Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik di sini berarti pihak yang terlibat (dosen dan guru) mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Diimplementasikan dengan benar berarti sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian tindakan.
Makalah ini membahas bagaimana implementasi penelitian tindakan kelas untuk peningkatan kualitas pembelajaran yang mencakup diagnosis dan penetapan masalah yang ingin diselesaikan, bentuk dan skenario tindakan, pengembangan instrumen untuk mengukur kebehasilan tindakan, serta prosedur analisis dan interpretasi data penelitian.
A. Diagnosis dan Penetapan Masalah
Masalah PTK yang merupakan penelitian kolaborasi antara dosen dan guru
di sekolah hendaknya berasal dari persoalan-persoalan praktis yang
dihadapi guru di kelas. Oleh karena itu, diagnosis masalah hendaknya
tidak dilakukan oleh dosen lalu ”ditawarkan” kepada guru untuk
dipecahkan tetapi sebaiknya dilakukan bersama-sama oleh dosen dan guru.
Pada kenyataannya dosen dapat mengajak guru untuk berkolaborasi
melakukan PTK dan menanyakan masalah-masalah apa yang dihadapi guru yang
mungkin dapat diteliti melalui PTK. Guru yang telah berpengalaman
melakukan penelitian tindakan kelas mungkin dapat langsung mengatakan
permasalahan yang dihadapinya yang mungkin dapat diteliti bersama dan
kemudian membahas masalah tersebut dengan dosen.
Lain halnya dengan guru yang belum berpengalaman dalam PTK. Guru
tersebut mungkin belum dapat secara langsung mengemukakan permasalahan
yang mungkin dapat diteliti bersama dosen. Dalam hal ini dosen perlu
meminta izin kepada guru untuk hadir di kelas dan mengamati guru
mengajar. Setelah pembelajaran berakhir dosen dapat terlebih dahulu
menanyakan kepada guru masalah apa yang dirasakan guru pada saat
pembelajaran sebelum mengusulkan salah satu permasalahan yang dipikirkan
dosen. Dosen baru-boleh mengajukan permasalahan bila guru tidak dapat
mendeteksi adanya masalah di kelasnya.
Di dalam mendiagnosis masalah untuk PTK ini guru dan dosen harus ingat
bahwa tidak semua topik penelitian dapat diangkat sebagai topik PTK.
Hanya masalah yang dapat “dikembangkan berkelanjutan” dalam kegiatan
harian selama satu semester atau satu tahun yang dapat dipilih menjadi
topik. “Dikembangkan berkelanjutan” berarti bahwa setiap waktu tertentu,
misalnya 2 minggu atau satu bulan, rumusan masalahnya, atau hipotesis
tindakannya, atau pelaksanaannya sudah perlu diganti atau dimodifikasi.
Dalam kegiatan di kelas, guru dapat mencermati masalah-masalah apa yang
dapat dikembangkan berkelanjutan ini dalam empat bidang yaitu yang
berkaitan dengan pengelolaan kelas, proses belajar-mengajar,
pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar, maupun sebagai wahana
peningkatan personal dan profesional.
PTK yang dikaitkan dengan pengelolaan kelas dapat dilakukan dalam
rangka: 1) meningkatkan kegiatan belajar-mengajar, 2) meningkatkan
partisipasi siswa dalam belajar, 3) menerapkan pendekatan
belajar-mengajar inovatif, dan 4) mengikutsertakan pihak ketiga dalam
proses belajar-mengajar.
PTK yang dikaitkan dengan proses belajar
mengajar dapat dilakukan dalam rangka: 1) menerapkan berbagai metode
mengajar, 2) mengembangkan kurikulum, 3) meningkatkan peranan siswa
dalam belajar, dan 4) memperbaiki metode evaluasi.
PTK yang dikaitkan
dengan pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar dapat dilakukan
dalam rangka pengembangan pemanfaatan 1) model atau peraga, 2)
sumber-sumber lingkungan, dan 3) peralatan tertentu.
PTK sebagai wahana
peningkatan personal dan profesional dapat dilakukan dalam rangka 1)
meningkatkan hubungan antara siswa, guru, dan orang tua, 2) meningkatkan
“konsep diri” siswa dalam belajar, 3) meningkatkan sifat dan
kepribadian siswa, serta 4) meningkatkan kompetensi guru secara
profesional.
Jadi, masalah penelitian yang dipilih hendaknya memenuhi
kriteria “dapat diteliti”, dapat “ditindaki”, dan “ditindaklanjuti”.
Dari sekian banyak kemungkinan masalah, guru bersama dosen perlu
mendiagnosis masalah apa atau masalah mana yang perlu diprioritaskan
pemecahannya dalam penelitian yang akan dilakukan bersama itu.
Penetapan masalah hendaknya dilakukan bersama oleh dosen dan guru
setelah menganalisis seluruh pilihan masalah, minat, dan keinginan guru
serta dosen (bersama) untuk memecahkan salah satu atau beberapa di
antaranya. Penetapan masalah ini ditandai dengan penentuan permasalahan
yang akan diteliti dan perumusan fokus masalahnya. Rumusan fokus masalah
yang mungkin ditetapkan bersama antara guru dan dosen dapat berupa
rumusan sebagai berikut: Bagaimana membelajarkan siswa materi tertentu
agar siswa mau dan mampu belajar?
Masalah-masalah lain yang mungkin dihadapi guru dapat berupa:
• Bagaimana meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar? yang
“ideal” itu dapat meningkatkan antusiasme siswa sehingga mereka
sepertinya “tidak sabar” menunggu-nunggu datangnya jam pelajaran yang
dibina oleh guru tersebut;
• Bagaimana mengajak siswa agar di kelas mereka benar-benar aktif belajar (aktif secara mental maupun fisik, aktif berpikir)?
• Bagaimana menghubungkan materi pembelajaran dengan lingkungan
kehidupan siswa sehari-hari agar mereka dapat menggunakan pengetahuan
dan pemahamannya mengenai materi itu dalam kehidupan sehari-hari dan
tertarik untuk mempelajarinya karena mengetahui manfaatnya?
• Bagaimana memilih strategi pembelajaran yang paling tepat untuk membelajarkan materi?
• Bagaimana melaksanakan pembelajaran kooperatif?
Striger (2004) memberikan arahan untuk memfokuskan penelitian dengan
jelas setelah melakukan refleksi mengenai apa yang terjadi yang
memunculkan masalah dan apa isu serta peristiwa yang terkait dengan
masalah. Isu atau masalah itu harus dinyatakan dalam bentuk pertanyaan
yang dapat diteliti dan diidentifikasi tujuan meneliti masalah tersebut.
- Isu atau topik yang ingin diteliti: Definisikan apa isu atau peristiwa yang menimbulkan permasalahan.
- Masalah penelitian: Nyatakan isu sebagai suatu masalah.
- Rumusan masalah: Tuliskan masalah dalam bentuk pertanyaan.
- Tujuan penelitian:Deskripsikan apa yang diharapkan dapat diperoleh dengan meneliti masalah ini. Misalnya dipilih masalah sebagai berikut.
Masalah : Siswa perlu digalakkan untuk aktif dalam kelas, aktif secara utuh (sedapat mungkin ”hands on” atau ”minds on”, bahkan juga kalau mungkin ”hearts on”).
Fokus masalah: Bagaimana meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas?
Rumusan masalah PTK yang lengkap biasanya berupa suatu pertanyaan dalam bentuk ”Masalah apa yang terjadi di kelas, bagaimana upaya mengatasinya, apa tindakan yang dianggap tepat untuk itu, di kelas, dan sekolah mana hal itu terjadi?”Contoh fokus masalah (rumusan masalah yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi penelitian): Bagaimana peningkatan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara ”hands on”, ”minds on” maupun ”hearts on” ?
Tujuan penelitian: Merupakan jawaban terhadap masalah penelitian
Contoh tujuan (yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi
penelitian): Meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara
”hands on”, ”minds on” maupun ”hearts on”..
Setelah ditetapkan fokus masalah seperti itu, dosen dan guru
berdiskusi mengadakan gagas pendapat mengenai tindakan apa saja yang
dapat dipilih untuk memecahkan masalah.
B. Bentuk dan Skenario Tindakan
Gagas pendapat mengenai tindakan apa saja yang dapat memecahkan masalah
yang dihadapi akan menghasilkan banyak alternatif tindakan yang dapat
dipilih.Dosen dan guru perlu membahas bentuk dan macam tindakan (atau
tindakan-tindakan) apa yang kira-kira paling dikehendaki untuk dicoba
dan dilaksanakan dalam kelas. Bentuk dan macam tindakan ini kemudian
dimasukkan dalam judul usulan penelitian yang akan disusun bersama oleh
dosen dan guru.
Tindakan yang dipilih dapat disebutkan sebagai suatu nama tindakan
(misalnya penugasan siswa membaca materi pelajaran 10 menit sebelum
pembelajaran) atau dalam bentuk penggunaan salah satu bentuk media
pembelajaran (misalnya penggunaan peta konsep, penggunaan lingkungan
sekitar sekolah, penggunaan sungai, dan seterusnya), atau dapat pula
dalam bentuk suatu strategi pembelajaran (misalnya strategi pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw atau STAD atau TGT atau GI, strategi
pembelajaran berbasis masalah dan seterusnya). Contoh tindakan untuk
rumusan masalah di atas: problem posing .
Bagaimana tindakan tersebut akan dilaksanakan dalam PTK perlu
direncanakan dengan cermat. Perencanaan pelaksanaan tindakan ini
dituangkan dalam bentuk Rencana Pembelajaran (RP) atau dalam bentuk
Skenario Pembelajaran. Dalam makalah ini dilampirkan (Lampiran 2) contoh
salah satu RP untuk pembelajaran dengan Problem Posing (Chotimah dkk.,
2005).
C. Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Keberhasilan Tindakan
Instrumen yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) haruslah
sejalan dengan prosedur dan langkah PTK. Instrumen untuk mengukur
keberhasilan tindakan dapat dipahami dari dua sisi yaitu sisi proses dan
sisi hal yang diamati.
1. Dari sisi proses
Dari sisi proses (bagan alirnya), instrumen dalam PTK harus dapat
menjangkau masalah yang berkaitan dengan input (kondisi awal), proses
(saat berlangsung), dan output (hasil).
a. Instrumen untuk input
Instrumen untuk input dapat dikembangkan dari hal-hal yang menjadi akar
masalah beserta pendukungnya. Misalnya: akar masalah adalah bekal
awal/prestasi tertentu dari peserta didik yang dianggap kurang. Dalam
hal ini tes bekal awal dapat menjadi instrumen yang tepat. Di samping
itu, mungkin diperlukan pula instrumen pendukung yang mengarah pada
pemberdayaan tindakan yang akan dilakukan, misalnya: format peta kelas
dalam kondisi awal, buku teks dalam kondisi awal, dst.
b. Instrumen untuk proses
Instrumen yang digunakan pada saat proses berlangsung berkaitan erat
dengan tindakan yang dipilih untuk dilakukan. Dalam tahap ini banyak
format yang dapat digunakan. Akan tetapi, format yang digunakan
hendaknya yang sesuai dengan tindakan yang dipilih.
c. Instrumen untuk output
Adapun instrumen untuk output berkaitan erat dengan evaluasi pencapaian
hasil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Misalnya: nilai 75
ditetapkan sebagai ambang batas peningkatan (pada saat dilaksanakan tes
bekal awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian
hasil yang belum sampai pada angka 75 perlu untuk dilakukan tindakan
lagi (ada siklus berikutnya).
2. Dari sisi Hal yang Diamati
Selain dari sisi proses (bagan alir), instrumen dapat pula dipahami dari
sisi hal yang diamati. Dari sisi hal yang diamati, instrumen dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: instrumen untuk mengamati guru
(observing teachers), instrumen untuk mengamati kelas (observing
classroom), dan instrumen untuk mengamati perilaku siswa (observing
students) (Reed dan Bergermann,1992).
a. Pengamatan terhadap Guru (Observing Teachers)
Pengamatan merupakan alat yang terbukti efektif untuk mempelajari
tentang metode dan strategi yang diimplementasikan di kelas, misalnya,
tentang organisasi kelas, respon siswa terhadap lingkungan kelas, dsb.
Salah satu bentuk instrumen pengamatan adalah catatan anekdotal
(anecdotal record).
Catatan anekdotal memfokuskan pada hal-hal spesifik yang terjadi di
dalam kelas atau catatan tentang aktivitas belajar siswa dalam
pembelajaran. Catatan anekdotal mencatat kejadian di dalam kelas secara
informal dalam bentuk naratif. Sejauh mungkin, catatan itu memuat
deskripsi rinci dan lugas peristiwa yang terjadi di kelas. Catatan
anekdotal tidak mempersyaratkan pengamat memperoleh latihan secara
khusus. Suatu catatan anekdotal yang baik setidaknya memiliki empat
ciri, yaitu:
1) pengamat harus mengamati keseluruhan sekuensi peristiwa yang terjadi di kelas,
2) tujuan, batas waktu dan rambu-rambu pengamatan jelas,
3) hasil pengamatan dicatat lengkap dan hati-hati, dan
4) pengamatan harus dilakukan secara objektif.
Beberapa model catatan anekdotal yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain:
a) Catatan Anekdotal Peristiwa dalam Pembelajaran (Anecdotal Record for Observing Instructional Events),
b) Catatan Anecdotal Interaksi Guru-Siswa (Anecdotal Teacher-Student Interaction Form),
c) Catatan Anekdotal Pola Pengelompokan Belajar (Anecdotal Record Form for Grouping Patterns),
d) Pengamatan Terstruktur (Structured Observation),
e) Lembar Pengamatan Model Manajemen Kelas (Checklist for Management Model),
f) Lembar Pengamatan Keterampilan Bertanya (Checklist for Examining Questions),
g) Catatan Anekdotal Aktivitas Pembelajaran (Anecdotal Record of Pre-, Whilst-, and Post-Teaching Activities) ,
h) Catatan Anekdotal Membantu Siswa Berpartisipasi (Checklist for Routine Involving Students), dsb.
b. Pengamatan terhadap Kelas (Observing Classrooms)
Catatan anekdotal dapat dilengkapi sambil melakukan pengamatan terhadap
segala kejadian yang terjadi di kelas. Pengamatan ini sangat bermanfaat
karena dapat mengungkapkan praktik-praktik pembelajaran yang menarik di
kelas. Di samping itu, pengamatan itu dapat menunjukkan strategi yang
digunakan guru dalam menangani kendala dan hambatan pembelajaran yang
terjadi di kelas. Catatan anekdotal kelas meliputi deskripsi tentang
lingkungan fisik kelas, tata letaknya, dan manajemen kelas.
Beberapa model catatan anekdotal kelas yang diusulkan oleh Reed dan
Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain:
a) Format Anekdotal Organisasi Kelas (Form for Anecdotal Record of Classroom Organization),
b) Format Peta Kelas (Form for a Classroom Map),
c) Observasi Kelas Terstruktur (Structured Observation of Classrooms),
d) Format Skala Pengkodean Lingkungan Sosial Kelas (Form for Coding Scale of Classroom Social Environment),
e) Lembar Cek Wawancara Personalia Sekolah (Checklist for School Personnel Interviews),
f) Lembar Cek Kompetensi (Checklist of Competencies), dsb.
c. Pengamatan terhadap Siswa (Observing Students).
Pengamatan terhadap perilaku siswa dapat mengungkapkan berbagai hal yang
menarik. Masing-masing individu siswa dapat diamati secara individual
atau berkelompok sebelum, saat berlangsung, dan sesudah usai
pembelajaran. Perubahan pada setiap individu juga dapat diamati, dalam
kurun waktu tertentu, mulai dari sebelum dilakukan tindakan, saat
tindakan diimplementasikan, dan seusai tindakan.
Beberapa model pengamatan terhadap perilaku siswa diusulkan oleh Reed
dan Bergermann (1992) yang dapat digunakan dalam PTK, antara lain:
a) Tes Diagnostik (Diagnostic Test) ,
b) Catatan Anekdotal Perilaku Siswa (Anecdotal Record for Observing Students),
b) Format Bayangan (Shadowing Form),
c) Kartu Profil Siswa (Profile Card of Students),
d) Carta Deskripsi Profil Siswa (Descriptive Profile Chart),
e) Sistem Koding Partisipasi Siswa (Coding System to Observe Student Participation in Lessons),
f) Inventori Kalimat tak Lengkap (Incomplete Sentence Inventory),
g) Pedoman Wawancara untuk Refleksi (Interview Guide for Reflection),
h) Sosiogram, dsb
Adapun instrumen lain selain catatan anekdotal yang dapat digunakan dalam pengumpulan data PTK dapat berwujud:
(1) Pedoman Pengamatan.
Pengamatan partisipatif dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif
dalam proses pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dapat dilaksanakan
dengan pedoman pengamatan (format, daftar cek), catatan lapangan, jurnal
harian, observasi aktivitas di kelas, penggambaran interaksi dalam
kelas, alat perekam elektronik, atau pemetaan kelas (cf. Mills, 2004:
19). Pengamatan sangat cocok untuk merekam data kualitatif, misalnya
perilaku, aktivitas, dan proses lainnya. Catatan lapangaan sebagai salah
satu wujud dari pengamatan dapat digunakan untuk mencatat data
kualitatif, kasus istimewa, atau untuk melukiskan suatu proses .
(2) Pedoman Wawancara
Untuk memperoleh data dan atau informasi yang lebih rinci dan untuk
melengkapi data hasil observasi, tim peneliti dapat melakukan wawancara
kepada guru, siswa, kepala sekolah dan fasilitator yang berkolaborasi.
Wawancara digunakan untuk mengungkap data yang berkaitan dengan sikap,
pendapat, atau wawasan .
Wawancara dapat dilakukan secara bebas atau terstruktur. Wawancara
hendaknya dapat dilakukan dalam situasi informal, wajar, dan peneliti
berperan sebagai mitra. Wawancara hendaknya dilakukan dengan
mempergunakan pedoman wawancara agar semua informasi dapat diperoleh
secara lengkap. Jika dianggap masih ada informasi yang kurang, dapat
pula dilakukan secara bebas. Guru yang berkolaborasi dapat berperan pula
sebagai pewawancara terhadap siswanya. Namun harus dapat menjaga agar
hasil wawancara memiliki objektivitas yang tinggi.
(3) Angket atau kuesioner
Indikator untuk angket atau kuesioner dikembangkan dari permasalahan yang ingin digali.
(4) Pedoman Pengkajian Data dokumen
Dokumen yang dikaji dapat berupa: daftar hadir, silabus, hasil karya peserta didik, hasil karya guru, arsip, lembar kerja dll.
(5) Tes dan Asesmen Alternatif
Pengambilan data yang berupa informasi mengenai pengetahuan, sikap,
bakat dan lainnya dapat dilakukan dengan tes atau pengukuran bekal awal
atau hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen (cf. Tim PGSM, 1999;
Sumarno, 1997; Mills, 2004).
Instrumen ini dikembangkan pada saat penyusunan usulan penelitian
atau dikembangkan setelah usulan penelitian disetujui untuk didanai dan
dilaksanakan. Keuntungannya bila instrumen dikembangkan pada saat
penyusunan usulan adalah peneliti telah mempersiapkan diri lebih dini
sehingga peneliti dapat lebih cepat mengimplementasikannya di lapangan. Pengukuran keberhasilan tindakan sedapat mungkin telah ditetapkan
caranya sejak awal penelitian, demikian pula kriteria keberhasilan
tindakannya. Keberhasilan tindakan ini disebut sebagai indikator
keberhasilan tindakan. Indikator keberhasilan tindakan biasanya
ditetapkan berdasarkan suatu ukuran standar yang berlaku. Misalnya:
pencapaian penguasaan kompetensi sebesar 75% ditetapkan sebagai ambang
batas ketuntasan belajar (pada saat dilaksanakan tes awal, nilai peserta
didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai
75% diartikan masih perlu dilakukan tindakan lagi (ada siklus
berikutnya).
D. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data Penelitian
Dalam PTK, perhatian lebih kepada kasus daripada sampel. Hal ini
berimplikasi bahwa metodologi yang dipakai lebih dapat diterapkan
terhadap pemahaman situasi problematik daripada atas dasar prediksi di
dalam parameter.
1. Analisis Data Penelitian.
Tahap-tahap analisis data penelitian meliputi:
a. validasi hipotesis dengan menggunakan teknik yang sesuai (saturasi, triangulasi, atau jika memang perlu uji statistik);
b. interpretasi dengan acuan teori, menumbuhkan praktik, atau pendapat guru;
c. tindakan untuk perbaikan lebih lanjut yang juga dimonitor dengan teknik penelitian kelas.
Analisis dilakukan dengan menggunakan hasil pengumpulan informasi yang
telah dilakukan dalam tahap pengumpulan data. Misalnya, dengan memutar
kembali hasil rekaman proses pembelajaran dengan video tape recorder
guru mengamati kegiatan mengajarnya dan membahas masalah-masalah yang
menjadi perhatian penelitian bersama dengan dosen. Pada proses analisis
dibahas apa yang diharapkan terjadi, apa yang kemudian terjadi, mengapa
terjadi tidak seperti yang diharapkan, apa penyebabnya atau ternyata
sudah terjadi seperti yang diharapkan, dan apakah perlu dilakukan
tindaklanjut
2. Validasi hipotesis
Validasi hipotesis adalah diterima atau ditolaknya suatu hipotesis.
Jika di dalam desain penelitian tindakan kelas diajukan hipotesis
tindakan yang merupakan keyakinan terhadap tindakan yang akan dilakukan,
maka perlu dilakukan validasi. Validasi ini dimaksudkan untuk menguji
atau memberikan bukti secara empirik apakah pernyataan keyakinan yang
dirumuskan dalam bentuk hipotesis tindakan itu benar. Validasi hipotesis
tindakan dengan menggunakan tehnik yang sesuai yaitu: saturasi,
triangulasi dan jika perlu dengan uji statistik tetapi bukan
generalisasi atas hasil PTK. Saturasi, apakah tidak ditemukan lagi data
tambahan. Triangulasi, mempertentangkan persepsi seseorang pelaku dalam
situasi tertentu dengan aktor-aktor lain dalam situasi itu, jadi data
atau informasi yang telah diperoleh divalidasi dengan melakukan cek,
recek, dan cek silang dengan pihak terkait untuk memperoleh kesimpulan
yang objektif.
3. Interpretasi Data Penelitian
Interpretasi berarti mengartikan hasil penelitian berdasarkan pemahaman
yang dimiliki peneliti. Hal ini dilakukan dengan acuan teori,
dibandingkan dengan pengalaman, praktik, atau penilaian dan pendapat
guru. Hipotesis tindakan yang telah divalidasi dicocokkan dengan mengacu
pada kriteria, norma, dan nilai yang telah diterima oleh guru dan siswa
yang dikenai tindakan.
4. Penyusunan Laporan Penelitian
Di Bab Hasil dan Pembahasan Penelitian dalam Laporan PTK pada umumnya
peneliti terlebih dulu menyajikan paparan data yang mendeskripsikan
secara ringkas apa saja yang dilakukan peneliti sejak pengamatan awal
(sebelum penelitian) yaitu kondisi awal guru dan siswa diikuti refleksi
awal yang merupakan dasar perencanaan tindakan siklus I, dilanjutkan
dengan paparan mengenai pelaksanaan tindakan, hasil observasi kegiatan
guru, observasi situasi dan kondisi kelas dan hasil observasi kegiatan
siswa. Paparan data itu kemudian diringkas dalam bentuk temuan
penelitian yang berisi pokok-pokok hasil observasi dan evaluasi yang
disarikan dari paparan data.
Berikutnya berdasarkan temuan data dilakukan refleksi hasil tindakan
siklus 1 yang dijadikan dasar untuk merencanakan tindakan untuk siklus
ke 2. Di sini dapat dibandingkan hasil siklus 1 dengan indikator
keberhasilan tindakan siklus 1 yang telah ditetapkan berdasarkan
refleksi awal.
Paparan data siklus dua juga lengkap mulai perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan evaluasi. Ringkasan paparan data dicantumkan dalam bentuk
temuan penelitian. Temuan ini menjadi dasar refleksi tindakan siklus ke
2, termasuk apakah perlu dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan untuk
siklus ke 3. Peneliti dapat membandingkan hasil siklus 2 ini dengan
indikator keberhasilan tindakan siklus 2 yang telah ditetapkan
berdasarkan hasil refleksi tindakan siklus ke 1.
Jadi prosedur analisis dan interpretasi data penelitian dilaksanakan
secara deskriptif kualitatif dengan meringkas data (reduksi data),
saturasi dan triangulasi.
E. Penutup
PTK merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
dan keprofesionalan guru maupun dosen. Dalam pelaksanaannya dosen dan
guru perlu melakukan segala langkah penelitian ini secara bersama-sama
(kolaboratif) dari awal hingga akhir. Ciri khas penelitian ini ialah
adanya masalah pembelajaran dan tindakan untuk memecahkan masalah ini.
Penelitian tindakan sebenarnya dapat dilakukan oleh guru atau dosen
sendiri-sendiri atau seperti dalam pelatihan ini, guru dan dosen dapat
saling berkolaborasi. Tahapan penelitian dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan tindakan dan evaluasi refleksi yang dapat diulang sebagai
siklus. Refleksi merupakan pemaknaan dari hasil tindakan yang dilakukan
dalam rangka memecahkan masalah. Disarankan guru dan dosen dapat secara
kolaboratif melakukan tindakan kelas ini untuk peningkatan
keprofesionalannya.
Proposal usulan penelitian tindakan kelas perlu dibuat sebagai pedoman
(tuntunan) dalam melaksanakan penelitian. Dalam penyusunan usulan yang
sesungguhnya guru peneliti harus berusaha memenuhi ketentuan, kriteria
atau standar yang ditetapkan oleh sponsor atau lembaga pemberi dana.
Saran lainnya ialah banyak membaca laporan penelitian, artikel dan
sumber-sumber mengenai penelitian tindakan kelas.
Di hadapan para bapak ibu dosen yang hadir dalam pelatihan kali ini saya
sampaikan harapan masa depan saya mengenai PTK ini yaitu agar makin
banyak guru maupun dosen sains seluruh Indonesia yang melaksanakan PTK.
Keinginan lainnya adalah agar dalam pelaksanaan PTK itu dosen dan guru
tidak hanya sekedar melaksanakan, tapi juga mengkomunikasikan hasilnya
kepada rekan-rekan guru dan dosen lain melalui media komunikasi
(majalah) yang sudah ada sekarang. Saya pikir kita juga sudah punya
organisasi profesi sehingga pertemuan periodik antar guru dan dosen
untuk pengembangan profesi dapat direncanakan dan dilaksanakan secara
lebih terjadwal. Melalui pertemuan ilmiah dan majalah ilmiah itu antara
para guru dan dosen bidang studi diharapkan dapat terjadi saling tukar
informasi, pengalaman, dan pemikiran untuk peningkatan keprofesionalan
guru dan dosen.
Akhir kata, saya ingatkan kembali bahwa profesi guru dan dosen adalah
profesi yang memerlukan pengembangan terus-menerus, karenanya setiap
guru dan dosen harus selalu siap, mau, dan mampu untuk membelajarkan
dirinya sepanjang hayat agar dapat lebih mampu membelajarkan anak
didiknya. PTK merupakan salah satu sarana belajar sepanjang hayat yang
penting yang perlu dikuasai oleh setiap guru dan dosen yang mau
mengembangkan keprofesionalannya.
Daftar Rujukan
- Chotimah, Husnul, dkk. 2005. “Laporan Koordinator Bidang Studi Biologi Semester II Tahun Pelajaran 2004-2005”. Malang: Yayasan Pendidikan Universitas Negeri Malang: SMA Laboratorium UM.
- Depdikbud. 1999. Bahan Pelatihan Penelitian Tindakan. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikdasmen, Dikmenum.
- Mills, Geoffrey. 2003. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher. New Jersey: Prentice Hall.
- Reed, A. J. S. & Bergermann, V.E. 1992. A Guide to Observation and Participation: In the Classroom. Connecticut: The Dushkin Publishing Group, Inc.
- Stringer, Ernie. 2004. Action Research in Education. Columbus: Pearson, Menvi Prentice Hall.
- Tim Biologi SMA Lab UM. 2005. “Jurnal Belajar Biologi Kelas X”. Malang: Yayasan Pendidikan Universitas Negeri Malang.
- Tim PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Bahan Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek PGSM, Dikti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar