Ketika kita menggunakan statistika untuk menguji hipotesis maka muncullah dua macam hipotesis berupa hipotesis penelitian dan hipotesis statistika. Tepatnya hipotesis penelitian kita rumuskan kembali menjadi hipotesis statistika yang sepadan. Hipotesis statistika harus mencerminkan dengan baik maksud dari hipotesis penelitian yang akan diuji.
Pada hakikatnya ada dua jenis hipotesis statistika. Jenis pertama adalah apabila data kita berupa populasi yang kita peroleh melalui sensus. Dengan data populasi, hipotesis statistika cukup berbentuk H. Tidak diperlukan hipotesis H0. Misalnya dalam hal rerata, hipotesis statistika itu berbentuk H: mX > 6. Jika data populasi memiliki rerata di atas 6 maka hipotesis diterima dan jika tidak maka hipotesis ditolak. Karena seluruh populasi sudah dilihat maka keputusan ini menjadi kepastian.
Jenis kedua adalah apabila data kita berupa sampel yang kita peroleh melalui penarikan sampel. Biasanya sampel itu berupa sampel acak, baik dengan cara pengembalian maupun dengan cara tanpa pengembalian. Dengan data sampel, hipotesis statistika menjadi H0 dan H1. Misalnya dalam rerata, hipotesis statistika itu berbentuk H0: mX = 6 dan H1: mX > 6. Syaratnya adalah tiadanya pilihan ketiga.
Dalam hal data sampel, sering terjadi bahwa hipotesis penelitian dirumuskan kembali menjadi H1. Pengujian hipotesis dilakukan melalui penolakan H0. Selanjutnya dengan syarat tidak ada pilihan ketiga pada hipotesis, maka penolakan H0 dapat diartikan sebagai penerimaan H1. Jadi pengujian hipotesis penelitian dilakukan melalui cara tak langsung yakni melalui penolakan H0 dan melalui tiadanya pilihan ketiga pada hipotesis.
Kini muncul pertanyaan apakah hipotesis penelitian dapat dirumuskan kembali menjadi H0? Karena jarang terjadi, sejumlah orang merasa ragu. Sekalipun jarang, hal demikian pernah terjadi sementara beberapa penulis menyatakan boleh. Kerlinger (1979) melaporkan hasil penelitian yang menggunakan H0. Myers and Pohlman (1979) mempresentasikan makalah berjudul “Null Hypothesis as a Research Hypothesis.” Selain itu, Wiersma (1995) mencantumkan contoh hipotesis nol sebagai hipotesis penelitian. Gay (1990) menunjukkan walaupun tidak terlalu sering hipotesis berupa tidak beda itu memang ada. Lock, cs (1993) mengatakan bahwa hipotesis dapat ditulis, baik sebagai pernyataan nol (mudahnya disebut hipotesis nol), “Tiada beda di antara …,” maupun sebagai pernyataan terarah menunjukkan jenis hubungan yang diantisipasi.
Kini muncul pertanyaan apakah hipotesis penelitian dapat dirumuskan kembali menjadi H0? Karena jarang terjadi, sejumlah orang merasa ragu. Sekalipun jarang, hal demikian pernah terjadi sementara beberapa penulis menyatakan boleh. Kerlinger (1979) melaporkan hasil penelitian yang menggunakan H0. Myers and Pohlman (1979) mempresentasikan makalah berjudul “Null Hypothesis as a Research Hypothesis.” Selain itu, Wiersma (1995) mencantumkan contoh hipotesis nol sebagai hipotesis penelitian. Gay (1990) menunjukkan walaupun tidak terlalu sering hipotesis berupa tidak beda itu memang ada. Lock, cs (1993) mengatakan bahwa hipotesis dapat ditulis, baik sebagai pernyataan nol (mudahnya disebut hipotesis nol), “Tiada beda di antara …,” maupun sebagai pernyataan terarah menunjukkan jenis hubungan yang diantisipasi.
Kebanyakan penelitian dirumuskan ke hipotesis statistika H1. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan hipotesis penelitian dirumuskan ke hipotesis statistika H0. Adalah pada tempatnya kalau di sini kita melihat alasan mengapa hipotesis penelitian dapat dirumuskan dalam bentuk H0. Untuk itu kita perlu melihat apa sebenarnya fungsi dan peranan H0 di dalam pengujian hipotesis statistika. Adanya hipotesis H0 lebih merupakan urusan teknik statistika yang menggunakan data sampel daripada urusan hipotesis penelitian. Kita mulai dengan melihat peristiwa kekeliruan sampel.