Oleh : Ahmad Kurnia,
SPd,MM
ahmadkurnia@gmail.com
Abstraksi
Banyaknya
Peneliti yang cenderung menngunakan penelitian kualitatif sebagai hal yang
tidak bisa tergantikan karena dianggap sebagai suatu kiblat atau ideology dalam
khasanah penelitian. Padahal penelitian
memiliki dua pilihan yang saling mengisi yaitu penelitian kuantitatif dan
kualitatif sebagai suatu pilihan dan sebagai Kebebasan berekspresi tersebut
tampaknya memunculkan pedang bermata dua: pada satu sisi tampak kebebasan tidak
memungkinkan lahirnya karya karya penelitian kualitatif literasi yang menyatakan kedalaman pengalaman individual dan
literatur, pada sisi lainnya kebebasan untuk menentukan analisa kuantitatif itu
juga memerangkap kemutlakan akan parameter yang bersifat exact dan dianggap
mutlak kebenaran penelitiannya, penentuan jenis penelitian mutlak dan
menganggap paling relevan dari segi keilmuan ini akan melahirkan dikhotomi
dikalangan peneliti yang kadangkala terjebak pada satu ideologi yang hedonis.
Dalam
penelitian ini penulis ingin meninjau idologi dikhotomi dalam penentuan jenis
analisa penelitian kualitatif yang menjadi acuan di jurusan bahasa tersebut
dipandang dari persfektif ideologis,
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menginterpretasi,
mengekplanasi dan mengkonstruksi keyakinan
ideologis peneliti yang berkecenderungan
menetapkan penelitian kualitatif dan menolak penelitian kuantitatif sebagai
pilihan. Adapun tekhnik pengumpulan data yaitu lewat studi pustaka, studi dokumentasi
dan wawancara (dept interview).
Dikhotomi dalam pengunaan metode penelitian
yang terwujud dalam ideology peneliti yang kemudian mencoba memunculkan
alternative pilihan lain tentang makna atau simbol-simbol tektual tertentu dari
suatu yang ternyata sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan perkembangan
paradigma peneliti sebelumnya. pertentangan terhadap dominasi penggunaan
penelitian kualitatif juga yang membuat para peneliti penganut paham
kuantitatif ingin dikonstruksi secara
ilmiah yang layak menerima perimbangan tanpa adanya perbedaan dalam pilihan
metodologi. Dalam persfektif tertentu dari ideologi para peneliti, meskipun ada
beberapa hal yang memiliki kemiripan,
tapi diharapkan para peneliti bisa menghilangkan dikhotomi tersebut.
A. Pendahuluan
Analisa
kualitatif seringkali menjadi bahan perbincangan dikalangan para peneliti,
siapa yang paling capable antara
penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Bahkan ada pertanyaan
berkesan meragukan, apakah penelitian kualitatif itu benar-benar ilmiah?.
Sebagian
ahli masih mempertentangkan antara
penelitian kualitatif dan kuantitatif sebagai suatu dikhotomi dalam penelitian dengan
berbagai kendala sosial dan psikologis dari para peneliti terutama berdasarkan
kebiasaan penelitian dikampus masing-masing. Termasuk penelitian bahasa ada
kecenderungan lebih menikmati menggunakan penelitian kualitatif dengan analisa
literatur yang berkesan sederhana, praktis dan bisa membuka keran asumsi
literature seluas mungkin yang tidak bisa dikupas melalui angka-angka
penelitian yang sifatnya bisa direkayasa dan di mark-up oleh para peneliti.
antara kedua metode penelitian ini sering
timbul perdebatan di seputar masalah metodologi penelitian. Masing-masing aliran berusaha mempertahankan kekuatan metodenya. Salah satu argumen yang dikedepankan oleh metode penelitian kualitatif
adalah keunikan manusia atau gejala sosial yang tidak dapat dianalisa dengan
metode yang dipinjam dari ilmu eksakta. Sementara ada anggapan kalau penelitian
kuantitatif lebih rumit dan terlalu exact dengan bermacam rumus statistik,
sehingga penelitian kuantitatif di program bahasa mengalami kesulitan secara
psikologis yang tertanam mulai dari mahasiswa yang sedang menyusun skripsi yang
sebelumnya tidak begitu menyukai matematik, bahkan dosen bahasa itu sendiri
lebih familiar kalau penelitian secara kualitatif karena lebih luas dan dinamis
dalam menganalitis, serta kemungkinan pengalaman penelitian sebelumnya sangat
berperan dari dosen untuk menggunakan penelitian dan
Kuatnya
content literatur dalam Penelitian bahasa sehingga ada kecenderungan
bersinkronisasi dengan penelitian kualitatif yang lebih terfokus pada analisa
teoritis yang bersifat deskriptif dalam mengungkapkan nilai, asumsi-asumsi dan
fenomena dalam bahasa yang di interpretasikan dan dikaji dengan menggunakan
literatur. Interpretasi berkaitan dengan pemaknaan suatu analog teks supaya
membuat jelas, membuat sesuatu memiliki makna sesuatu objek studi bahasa dalam
hal hal ini diharapkan agar dikhotomi pengunaan metode penelitian bukan hal
baku tapi bisa lebih variatif dan lebih memperkaya kebermaknaan suatu
penelitian bahasa yang komunikatif, dinamis dan senantiasa fenomenal.
Interpretasi
hermeneutka dicoba penulis untuk memaknakan secara dialektika antara pemahaman
teks secara menyeluruh dan interpretasi bagian-bagiannya yang dideskripsinya
diharapkan membawa makna dengan dibimbing
oleh penjelasan yang diperkirakan atas dasar konteks apa yang telah
dilakukan oleh penelitian bahasa, oleh karena intepretasi menurut Prof.Dr.Lexy
Moleong merupakan kerangka berpikir yang memperjelas pengertian tersembunyi
menjadi suatu makna yang jelas.[1]
Dari
sudut lain, dilihat dari para peneliti kuantitatif terdapat kesalahan pemahaman
di dalam masyarakat
bahwa yang dinamakan kegiatan penelitian adalah penelitian yang
bercorak survei dan penelitian yang benar jika menggunakan sebuah daftar pertanyaan dan
datanya dianalisa dengan menggunakan teknik statistik. Pemahaman ini berkembang
karena kuatnya pengaruh aliran positivistik[2] dengan metode
penelitian kuantitatif.
Padahal Inti dasar dari penelitian yang bisa dijadikan acuan ataupun bisa
juga dijadikan sebagai pilihan, yaitu ada dua kelompok
metode penelitian dalam ilmu sosial dan bahasa yakni metode penelitian kuantitatif dan metode
penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif menekankan pada metode penelitian observasi
di lapangan dan datanya dianalisa dengan cara non-statistik meskipun tidak
selalu harus menabukan penggunaan angka. Penelitian kualitatif lebih menekankan
pada penggunaan diri si peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu mengungkap
gejala sosial di lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi inderawinya. Dengan
demikian, peneliti harus dapat diterima oleh responden dan lingkungannya agar
mampu mengungkap data yang tersembunyi melalui bahasa tutur, bahasa tubuh,
perilaku maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang dalam dunia dan lingkungan
responden.
Namun
apabila kita telusuri sebagaimana diungkapkan oleh Bogdan dan Biklen
(1982:3) kutipan dari lexy J. Moleong
bahwa ada beberapa kesamaan penelitian kualitatif dengan penelitian naturalistik
atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik, perspektif kedalam,
etnometodologi. The Chicago scholl, fenomenologis, studi kasus, interpretative,
ekologis dan deskriptif[3]. Semua adalah pilihan yang
penting dikhotomi antara penelitian kuantitatif dan kualitatif ini dapat
melemahkan kekuatan sebuah penelitian. Sehingga hilangnya dikhotomi akan lebih
memperkaya dan memperkuat berbagai analisa penelitian bahasa yang lebih
universal cakupannya dimana mahasiswa bisa melaksanakan penelitian sesuai
dengan pilihannya baik kualitatif maupun kuantitatif.
Paradigma
ini telah berubah diatara dua jurusan yaitu jurusan bahasa Inggeris dan bahasa
Jepang di STBA JIA berdasarkan pengamatan penulis yang sekaligus dosen
Metodologi riset dari kegiatan penelitian tugas akhir mahasiswa
sudah mencoba menggunakan pilihannya dalam penelitian bahasa baik pengunaan
penelitian kuantitatif dengan analisa stsistik yang masih dianggap rumit dan sulit
maupun secara permanen hanya menggunakan analisa kualitatif karena dianggap
lebih dinamis dan lebih mudah menginterpretasikan masalah dalam bahasa.
Dari
hasil pengamatan kendala itu terjadi ketika
para dosen mulai melanjutkan kuliah ke jenjang pasca sarjana dengan
tesis dan disertasi yang sudah mulai mengharuskan pengunaan analisa kuantitatif
dengan dasar statistic yang dijadikan sebagai acuan penelitiannya, sehingga
para dosen pembimbing sudah mulai memperkenalkan penelitian kuantitatif ini
dalam tugas akhir mahasiswa.
Seiring
dinamika bahasa dengan perkembangan teknologi computer maka semakin dikenalnya
penelitian kuantitatif melalui program SPSS[4] selain program sejenis
seperti Lisrel, Amos, Minitab, Systat, Ecostat, statgraph, SAS, SPS, dll yang
dirasakan jauh lebih mudah, peneliti hanya harus memahami prisnsip-prinsip statistic saja dibandingkan
dengan metode analisa statistic secara manual dan memberikan perubahan persepsi
kalau Statistik sebagai dasar penelitian kuantittaif tidak sesulit secara manual
dengan adanya SPSS ini.
B. Metodologi
penelitian kualitatif dan kuantitatif
Metode
adalah cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data yang
diperlukan. Menurut Bogdan dan Taylor, metodologi adalah suatu proses, prinsip,
dan prosedur yang kita gunakan, untuk mendekati problem dan mencari jawaban.
Dan sebenarnya metodologi dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoretis yang
kita gunakan untuk melakukan penelitian, sementara perspektif teoretis itu
sendiri adalah suatu kerangka penjelasan atau interpretasi yang memungkinkan
peneliti memahami data dan menghubungkan data yang rumit dengan peristiwa dan
situasi lain [5].
Seperti
teori, metodologi juga diukur berdasarkan kemanfaatannya, dan tidak bisa
dinilai apakah suatu metode benar atau salah. Untuk menelaah hasil penelitian
secara benar, kita tidak cukup sekadar melihat apa yang ditemukan peneliti,
tetapi juga bagaimana peneliti sampai pada temuannya berdasarkan kelebihan dan
keterbatasan metode yang digunakannya.
Adapun
pengertian dari metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam
penelitian (Mulyana, 2001:146). Sebagian orang menganggap bahwa metode
penelitian terdiri dari berbagai teknik penelitian, dan sebagian lagi
menyamakan metode penelitian dengan teknik penelitian. Tetapi yang jelas,
metode atau teknik penelitian apa pun yang kita gunakan, baik kuantitatif
ataupun kualitatif, haruslah sesuai dengan kerangka teoretis yang kita
asumsikan.
Banyak alasan ketika penulis harus
menggunakan metodologi penelitian kualitatif untuk penelitian bahasa sebagai sebuah pendekatan. Salah satu aspek terpenting dari pendekatan ini
adalah lebih mementingkan proses, yaitu sebuah keniscayaan dari komunikasi
sebagai suatu proses yang diterima dari luar.
Lalu metode kualitatif juga mempermudah untuk berhadapan dengan
kenyataan ganda, dan metode ini menyajikan secara langsung hakikat
hubungan antara peneliti dan responden
dan selanjutnya kualitatif lebih peka
dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh
bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Oleh sebab itu, diharapkan
dapat menganalisis lebih mendalam dan
menginterpretasikan kondisi atau hubungan yang ada, proses yang sedang
berlangsung, akibat yang sedang terjadi atau fenomena yang sedang berkembang.
Penelitian dilakukan dengan menganalisis dan menginterpretasikan data yang tersedia. Pada dasarnya penelitian
ini meletakkan penekanan pada subyektifitas untuk melakukan interpretasi
terhadap suatu persoalan yang dikajinya.
Seperti yang ditegaskan Deddy
Mulyana dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif, penelitian ini mencari
respon subyektif individual. Hasil penelitian
dari metodologi penelitian kualitatif selalu terbuka untuk persoalan baru. Ini
sesuai dengan pandangan subyektif mengenai realitas sosial bahwa: fenomena
sosial senantiasa bersifat sementara, bahkan bersifat polisemik (multimakna),
dan tetap diasumsikan demikian hingga terjadi negosiasi berikutnya untuk
menetapkan status realitas tersebut.
Lalu Denzim dan Lincoln (1987) mendefinisikan penelitian kualitatif yakni
penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode
yang ada. Dan bersifat multimetoda, dalam fokusnya menggunakan
pendekatan naturalistik interpretatif kepada subyek yang diteliti (Rakhmat,
2004:4). Menurut Miles dan Huberman, penelitian kualitatif berusaha menelaah
secara intensif kehidupan sehari-hari, selain itu juga bersifat holistik,
berujung pada Verstehen
(pemahaman), menghasilkan tema dan pernyataan dalam bentuknya yang asli, dan
menjelaskan cara pandang orang dalam setting
tertentu, mengungkapkan berbagai penafsiran, dengan instrumentasi yang tidak
baku, juga menganalisis dalam bentuk kata (Rakhmat, 2004:2).
Penulis juga menyadari bahwa apapun metodologinya tetap
memiliki keterbatasan, seperti yang dinyatakan Dedy Mulyana bahwa Suatu
persepektif bersifat terbatas, dan mengandung bias, karena hanya memungkinkan
manusia melihat satu sisi saja dari realitas “di luar sana”[6]. Dengan kata
lain, tidak ada perspektif yang memungkinkan manusia dapat melihat semua aspek
realitas secara simultan.
Dengan demikian penelitian kualitatif dengan
menggunakan konsep cara kerja ideologi pun dapat mengalami pembiasan. Karena
bagaimanapun suatu persepektif tak bisa lepas dari suatu tendensi, maksud,
tujuan dan sebagainya. Dalam penelitian ini, yang menjadikan cara kerja
ideologi seperti yang akan dibahas penulis yakni sebagai peran utama tak
terkecuali mengalami pembiasan ketika meneliti suatu fenomena ilmiah, biasanya
seorang peneliti menggunakan suatu perspektif yang ia anggap secara akurat
menjelaskan fenomena yang ia teliti. Tentu saja dalam dunia keilmuan,
penjelasan yang akurat merupakan tujuan dari suatu perspektif yang baik.
Perspektif yang baik mengambarkan realitas secara jelas, dan membantu kita
menemukan kebenaran.
Namun kebenaran itu
berada di luar manusia, dengan suatu perspektif, realitas itu tidak pernah
benar-benar hadir sempurna pada manusia. Sehingga dalam penelitian ini
perspektif ini hanyalah mendekatkan pada kenyataan bukan pada kenyataan
sebenarnya. Mengutip Stuart Hall, kenyataan atau kebenaran itu merupakan
representasi dari teks-teks yang kita baca, pelajari kemudian kita terjemahkan
dan tafsirkan lagi. Bahwa kenyataan mengandung distorsi atau dalam bahasa Dedy
Mulyana kenyataan itu mengandung bias.
Namun
pemilihan penelitian kualitatif dengan paradigma atau metodologi cara kerja
ideologi menyediakan beberapa “kemudahan” yang signifikan dalam penelitian bahasa
ini. Sebagai peneliti penulis lebih dimudahkan untuk memahami realitas-realitas
ganda dalam proses penelitian, adanya interaksi yang intim antara peneliti dan
diteliti, subyek penelitian juga merespon sistematika penelitian yang disusun,
dan sebagainya.
C. Dikhotomi Penelitian kuantitatif dan kualitatif
Rangkaian mata kuliah
metodologi dalam kurikulum bahasa di pelbagai universitas umumnya dipisahkan
menjadi metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif.
Implikasi negative dikotomi itu muncul kecenderungan penilaian bahwa perbedaan
di antara keduanya bukan lagi sekedar perbedaan metode, melainkan paradigmatik
(yang mencakup epistemologi, ontologi, aksiologi dan metodologi) seolah
penelitian kuantitatif dan kualitatif dua paradigma yang mutually exclusive.
Awalnya
Dikotomi merupakan suatu
konsep teologis yang menyatakan bahwa diri manusia dapat dibedakan dalam dua
aspek, yakni jiwa yang bersifat rohani dan tubuh yang bersifat jasmani.
Pandangan seperti ini diklaim memiliki dasar dari Alkitab. Konsep dikotomi
berbeda dengan dualisme
yang juga memisahkan antara tubuh dan jiwa manusia.
Di dalam konsep dualisme, tubuh
dianggap lebih rendah dari jiwa, bahkan tubuh dipandang jahat. Sedangkan dalam
konsep dikotomi, tidak ada anggapan bahwa tubuh adalah jahat atau lebih rendah,
kendati tubuh tidaklah abadi seperti jiwa. Dualisme adalah konsep
filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan
antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas
non-fisik.[7]
Gagasan tentang dualisme jiwa dan raga
berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan
spekulasi tantang eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan
Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa "kecerdasan"
seseorang (bagian dari pikiran atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau
dijelaskan dengan fisik.
Versi dari dualisme yang dikenal
secara umum diterapkan oleh René Descartes (1641),
yang berpendapat bahwa pikiran adalah substansi nonfisik. Descartes adalah yang
pertama kali mengidentifikasi dengan jelas pikiran dengan kesadaran dan membedakannya dengan otak, sebagai
tempat kecerdasan. Sehingga, dia adalah yang pertama merumuskan permasalahan
jiwa-raga dalam bentuknya yang ada sekarang. [8]Dualisme
bertentangan dengan berbagai jenis monisme, termasuk fisikalisme dan fenomenalisme.
Substansi dualisme bertentangan dengan semua jenis materialisme, tetapi dualisme properti
dapat dianggap sejenis materilasme emergent
sehingga akan hanya bertentangan dengan materialisme non-emergent.[9]
Menurut
Strauss dan Corbin (1997: 11-13), yang dimaksud dengan penelitian
kualitatif adalah jenis penelitian
yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan
menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi
(pengukuran). [10]
Istilah
penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miler (1986: 9) pada mulanya
bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan
kuantitatif. Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri
tertentu. Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui
apa yang menjadi ciri sesuatu itu.
Untuk
itu pengamat pengamat mulai mencatat atau menghitung dari satu, dua, tiga dan
seterusnya. Berdasarkan pertimbangan dangkal demikian, kemudian peneliti
menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup setiap penelitian yang
didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata dan perhitungan statistik
lainnya. Dengan kata lain, penelitian kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan
atau angka atau kuantitas.
Di
pihak lain kualitas menunjuk pada segi alamiah yang dipertentangkan dengan
kuantum atau jumlah tersebut. Atas dasar pertimbangan itulah maka kemudian
penelitian kualitatif tampaknya diartikan sebagai penelitian yang
tidakmengadakan perhitungan. Pemahaman yang demikian tidak selamanya benar,
karena dalam perkembangannya ada juga penelitian kualitatif yang memerlukan
bantuan angka-angka seperti untuk mendeskripsikan suatu fenomena maupun gejala
yang diteliti.
Dalam perkembangan lebih lanjut ada sejumlah nama yang
digunakan para ahli tentang metodologi penelitian kualitatif (Noeng Muhadjir.
2000: 17) seperti : interpretif grounded research, ethnometodologi, paradigma
naturalistik, interaksi simbolik, semiotik, heuristik, hermeneutik, atau
holistik, yang kesemuanya itu tercakup dalam klasifikasi metodologi penelitian
postpositivisme phenomenologik interpretif. Berdasarkan beragam istilah maupun
makna kualitatif, dalam dunia penelitian istilah penelitian kualitatif
setidak-tidaknya memiliki dua makna, yakni makna aspek filosofi penelitian dan makna dari
aspek desain penelitian.
Penelitian kualitatif juga disebut dengan: interpretive
research, naturalistic research, phenomenological research (meskipun ini
disebut sebagai jenis dari penelitian kualitaif yang dipakai penelitian
deskriptif).
b). Perbedaan Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif
b). Perbedaan Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif
Penelitian untuk membuktikan atau menemukan sebuah
kebenaran dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu kantitatif maupun kualitatif.
Kebenaran yang di peroleh dari dua pendekatan tersebut memiliki ukuran dan
sifat yang berbeda.
Pendekatan kuantitatif lebih menitik beratkan pada frekwensi tinggi sedangkan pada pendekatan kualitatif lebih menekankan pada esensi dari fenomena yang diteliti. Kebenaran dari hasil analisis penelitian kuantitatif bersifat nomothetik dan dapat digeneralisasi sedangkan hasil analisis penelitian kualitatif lebih bersifat ideographik, tidak dapat digeneralisasi.
Hasil analisis penelitian kualitatif naturalistik lebih bersifat membangun, mengembangkan maupun menemukan terori-teori sosial sedangkan hasil analisis kuantitatif cenderung membuktikan maupun memperkuat teori-teori yang sudah ada. Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.
Pendekatan kuantitatif lebih menitik beratkan pada frekwensi tinggi sedangkan pada pendekatan kualitatif lebih menekankan pada esensi dari fenomena yang diteliti. Kebenaran dari hasil analisis penelitian kuantitatif bersifat nomothetik dan dapat digeneralisasi sedangkan hasil analisis penelitian kualitatif lebih bersifat ideographik, tidak dapat digeneralisasi.
Hasil analisis penelitian kualitatif naturalistik lebih bersifat membangun, mengembangkan maupun menemukan terori-teori sosial sedangkan hasil analisis kuantitatif cenderung membuktikan maupun memperkuat teori-teori yang sudah ada. Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.
Sedang menurut Bogdan dan Taylor (1992: 21-22)
menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yng menghasilkan data deskriptif berupa
ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.[11] Pendekatan kualitatif
diharapkan mampu menghasil kan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan,
dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat,
dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji
dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.
Penelitian
kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap
kenyataan sosial dari perpektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan
terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan
sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian
ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang
kenyataan-kenyataan[12] (Hadjar, 1996 dalam
Basrowi dan Sukidin, 2002: 2)
Metode
Kuantitatif menggunakan angka-angka dan data staistik, seperti: experiments,
correlational studies using surveys & standardized observational protocols,
simulations, supportive materials for case study. Yang biasanya ditandai
dengan: 1. Observe events, 2. Tabulate, 3. Summarize data, 4. Analyze, 5. Draw
conclusions Sedangkan kualitatif
menggunakan deskripsi dan kategori dalam wujud kata-kata, seperti: open-ended
interviews, naturalistic observation (common in anthropology), document
analysis, case studies/life histories, descriptive dan self-reflective
supplements to experiments serta correlational studies.
Dengan
ciri-ciri umum:
1. Observe events (ask questions with open-ended answers)
2. Record/log what is said and/or done
3. Interpret (personal reactions, hypotheses, monitor methods)
4. Return to observe
5. Formal theorizing (speculations and hypotheses)
6. Draw conclusions
1. Observe events (ask questions with open-ended answers)
2. Record/log what is said and/or done
3. Interpret (personal reactions, hypotheses, monitor methods)
4. Return to observe
5. Formal theorizing (speculations and hypotheses)
6. Draw conclusions
Tiga
proses yang dipakai
1. Detail tapi open-ended interviews
2. Observasi langsung
3. Menulis dokumen (dengan kata bukan angka)
1. Detail tapi open-ended interviews
2. Observasi langsung
3. Menulis dokumen (dengan kata bukan angka)
Ditinjau
dari sisi kemudahan
1. kuantitatif, cukup dengan menggunakan software statistik tertentu lewat media komputer (meski harus tetap mengetahui proses statistik).
2. Kualitatif, menganalisis konsep-konsep (bukan hanya satu prosedur)
3. Kualitatif menggunakan banyak buku sebagai sumber analisa.
4. Kuantitatif, cukup dengan mempelajari 2-3 artikel.
1. kuantitatif, cukup dengan menggunakan software statistik tertentu lewat media komputer (meski harus tetap mengetahui proses statistik).
2. Kualitatif, menganalisis konsep-konsep (bukan hanya satu prosedur)
3. Kualitatif menggunakan banyak buku sebagai sumber analisa.
4. Kuantitatif, cukup dengan mempelajari 2-3 artikel.
Penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang bersifat ilmiah dan juga sistematis
sebagaimana penelitian kuantitatif sekalipun dalam pemilihan sample tidak
seketat dan serumit penelitian kuantitatif.
Dalam
memilih sample penelitian kualitatif menggunakan teknik non probabilitas, yaitu
suatu teknik pengambilan sample yang tidak didasarkan pada rumusan statistik
tetapi lebih pada pertimbangan subyektif peneliti dengan didasarkan pada
jangkauan dan kedalaman masalah yang ditelitinya. Lebih lanjut pada penelitian
kualitatif tidak ditujukan untuk menarik kesimpulan suatu populasi melainkan
untuk mempelajari karakteristik yang diteliti, baik itu orang ataupun kelompok
sehingga keberlakukan hasil penelitian tersebut hanya untuk orang atau kelompok
yang sedang diteliti tersebut.
Kebutuhan
pemahaman yang benar dalam menggunakan pendekatan, metode ataupun teknik untuk
melakukan penelitian merupakan hal yang penting agar dapat dicapai hasil yang
akurat dan sesuai dengan tujuan penelitian yang sudah ditentukan sebelumnya.
Perbedaan pendekatan kualitatif dan kuantitatif yaitu:
1.
Konsep yang berhubungan dengan pendekatan
Pendekatan
kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu
(dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif, lebih lanjut, mementingkan pada
proses dibandingkan dengan hasil akhir; oleh karena itu urut-urutan kegiatan
dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang
ditemukan. Tujuan penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
praktis.
Pendekatan
kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan
variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi
variable masing-masing. Reliabilitas dan validitas merupakan syarat mutlak yang
harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini karena kedua elemen tersebut
akan menentukan kualitas hasil penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi
penggunaan model penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian kuantitatif
memerlukan adanya hipotesa dan pengujiannya yang kemudian akan menentukan
tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula
statistik yang akan digunakan. Juga, pendekatan ini lebih memberikan makna
dalam hubungannya dengan penafsiran angka statistik bukan makna secara
kebahasaan dan kulturalnya.
Berdasarkan
referensi dari Chaedar Alwasilah dalam bukunya Pokoknya Kualitatif yang
menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, ada beberapa ciri-ciri yang
membedakan dengan penelitian jenis lainnya. Berikut penulis akan coba uraikan
secara singkat ciri-ciri kualitatif tersebut, antara lain:
a) Pemahaman makna
Makna disini merujuk pada kognisi, afeksi, intensi, dan
apa saja yang terpayungi dengan istilah “perspektif partisipan” (participant’s perspectives).
b) Pemahaman konteks tertentu
Dalam perilaku kualitatif perilaku responden dilihat
dalam konteks tertentu dan pengaruh konteks terhadap tingkah laku itu.
c) Kemunculan teori berbasis data
Teori yang sudah jadi atau pesanan, atau a priori tidaklah mengesankan kaum
naturalis, karena teori-teori ini akan kewalahan jika disergap oleh informasi,
kejadian, suasana, dan pengaruh baru dalam konteks baru.
d) Pemahaman proses
Para peneliti naturalis berupaya untuk lebih memahami
proses (daripada produk) kejadian atau kegiatan yang diamati.
e) Penjelasan sababiyah (casual explanation)
Dalam paradigma kualitatif yang dipertanyakan adalah
sejauh mana X memainkan peran sehingga menyebabkan Y? Jadi yang dicari adalah
sejauh mana kejadian-kejadian itu berhubungan satu sama lain dalam kerangka
penjelasan sababiyah lokal (Alwasilah,
2003: 107-110).
2. Dasar Teori
Jika kita
menggunakan pendekatan kualitatif, maka dasar teori sebagai pijakan ialah
adanya interaksi simbolik dari suatu gejala dengan gejala lain yang ditafsir
berdasarkan pada budaya yang bersangkutan dengan cara mencari makna semantis
universal dari gejala yang sedang diteliti. Pada mulanya teori-teori kualitatif
muncul dari penelitian-penelitian antropologi , etnologi, serta aliran
fenomenologi dan aliran idealisme. Karena teori-teori ini bersifat umum dan
terbuka maka ilmu social lainnya mengadopsi sebagai sarana penelitiannya.
Lain halnya dengan pendekatan kuantitatif,
pendekatan ini berpijak pada apa yang disebut dengan fungsionalisme struktural,
realisme, positivisme, behaviourisme dan empirisme yang intinya menekankan pada
hal-hal yang bersifat kongkrit, uji empiris dan fakta-fakta yang nyata.
3. Tujuan
Tujuan utama penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif ialah mengembangkan pengertian, konsep-konsep, yang pada akhirnya menjadi teori, tahap ini dikenal sebagai “grounded theory research”.
Sebaliknya pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menguji teori, membangun fakta, menunjukkan hubungan antar variable, memberikan deskripsi statistik, menaksir dan meramalkan hasilnya.
4. Desain
Melihat sifatnya, pendekatan kualitatif desainnya bersifat umum, dan berubah-ubah / berkembang sesuai dengan situasi di lapangan. Kesimpulannya, desain hanya digunakan sebagai asumsi untuk melakukan penelitan, oleh karena itu desain harus bersifat fleksibel dan terbuka.
Lain halnya dengan desain penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, desainnya harus terstruktur, baku, formal dan dirancang sematang mungkin sebelumnya. Desainnya bersifat spesifik dan detil karena desain merupakan suatu rancangan penelitian yang akan dilaksanakan sebenarnya. Oleh karena itu, jika desainnya salah, hasilnya akan menyesatkan. Contoh desain kuantitatif: ex post facto dan desain experimental yang mencakup diantaranya one short case study, one group pretest, posttest design, Solomon four group design dll.nya.
5. Data
Pada pendekatan kualitatif, data bersifat deskriptif, maksudnya data dapat berupa gejala-gejala yang dikategorikan ataupun dalam bentuk lainnya, seperti foto, dokumen, artefak dan catatan-catatan lapangan pada jsaat penelitian dilakukan.
Sebaliknya penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif datanya bersifat kuantitatif / angka-angka statistik ataupun koding-koding yang dapat dikuantifikasi. Data tersebut berbentuk variable-variajbel dan operasionalisasinya dengan skala ukuran tertentu, misalnya skala nominal, ordinal, interval dan ratio.
6. Sampel
Sampel kecil merupakan ciri pendekatan kualitatif karena pada pendekatan kualitatif penekanan pemilihan sample didasarkan pada kualitasnya bukan jumlahnya. Oleh karena itu, ketepatan dalam memilih sample merupakan salah satu kunci keberhasilan utama untuk menghasilkan penelitian yang baik. Sampel juga dipandang sebagai sample teoritis dan tidak representatif
Sedang pada pendekatan kuantitatif, jumlah sample besar, karena aturan statistik mengatakan bahwa semakin sample besar akan semakin merepresentasikan kondisi riil. Karena pada umumnya pendekatan kuantitatif membutuhkan sample yang besar, maka stratafikasi sample diperlukan . Sampel biasanya diseleksi secara random. Dalam melakukan penelitian, bila perlu diadakan kelompok pengontrol untuk pembanding sample yang sedang diteliti. Ciri lain ialah penentuan jenis variable yang akan diteliti, contoh, penentuan variable yang mana yang ditentukan sebagai variable bebas, variable tergantung, varaibel moderat, variable antara, dan varaibel kontrol. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat melakukan pengontrolan terhadap variable pengganggu.
7. Teknik
Jika peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, maka yang bersangkutan kan menggunakan teknik observasi terlibat langsung atau riset partisipatori, seperti yang dilakukan oleh para peneliti bidang antropologi dan etnologi sehingga peneliti terlibat langsung atau berbaur dengan yang diteliti. Dalam praktiknya, peneliti akan melakukan review terhadap berbagai dokumen, foto-foto dan artefak yang ada. Interview yang digunakan ialah interview terbuka, terstruktur atau tidak terstruktur dan tertutup terstruktur atau tidak terstruktur.
3. Tujuan
Tujuan utama penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif ialah mengembangkan pengertian, konsep-konsep, yang pada akhirnya menjadi teori, tahap ini dikenal sebagai “grounded theory research”.
Sebaliknya pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menguji teori, membangun fakta, menunjukkan hubungan antar variable, memberikan deskripsi statistik, menaksir dan meramalkan hasilnya.
4. Desain
Melihat sifatnya, pendekatan kualitatif desainnya bersifat umum, dan berubah-ubah / berkembang sesuai dengan situasi di lapangan. Kesimpulannya, desain hanya digunakan sebagai asumsi untuk melakukan penelitan, oleh karena itu desain harus bersifat fleksibel dan terbuka.
Lain halnya dengan desain penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, desainnya harus terstruktur, baku, formal dan dirancang sematang mungkin sebelumnya. Desainnya bersifat spesifik dan detil karena desain merupakan suatu rancangan penelitian yang akan dilaksanakan sebenarnya. Oleh karena itu, jika desainnya salah, hasilnya akan menyesatkan. Contoh desain kuantitatif: ex post facto dan desain experimental yang mencakup diantaranya one short case study, one group pretest, posttest design, Solomon four group design dll.nya.
5. Data
Pada pendekatan kualitatif, data bersifat deskriptif, maksudnya data dapat berupa gejala-gejala yang dikategorikan ataupun dalam bentuk lainnya, seperti foto, dokumen, artefak dan catatan-catatan lapangan pada jsaat penelitian dilakukan.
Sebaliknya penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif datanya bersifat kuantitatif / angka-angka statistik ataupun koding-koding yang dapat dikuantifikasi. Data tersebut berbentuk variable-variajbel dan operasionalisasinya dengan skala ukuran tertentu, misalnya skala nominal, ordinal, interval dan ratio.
6. Sampel
Sampel kecil merupakan ciri pendekatan kualitatif karena pada pendekatan kualitatif penekanan pemilihan sample didasarkan pada kualitasnya bukan jumlahnya. Oleh karena itu, ketepatan dalam memilih sample merupakan salah satu kunci keberhasilan utama untuk menghasilkan penelitian yang baik. Sampel juga dipandang sebagai sample teoritis dan tidak representatif
Sedang pada pendekatan kuantitatif, jumlah sample besar, karena aturan statistik mengatakan bahwa semakin sample besar akan semakin merepresentasikan kondisi riil. Karena pada umumnya pendekatan kuantitatif membutuhkan sample yang besar, maka stratafikasi sample diperlukan . Sampel biasanya diseleksi secara random. Dalam melakukan penelitian, bila perlu diadakan kelompok pengontrol untuk pembanding sample yang sedang diteliti. Ciri lain ialah penentuan jenis variable yang akan diteliti, contoh, penentuan variable yang mana yang ditentukan sebagai variable bebas, variable tergantung, varaibel moderat, variable antara, dan varaibel kontrol. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat melakukan pengontrolan terhadap variable pengganggu.
7. Teknik
Jika peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, maka yang bersangkutan kan menggunakan teknik observasi terlibat langsung atau riset partisipatori, seperti yang dilakukan oleh para peneliti bidang antropologi dan etnologi sehingga peneliti terlibat langsung atau berbaur dengan yang diteliti. Dalam praktiknya, peneliti akan melakukan review terhadap berbagai dokumen, foto-foto dan artefak yang ada. Interview yang digunakan ialah interview terbuka, terstruktur atau tidak terstruktur dan tertutup terstruktur atau tidak terstruktur.
Jika
pendekatan kuantitatif digunakan maka teknik yang dipakai akan berbentuk
observasi terstruktur, survei dengan menggunakan kuesioner, eksperimen dan
eksperimen semu. Dalam mencari data, biasanya peneliti menggunakan kuesioner
tertulis atau dibacakan. Teknik mengacu pada tujuan penelitian dan jenis data
yang diperlukan apakah itu data primer atau sekunder.
8. Hubungan dengan yang diteliti
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti tidak mengambil jarak dengan yang diteliti. Hubungan yang dibangun didasarkan pada saling kepercayaan. Dalam praktiknya, peneliti melakukan hubungan dengan yang diteliti secara intensif. Apabila sample itu manusia, maka yang menjadi responden diperlakukan sebagai partner bukan obyek penelitian.
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif peneliti mengambil jarak dengan yang diteliti. Hubungan ini seperti hubungan antara subyek dan obyek. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat objektivitas yang tinggi. Pada umumnya penelitiannya berjangka waktu pendek.
9. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif dan berkelanjutan yang tujuan akhirnya menghasilkan pengertian-pengertian, konsep-konsep dan pembangunan suatu teori baru, contoh dari model analisa kualitatif ialah analisa domain, analisa taksonomi, analisa komponensial, analisa tema kultural, dan analisa komparasi konstan (grounded theory research).
Analisa dalam penelitian kuantitatif bersifat deduktif, uji empiris teori yang dipakai dan dilakukan setelah selesai pengumpulan data secara tuntas dengan menggunakan sarana statistik, seperti korelasi, uji t, analisa varian dan covarian, analisa faktor, regresi linear dll.nya.
8. Hubungan dengan yang diteliti
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti tidak mengambil jarak dengan yang diteliti. Hubungan yang dibangun didasarkan pada saling kepercayaan. Dalam praktiknya, peneliti melakukan hubungan dengan yang diteliti secara intensif. Apabila sample itu manusia, maka yang menjadi responden diperlakukan sebagai partner bukan obyek penelitian.
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif peneliti mengambil jarak dengan yang diteliti. Hubungan ini seperti hubungan antara subyek dan obyek. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat objektivitas yang tinggi. Pada umumnya penelitiannya berjangka waktu pendek.
9. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif dan berkelanjutan yang tujuan akhirnya menghasilkan pengertian-pengertian, konsep-konsep dan pembangunan suatu teori baru, contoh dari model analisa kualitatif ialah analisa domain, analisa taksonomi, analisa komponensial, analisa tema kultural, dan analisa komparasi konstan (grounded theory research).
Analisa dalam penelitian kuantitatif bersifat deduktif, uji empiris teori yang dipakai dan dilakukan setelah selesai pengumpulan data secara tuntas dengan menggunakan sarana statistik, seperti korelasi, uji t, analisa varian dan covarian, analisa faktor, regresi linear dll.nya.
Kedua
pendekatan tersebut masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan.
Pendekatan kualitatif banyak memakan waktu, reliabiltasnya dipertanyakan,
prosedurnya tidak baku, desainnya tidak terstruktur dan tidak dapat dipakai
untuk penelitian yang berskala besar dan pada akhirnya hasil penelitian dapat
terkontaminasi dengan subyektifitas peneliti.
Pendekatan kuantitaif memunculkan kesulitan dalam mengontrol variable-variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap proses penelitian baik secara langsung ataupun tidak langsung. Untuk menciptakan validitas yang tinggi juga diperlukan kecermatan dalam proses penentuan sample, pengambilan data dan penentuan alat analisanya.
Pendekatan kuantitaif memunculkan kesulitan dalam mengontrol variable-variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap proses penelitian baik secara langsung ataupun tidak langsung. Untuk menciptakan validitas yang tinggi juga diperlukan kecermatan dalam proses penentuan sample, pengambilan data dan penentuan alat analisanya.
c).
Paradigma Metode Penelitian
Ada dua metode berfikir dalam perkembangan
pengetahuan, yaitu metode deduktif yang dikembangkan oleh Aristoteles dan
metode induktif yang dikembangkan oleh Francis Bacon. Metode deduktif adalah
metode berfikir yang berpangkal dari hal-hal yang umum atau teori menuju pada
hal-hal yang khusus atau kenyataan. Sedangkan metode induktif adalah
sebaliknya. Dalam pelaksanaan, kedua metode tersebut diperlukan dalam
penelitian.
Kegiatan penelitian memerlukan metode yang jelas.
Dalam hal ini ada dua metode penelitian yakni metode kualitatif dan metode
kuantitatif. Pada mulanya metode kuantitatif dianggap memenuhi syarat sebagai
metode penilaian yang baik, karena menggunakan alat-alat atau intrumen untuk
mengakur gejala-gejala tertentu dan diolah secara statistik. Tetapi dalam
perkembangannya, data yang berupa angka dan pengolahan matematis tidak dapat
menerangkan kebenaran secara meyakinkan. Oleh sebab itu digunakan metode
kualitatif yang dianggap mampu menerangkan gejala atau fenomena secara lengkap
dan menyeluruh.
Tiap penelitian berpegang pada paradigma tertentu.
Paradigma menjadi tidak dominan lagi dengan timbulnya paradigma baru. Pada
mulanya orang memandang bahwa apa yang terjadi bersifat alamiah. Peneliti
bersifat pasif sehingga tinggal memberi makna dari apa yang terjadi dan tanpa
ingin berusaha untuk merubah. Masa ini disebut masa pra-positivisme.
Setelah itu timbul pandangan baru, yakni bahwa
peneliti dapat dengan sengaja mengadakan perubahan dalam dunia sekitar dengan
melakukan berbagai eksperimen, maka timbullah metode ilmiah. Masa ini disebut
masa positivisme.
Pandangan positivisme dalam perkembangannya dibantah
oleh pendirian baru yang disebut post-positivisme. Pendirian post-positivisme
ini bertolak belakang dergan positivisme. Dapat dikatakan bahwa post-positivisme
sebagai reaksi terhadap positivisme. Menurut pandangan post-positivisme,
kebenaran tidak hanya satu tetapi lebih kompleks, sehingga tidak dapat diikat
oleh satu teori tertentu saja.
Dalam penelitian, dikenal tiga metode yang secara
kronologis berurutan yakni metode pra-positivisme, positivisme, dan
post-positivisme.
d).
Ciri-ciri Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian
lain. Untuk mengetahui perbedaan tersebut ada 15 ciri penelitian kualitatif [13]yaitu:
1.
Dalam penelitian kualitatif data dikumpulkan dalam
kondisi yang asli atau alamiah (natural setting).
2. Peneliti sebagai alat penelitian, artinya peneliti
sebagai alat utama pengumpul data yaitu dengan metode pengumpulan data
berdasarkan pengamatan dan wawancara
3. Dalam penelitian kualitatif diusahakan pengumpulan
data secara deskriptif yang kemudian ditulis dalam laporan. Data yang diperoleh
dari penelitian ini berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka.
4. Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses
daripada hasil, artinya dalam pengumpulan data sering memperhatikan hasil dan
akibat dari berbagai variabel yang saling mempengaruhi.
5. Latar belakang tingkah laku atau perbuatan dicari
maknanya. Dengan demikian maka apa yang ada di balik tingkah laku manusia merupakan
hal yang pokok bagi penelitian kualitatif. Mengutamakan data langsung atau
“first hand”. Penelitian kualitatif menuntut sebanyak mungkin kepada
penelitinya untuk melakukan sendiri kegiatan penelitian di lapangan.
6. Dalam penelitian kualitatif digunakan metode
triangulasi yang dilakukan secara ekstensif baik tringulasi metode maupun
triangulasi sumber data.
7. Mementingkan rincian kontekstual. Peneliti
mengumpulkan dan mencatat data yang sangat rinci mengenai hal-hal yang dianggap
bertalian dengan masalah yang diteliti.
8. Subjek yang diteliti berkedudukan sama dengan
peneliti, jadi tidak sebagai objek atau yang lebih rendah kedudukannya.
9. Mengutamakan perspektif emik, artinya mementingkan
pandangan responden, yakni bagaimana ia memandang dan menafsirkan dunia dan
segi pendiriannya.
11. Pengambilan sampel secara purposif. Metode
kualitatif menggunakan sampel yang sedikit dan dipilih menurut tujuan
penelitian.
12. Menggunakan “Audit trail”. Metode yang dimaksud
adalah dengan mencantumkan metode pengumpulan dan analisa data.
13. Mengadakan analisis sejak awal penelitian. Data yang
diperoleh langsung dianalisa, dilanjutkan dengan pencarian data lagi dan
dianalisis, demikian seterusnya sampai dianggap mencapai hasil yang memadai.
14. Teori bersifat dari dasar. Dengan data yang
diperoleh dari penelitian di lapangan dapat dirumuskan kesimpulan atau teori.
Pada penelitian kualitatif, teori diartikan sebagai
paradigma. Seorang peneliti dalam kegiatan penelitiannya, baik dinyatakan
secara eksplisit atau tidak, menerapkan paradigma tertentu sehingga penelitian
menjadi terarah. Dasar teoritis dalam pendekatan kualitatif adalah:
1. Pendekatan fenomenologis. Dalam pandangan
fenomenologis, peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya
terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu.
2. Pendekatan interaksi simbolik. Dalam pendekatan
interaksi simbolik diasumsikan bahwa objek orang, situasi dan peristiwa tidak
memiliki pengertian sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan kepada mereka.
Pengertian yang dlberikan orang pada pengalaman dan proses penafsirannya
bersifat esensial serta menentukan.
3. Pendekatan kebudayaan. Untuk menggambarkan
kebudayaan menurut perspektif ini seorang peneliti mungkin dapat memikirkan
suatu peristiwa di mana manusia diharapkan berperilaku secara baik. Peneliti
dengan pendekatan ini mengatakan bahwa bagaimana sebaiknya diharapkan berperilaku
dalam suatu latar kebudayaan.
4. Pendekatan etnometodologi. Etnometodologi berupaya
untuk memahami bagaimana masyarakat memandang, menjelaskan dan menggambarkan
tata hidup mereka sendiri. Etnometodologi berusaha memahami bagaimana
orang-orang mulai melihat, menerangkan, dan menguraikan keteraturan dunia
tempat mereka hidup. Seorang peneliti kualitatif yang menerapkan sudut pandang
ini berusaha menginterpretasikan kejadian dan peristiwa sosial sesuai dengan
sudut pandang dari objek penelitiannya.
f).
Kedudukan dan ragam paradigma
Ilmu pengetahuan merupakan suatu cabang studi yang
berkaitan dengan penemuan dan pengorganisasian fakta-fakta, prinsip-prinsip,
dan metoda-metoda. Dari sini dapat dipahami bahwa untuk dinyatakan sebagai ilmu
pengetahuan, maka cabang studi itu haruslah memiliki unsur-unsur penemuan dan
pengorganisasian, yang meliputi pengorganisasian fakta-fakta atau
kenyataan-kenyataan, prinsip-prinsip serta metoda-metoda. Oleh Moleong
prinsip-prinsip ini disebut sebagai aksioma-aksioma, yang menjadi dasar bagi
para ilmuan dan peneliti di dalam mencari kebenaran melalui kegiatan
penelitian.
Dasar-dasar untuk melakukan kebenaran itu biasa
disebut sebagai paradigma, yang oleh Bogdan dan Biklen dinyatakan sebagai kumpulan
longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang
mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Ada berbagai macam paradigma yang mendasari kegiatan
penelitian ilmu-ilmu sosial. Paradigma-paradigma yang beragam tersebut tidak
terlepas dari adanya dua tradisi intelektual Logico Empiricism dan
Hermeneutika.
Logico Empiricism, merupakan tradisi intelektual
yang mendasarkan diri pada sesuatu yang nyata atau faktual dan yang serba
pasti. Sedangkan Hermeneutika, merupakan tradisi intelektual yang mendasarkan
diri pada sesuatu yang berada di balik sesuatu yang faktual, yang nyata atau
yang terlihat.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
berusaha melihat kebenaran-kebenaran atau membenarkan kebenaran, namun di dalam
melihat kebenaran tersebut, tidak selalu dapat dan cukup didapat dengan melihat
sesuatu yang nyata, akan tetapi kadangkala perlu pula melihat sesuatu yang
bersifat tersembunyi, dan harus melacaknya lebih jauh ke balik sesuatu yang
nyata tersebut.
Pilihan terhadap tradisi mana yang akan ditempuh
peneliti sangat ditentukan oleh tujuan dan jenis data yang akan ditelitinya.
Oleh karena itu pemahaman terhadap paradigma ilmu pengetahuan sangatlah perlu
dilakukan oleh para peneliti. Bagi kegiatan penelitian, paradigma tersebut
berkedudukan sebagai landasan berpijak atau fondasi dalam melakukan proses
penelitian selengkapnya.
Dalam rangka melakukan pengumpulan fakta-fakta para
ilmuwan atau peneliti terlebih dahulu akan menentukan landasan atau fondasi
bagi langkah-langkah penelitiannya. Landasan atau fondasi tersebut akan dijadikan
sebagai prinsip-prinsip atau asumsi-asumsi dasar maupun aksioma, yang dalam
bahasanya Moleong disebut sebagai paradigma.
Menurut Bogdan dan Biklen paradigma dinyatakan
sebagai kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep
atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Paradigma didalam ilmu pengetahuan sosial memiliki
ragam yang demikian banyak, baik yang berlandaskan pada aliran pemikiran Logico
Empiricism maupun Hermeneutic. Masing-masing paradigma tersebut memiliki
keunggulan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu para peneliti harus
mempunyai pemahaman yang cukup terhadap dasar pemikiran paradigma-paradigma
yang ada sehingga sebelum melakukan kegiatan penelitiannya, para peneliti dapat
memilih paradigma sebagai landasan penelitiannya secara tepat.
Menurut Meta Spencer paradigma di dalam ilmu sosial
meliputi (1) perspektif evolusionisme, (2) interaksionisme simbolik, (3) model
konflik, dan (4) struktural fungsional. Menurut George Ritzer paradigma di
dalam ilmu sosial terdiri atas (1) fakta sosial, (2) definisi sosial, dan (3)
perilaku sosial.
Perbedaan dan keragaman paradigma dan atau teori
yang berkembang di dalam ilmu pengetahuan sosial, menuntut para peneliti untuk
mencermatinya di dalam rangka memilih paradigma yang tepat bagi permasalahan
dan tujuan penelitiannya.
F.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan kalau dikhotomi antara analis penelitin kualitatif dengan kuantitatif sulit untuk diadaptasikan karena semuanya sudah menjadi sebuah ideology dan dipengaruhi pengalaman psikologis terhadap analisa kuantittaif yang terlihat rumit, sulit dan terlalu direkayasa bila dibandingkan dengan penelitian kuantittaif.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan kalau dikhotomi antara analis penelitin kualitatif dengan kuantitatif sulit untuk diadaptasikan karena semuanya sudah menjadi sebuah ideology dan dipengaruhi pengalaman psikologis terhadap analisa kuantittaif yang terlihat rumit, sulit dan terlalu direkayasa bila dibandingkan dengan penelitian kuantittaif.
Dikhotomi dalam pengunaan metode penelitian
yang terwujud dalam ideology peneliti yang kemudian mencoba memunculkan
alternative pilihan lain tentang makna atau simbol-simbol tektual tertentu dari
suatu yang ternyata sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan perkembangan
paradigma peneliti sebelumnya. pertentangan terhadap dominasi penggunaan
penelitian kualitatif juga yang membuat para peneliti penganut paham
kuantitatif ingin dikonstruksi secara
ilmiah yang layak menerima perimbangan tanpa adanya perbedaan dalam pilihan
metodologi. Dalam persfektif tertentu dari ideologi para peneliti, meskipun ada
beberapa hal yang memiliki kemiripan,
tapi diharapkan para peneliti bisa menghilangkan dikhotomi tersebut.
Daftar pustaka :
Bleicher,
Josef, Hermeneutika Kontemporer, Pajar Pustaka, Yogyakarta, 2003.
Moleong,
J. Lexy; Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004.
Mulyana,
Deddy; Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosda Karya, Bandung; 2001
Palmer, E. Richard; Hermeneutika Teori Baru
Mengenai Interpretasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003.
Ricoeur,
Paul, The Interpretation Theory, Filsafat Wacana Membedah Makna dalam Anatomi
Bahasa, IRCiSoD, Yogyakarta, 2002.
Sumaryono
E., Hermeneutika Sebuah Metode Filsafat,
Kanisius, Yogyakarta, 1999.
Thompson,
Jhon B; Analisis Ideologi Kritik Wacana Ideologi-ideologi Dunia, IRCiSoD,
Yogyakarta, 2003.
Thompson,
Jhon B, Kritik Ideologi Global, Teori Sosial Kritis tentang Relasi Ideologi dan
Komunikasi Massa, IRCiSoD, Yogyakarta, 2004.
Takwin,
Bagus, Akar-Akar Ideologi: Pengantar Kajian Konsep Ideologi dari Plato hingga
Bourdieu, Jalasutra, Yogyakarta, 2003.
Ankersmit, F.R., Refleksi Tentang Sejarah : Pendapat-pendaat
Modern tentang Filsafat Sejarah, Cet.1, Pt. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1987
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1996
Collins, James, A History of Modern European Philosophy,
The Bruce Publishing Company, Milwaukee, 1954
Feibleman, James K., Understanding Philosophy :A Popular History
of Ideas,Billing & Sons Ltd, London, 1986
Johnson, Doyle Paul, Teori Sosilogi : Klasik dan Modern,
Jil. 1Cet. 3, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994
Laeyendecker, L. Tata, Perubahan dan Ketimpangan : Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1983
Taryadi, Alfons, Epistemologi Pemecahan Masalah : Menurut
Karl R. Popper, PT. Gramedia, Jakarta, 1989
Walsh,W.H., Philosophy of History : An Introduction, Harper Torchbooks, USA,
1967
Wuisman, J.J.J.M, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, jilid 1,
Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta, 1996
[1]
Moleong, J. Lexy, prof. Dr., Metoodologi penelitian kualitatif, Rosdakarya,
Bandung, 2006:278.
[2]
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan
dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data
empiris. Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint
Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk
memahami sejarah orang harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang
menguasai proses perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga
merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode
feodalisme), tahap metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang
mendasari masyarakat industri.
[3] Moleong, J.
Lexy, prof. DR., Metodologi
Penelitian Kualitatif, Rosda, Bandung, 2010 : 3
[4] Statistical
package for the social sciences
(SPSS) yaitu Program pengolah data yang pertama kali dikembangkan sekitar tahun
1960 oleh Norman H. Nie dan Dale bent dari Stanford university.
[5]
Mulyana, Deddy; Metodologi Penelitian Kualitatif, PT
Remaja Rosda Karya, Bandung; 2001:145
[6]
Ibid, dedy mulyana, 2000:18
[7]
Hart, W.D. (1996) "Dualism", dalam A Companion to the Philosophy
of Mind, ed. Samuel Guttenplan, Oxford: Blackwell, h. 265-7.
[8]
Descartes, R. (1641) Meditations on First Philosophy, dalam The
Philosophical Writings of René Descartes, terjemahan oleh J. Cottingham, R.
Stoothoff dan D. Murdoch, Cambridge: Cambridge University Press, 1984, vol. 2,
pp. 1-62.
[9]
Robinson, Howard, "Dualism", The Stanford Encyclopedia of
Philosophy (Fall 2003 Edition), ed. Edward N. Zalta
[11] Bogdan, Robert, Participant Observation In Organizational Setting, Syracuse, N.Y.
Syracuse university press.
[12]
Hadjar,
1996 dalam Basrowi dan Sukidin, 2002: 2
[13]
Ibid, J. Moleong, hal.34