancangan penelitian yang
terus-menerus mengalami penyesuaian berdasarkan interaksi antara peneliti
dengan konteks ini disebut rancangan membaharu (emergent design).
2.
Tahap Pekerjaan Lapangan
Sepanjang
pelaksanaan penelitian, ternyata penyempurnaan tidak hanya menyangkut pusat
perhatian penelitian, melainkan juga pada metode penelitiannya. Bogdan dan
Taylor (1975:126) memang menegaskan agar para peneliti sosial mendidik
(educate) dirinya sendiri. "To be educated is to learn to create a new.
We must constantly create new methods and new approaches".
Konsep
sampel dalam penelitian ini berkaitan dengan bagaimana memilih informan atau
situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi mantap dan terpercaya
mengenai unsur-unsur pusat perhatian penelitian.
Pemilihan
informan mengikuti pola bola salju (snow ball sampling). Bila pengenalan dan
interaksi sosial dengan responden berhasil maka ditanyakan kepada orang
tersebut siapa-siapa lagi yang dikenal atau disebut secara tidak langsung
olehnya.
Dalam
menentukan jumlah dan waktu berinteraksi dengan sumber data, peneliti
menggunakan konsep sampling yang dianjurkan oleh Lincoln dan Guba (1985), yaitu
maximum variation sampling to document unique variations. Peneliti akan
menghentikan pengumpulan data apabila dari sumber data sudah tidak ditemukan
lagi ragam baru. Dengan konsep ini, jumlah sumber data bukan merupakan
kepedulian utama, melainkan ketuntasan perolehan informasi dengan keragaman
yang ada.Karena
data utama penelitian ini diperoleh berdasarkan interaksi dengan responden
dalam latar alamiah, maka beberapa perlengkapan dipersiapkan hanya untuk
memudahkan, misalnya : (1) tustel, (2) tape recorder, dan (3) alat tulis
termasuk lembar catatan lapangan. Perlengkapan ini digunakan apabila tidak
mengganggu kewajaran interaksi sosial.
Pengamatan
dilakukan dalam suasana alamiah yang wajar. Pada tahap awal, pengamatan lebih
bersifat tersamar. Teknik ini seringkali memaksa peneliti melakukan penyamaran.
Misalnya: untuk mengamati aspek-aspek yang berhubungan dengan perilaku dan gaya
hidup, peneliti beranjang-sana di rumah informan. Sambil berbincang-bincang,
peneliti mencermati cara berbicara, berpakaian, penataan ruang, gaya bangunan
rumah, benda-benda simbolik dan sebagainya. Ketersamaran
dalam pengamatan ini dikurangi sedikit demi sedikit seirama dengan semakin akrabnya
hubungan antara pengamat dengan informan. Ketika suasana akrab dan terbuka
sudah tercipta, peneliti bisa mengkonfirmasikan hasil pengamatan melalui
wawancara dengan informan.
Dengan
wawancara, peneliti berupaya mendapatkan informasi dengan bertatap muka secara
fisik danbertanya-jawab dengan informan. Dengan teknik ini, peneliti berperan
sekaligus sebagai piranti pengumpul data.
Selama
wawancara, peneliti juga mencermati perilaku gestural informan dalam menjawab
pertanyaan. Untuk menghindari kekakuan suasana wawancara, tidak digunakan
teknik wawancara terstruktur. Bahkan wawancara dalam penelitian ini seringkali
dilakukan secara spontan, yakni tidak melalui suatu perjanjian waktu dan tempat
terlebih dahulu dengan informan. Dengan ini peneliti selalu berupaya
memanfaatkan kesempatan dan tempat-tempat yang paling tepat untuk melakukan
wawancara.
Selama
kegiatan lapangan peneliti merasakan bahwa pengalaman sosialisasi, usia dan
atribut- atribut pribadi peneliti bisa mempengaruhi interaksi peneliti dengan informan.
Semakin mirip latar belakang informan dengan peneliti, semakin lancar proses
pengamatan dan wawancara.
Sebaliknya,
ketika mewawancarai informan yang berbeda latar belakang, peneliti harus
menyesuaikan diri dengan mereka. Banyak ragam cara menyesuaikan diri. Di
antaranya dengan cara berpakaian, bahasa yang digunakan, waktu wawancara,
hingga penyamaran seolah-olah peneliti memiliki sikap dan kesenangan yang sama
dengan informan. Karena kendala itu, pengumpulan data terhadap penduduk asli,
baik penglaju dan lebih-lebih yang bukan penglaju, berjalan agak lamban.
Kejenuhan,
bahkan rasa putus-asa kadang-kadang muncul dan menyerang peneliti. Dalam
keadaan demikian, peneliti beristirahat untuk mengendapkan, membenahi catatan
lapangan, dan merenungkan hasil-hasil yang diperoleh. Dengan cara ini, peneliti
bisa menemukan informasi penting yang belum terkumpul.
Kedekatan
antara tempat tinggal peneliti dengan informan ternyata sangat membantu
kegiatan lapangan. Secara tidak sengaja peneliti bisa bertemu dengan informan,
sehingga pembicaraan setiap saat bisa berlangsung. Kendati tidak dirancang,
bila hasil percakapan itu memiliki arti penting bagi penelitian, akan dicatat
dan diperlakukan sebagai data penelitian.
Pada
dasarnya wawancara dilaksanakan secara simultan dengan pengamatan.
Kadang-kadangwawancara merupakan tindak-lanjut dari pengamatan. Misalnya,
setelah mengamati suasana rumah tangga dan keluarga informan, peneliti
menuliskan hasilnya dalam bentuk catatan lapangan. Wawancara dilakukan setelah
itu untuk mengungkapkan makna dari setiap hasil pengamatan yang menarik.
Penelaahan
dokumentasi dilakukan khususnya untuk mendapatkan data konteks. Kajian
dokumentasi di lakukan terhadap catatan-catatan, arsip- arsip, dan sejenisnya
termasuk laporan-laporan yang bersangkut paut dengan permasalahan penelitian.
Perekaman
dokumen menjadi lebih mudah karena dokumen, baik dari kelurahan maupun dari
Kotamadya cukup lengkap. Agar tidak menyulitkan lembaga yang menyediakan,
peneliti meminta ijin untuk menfoto-copy dokumen-dokumen yang diperlukan atau
menyalinnya ke dalam catatan peneliti.
Pemeriksaan
keabsahan (trustworthiness) data dalam penelitian ini dilakukan dengan empat
kriteria sebagaimana dianjurkan oleh Lincoln dan Guba (1985: 289-331).
Masing-masing adalah derajat: (1) kepercayaan (credibility), (2) keteralihan
(transferability), (3) kebergantungan (dependability), dan (4) kepastian
(confirmability).
Untuk
meningkatkan derajat kepercayaan data perolehan, dilakukan dengan teknik: (1)
perpanjangan keikut-sertaan, (2) ketekunan pengamatan, (3) triangulasi, (4)
pemeriksaan sejawat, (5) kecukupan referensial, (6) kajian kasus negatif, dan
(7) pengecekan anggota.
Kegiatan
lapangan penelitian ini semula dijadwal tidak lebih dari enam bulan. Dengan
pertimbangan bahwa peningkatan waktu masih memunculkan informasi baru, maka
lama kegiatan lapangan diperpanjang. Dengan perpanjangan waktu ini, seperti
dikemukakan Moleong (1989), peneliti dapat mempelajari "kebudayaan",
menguji kebenaran dan mengurangi distorsi.
Dengan
mengamati secara tekun, peneliti bisa menemukan ciri-ciri atau unsur-unsur
dalam suatu situasi yang sangat relevan dengan peran penglaju dalam perubahan
sosial di Bandulan. Bila perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka
ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman.
Triangulasi
dilakukan untuk melihat gejala dari berbagai sudut dan melakukan pengujian
temuan dengan menggunakan berbagai sumber informasi dan berbagai teknik. Empat
macam triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
pemeriksaandengan memanfaatkan sumber, metode, penyidik dan teori.
Meskipun
Lincoln dan Guba (1985) tidak menganjurkan triangulasi teori, tampaknya Patton
(1987: 327) berpendapat lain. Menurutnya, triangulasi antar teori tetap
dibutuhkan sebagai penjelasan banding (rival explanation).
Dalam
penelitian ini, penempatan teori lebih mengikuti anjuran Bogdan dan Taylor
(1975). Menurut mereka, teori memberikan suatu penjelasan atau kerangka kerja
penafsiran yang memungkinkan peneliti memberi makna pada kekacauan data (morass
of data) dan menghubungkan data dengan kejadian-kejadian dan latar yang lain.
Karena itu, sangat penting bagi peneliti untuk mengetengahkan temuannya dengan
perspektif teoretik lain, khususnya selama tahap pengolahan data penelitian
yang intensif.
Pengamatan
dan wawancara tidak terstruktur yang diterapkan dalam penelitian ini memang
menghasilkan data yang masih kacau. Untuk memilah dan memberi makna pada data
tersebut, peneliti tidak bisa tidak harus berpaling kepada teori-teori
sosiologi dan antropologi yang relevan.
Pemeriksaan
sejawat dilakukan dengan cara mengetengahkan (to expose) hasil penelitian, baik
yang bersifat sementara maupun hasil akhir, dalam bentuk diskusi analitik
dengan rekan-rekan sejawat. Dengan cara ini peneliti berusaha mempertahankan
sikap terbuka dan kejujuran, dan mencari peluang untuk menjajaki dan menguji
hipotesis yang muncul dari peneliti (pemikiran peneliti).
Sebelum
menetapkan temuan sebagai kecenderungan pokok, peneliti melakukan pengecekan
anggota. Ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan berapa proporsi kasus yang
mendukung temuan, dan berapa yang bertentangan dengan temuan. Bila ada
penyimpangan dalam kasus-kasus tertentu, peneliti menelaahnya secara lebih
cermat.
Telaah
lebih cermat terhadap kasus-kasus yang menyimpang sering disebut sebagai
analisis kasus negatif. Teknik ini dilakukan untuk menelaah kasus-kasus yang
saling bertentangan dengan maksud menghaluskan simpulan sampai diperoleh
kepastian bahwa simpulan itu benar untuk semua kasus atau setidak-tidaknya
sesuatu yang semula tampak bertentangan, akhirnya dapat diliput aspek-aspek
yang tidak berkesesuaian tidak lagi termuat. Dengan kata-kata lain dapat
dijelaskan "duduk persoalannya".
Selain
itu, peneliti juga menguji kecukupan acuan dalam menarik simpulan. Kecukupan
acuan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengajukan kritik internal terhadap
temuan penelitian. Berbagai bahan digunakan untuk meneropong temuan penelitian.
Usaha
meningkatkan keteralihan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
"uraian rinci" (thick description). Untuk itu, peneliti melaporkan
hasil penelitiannya secermat dan selengkap mungkin yang menggambarkan konteks
dan pokok permasalahan secara jelas. Dengan demikian, peneliti menyediakan
apa-apa yang dibutuhkan oleh pembacanya untuk dapat memahami temuan-temuan.
Kebergantungan
penelitian ini diupayakan dengan audit kebergantungan. Dalam hal ini peneliti
memberikan hasil penelitian dan melaporkan proses penelitian termasuk
"bekas-bekas" kegiatan yang digunakan. Berdasarkan penelusurannya,
seorang auditor dapat menentukan apakah temuan-temuan penelitian telah
bersandar pada hasil di lapangan.
Kepastian
penelitian ini diupayakan dengan memperhatikan topangan catatan data lapangan
dan koherensi internal laporan penelitian. Hal ini dilakukan dengan cara meminta
berbagai pihak untuk melakukan audit kesesuaian antara temuan dengan data
perolehan dan metode penelitian.
3.
Tahap Pasca Lapangan
Telah
disinggung bahwa penelitian ini menerapkan metode kualitatif, yaitu suatu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata orang
baik tertulis maupun lisan dan tingkah laku teramati, termasuk gambar (Bogdan
and Taylor, 1975).
Walau
peneliti tidak sependapat dengan teknik-teknik analisis data kualitatif menurut
Miles dan Huberman (1987), model analisis interaktif yang digambarkannya sangat
membantu untuk memahami proses penelitian ini. Model analisis interaktif
mengandung empat komponen yang saling berkaitan, yaitu (1) pengumpulan data,
(2) penyederhanaan data, (3) pemaparan data, dan (4) penarikan dan pengujian
simpulan.
Mengacu
model interaktif, analisis data tidak saja dilakukan setelah pengumpulan data,
tetapi juga selama pengumpulan data. Selama tahap penarikan simpulan, peneliti
selalu merujuk kepada "suara dari lapangan" untuk mendapatkan
konfirmabilitas.
Analisis
selama pengumpulan data (analysis during data collection) dimaksudkan untuk
menentukan pusat perhatian (focusing), mengembangkan pertanyaan-pertanyaan
analitik dan hipotesis awal, serta memberikan dasar bagi analisis pasca
pengumpulan data (analysis after data collection). Dengan demikian analisis
data dilakukan secara berulang-ulang (cyclical).
Pada
setiap akhir pengamatan atau wawancara, dicatat hasilnya ke dalam lembar
catatan lapangan (field notes). Lembar catatan lapangan ini berisi: (1) teknik
yang digunakan, (2) waktu pengumpulan data dan pencatatannya, (3) tempat
kegiatan atau wawancara, (4) paparan hasil dan catatan, dan (5) kesan dan
komentar. Contoh catatan lapangan dapat diperiksa pada lampiran.
Pendirian
ontologis penelitian adalah bahwa tujuan penyelidikan adalah mengembangkan
suatu bangunan pengetahuan idiografik dalam bentuk "hipotesis kerja"
yang menggambarkan kasus individual (Lincoln and Guba, 1985: 38). Implikasinya,
konstruksi realitas, yang dalam hal ini adalah gejala menglaju dan pengaruh
sosialnya, tidak dapat dipisahkan dari konteks (kedisinian, Bandulan) dan waktu
(kekinian, 1996).
Untuk
itu peneliti memandang penting untuk menyelidiki secara cermat akar-akar gejala
menglaju sebagai konteks kajian. Berdasarkan asal faktor pemicu gejala menglaju
peneliti menemukenali tiga kategori faktor, yaitu: (1) dari dalam diri, (2)
dari dalam desa, dan (3) dari luar desa.
Empat
teknik analisis data kualitatif sebagaimana dianjurkan oleh Spradley (1979)
diterapkan dalam penelitian ini. Masing-masing adalah: (1) analisis ranah
(domain analysis), (2) analisis taksonomik (taxonomic analysis), (3) analisis
komponensial (componential analysis). dan (4) analisis tema budaya (discovering
cultural themes).
Analisis
ranah bermaksud memperoleh pengertian umum dan relatif menyeluruh mengenai
pokok permasalahan. Hasil analisis ini berupa pengetahuan tingkat
"permukaan" tentang berbagai ranah atau kategori konseptual. Kategori
konseptual ini mewadahi sejumlah kategori atau simbol lain secara tertentu.
Pada
analisis taksonomik, pusat perhatian penelitian ditentukan terbatas pada ranah
yang sangat berguna dalam upaya memaparkan atau menjelaskan gejala-gejala yang
menjadi sasaran penelitian. Pilihan atau pembatasan pusat perhatian dilakukan
berdasarkan pertimbangan nilai strategik temuannya bagi program peningkatan
kualitas hidup subyek penelitian atau mengacu pada strategic ethnography
(Faisal, 1990 : 43).
Analisis
taknonomik tidak dilakukan secara murni berdasar data lapangan, tetapi
dikonsultasikan dengan bahan-bahan pustaka yang telah ada. Beberapa anggota
ranah yang menarik dan dipandang penting dipilih dan diselidiki secara
mendalam. Dalam hal ini adalah bagaimana peran masing-masing kategori tersebut
dalam proses perubahan sosial yang berlangsung
Analisis
komponensial dilakukan untuk mengorganisasikan perbedaan (kontras) antar unsur
dalam ranah yang diperoleh melalui pengamatan dan atau wawancara terseleksi.
Dalam hemat peneliti, kedalaman pemahaman tercermin dalam kemampuan untuk
mengelompokkan dan merinci anggota sesuatu ranah, juga memahami karakteristik
tertentu yang berasosiasi dengannya.
Dengan
mengetahui warga suatu ranah, memahami kesamaan dan hubungan internal, dan
perbedaan antar warga dari suatu ranah, dapat diperoleh pengertian menyeluruh
dan mendalam serta rinci mengenai suatu pokok permasalahan. Dengan demikian
akan diperoleh pemahaman makna dari masing-masing warga ranah secara holistik.
Hasil
lacakan kontras di antara warga suatu ranah dimasukkan ke dalam lembar kerja
paradigma (Spradley, 1979: 180). Kontras-kontras tersebut selalu diperiksa
kembali sebagaimana dalam model analisis interaktif. Ringkasananalisis
komponensial, yang digunakan sebagai pemandu penulisan paparan hasil penelitian
inidisajikan dalam lampiran.
Dalam
mengungkap tema-tema budaya, peneliti menggunakan saran yang diberikan oleh Bogdan dan Taylor (1975:82-93).
Langkah-langkah yang dilakukan adalah: (1) membaca secara cermat keseluruhan
catatan lapangan, (2) memberikan kode pada topik-topik pembicaraan penting, (3)
menyusun tipologi, (4) membaca kepustakaan yang terkait dengan masalah dan
konteks penelitian.
Berdasarkan
seluruh analisis, peneliti melakukan rekonstruksi dalam bentuk deskripsi,
narasi dan argumentasi. Beberapa sub-topik disusun secara deduktif, dengan
mendahulukan kaidah pokok yang diikuti dengan kasus dan contoh-contoh. Sub-topik
selebihnya disajikan secara induktif, dengan memaparkan kasus dan contoh untuk
ditarik kesimpulan umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar