17 September 2017

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN SASTRA **



oleh : Dr. M. Rafiek, M. Pd. (Dosen Universitas Lambung Mangkurat) 


A. PENDAHULUAN 

Pengetahuan mengenai metode dan teknik penelitian sangat diperlukan dalam sebuah penelitian. Tanpa metode dan teknik penelitian yang tepat, tentu hasil yang diharapkan juga tidak akan kuat secara ilmiah. Metode dan teknik penelitian sangat penting dalam sebuah penelitian karena dia merupakan cara atau strategi dalam melakukan sebuah penelitian. 

Dalam penelitian, kita mengenal ada penelitian filologi, sastra bandingan, sosiologi sastra, psikologi sastra, hermeneutika, strukturalisme, antropologi sastra, resepsi sastra, feminisme, sastra lisan, poskolonial, studi budaya, dan lain-lain. Banyaknya jenis penelitian membuat masing-masing penelitian memiliki metode dan teknik yang berbeda pula. Pertanyaan yang mendasar terkait dengan metode dan teknik penelitian adalah apa perbedaan antara keduanya. 

Dahulu semasa saya kuliah S1, metode yang paling banyak digunakan oleh mahasiswa dalam menyelesaikan skripsinya adalah metode deskriptif dengan teknik studi pustaka. Betulkah metode penelitian itu hanya satu saja dan teknik penelitian juga hanya satu saja? 

Stokes (2006: xi) membedakan metode penelitian atas dua besar, yaitu metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Menurut Stokes, penelitian kuantitatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pendekatan-pendekatan yang dikembangkan dalam ilmu pengetahuan alam dan kini digunakan secara luas dalam penelitian ilmu sosial. Metode-metode kuantitatif merupakan metode-metode yang didasarkan pada informasi numerik atau kuantitaskuantitas, dan biasanya diasosiasikan dengan analisis-analisis statistik. 

Dalam kajian-kajian media dan kebudayaan yang termasuk metode-metode kuantitatif adalah analisis isi, penelitian survey, dan beberapa jenis penelitian arsip. Penelitian kualitatif adalah nama yang diberikan bagi paradigma penelitian yang terutama berkepentingan dengan makna dan penafsiran. Metode ini merupakan khas ilmu-ilmu kemanusiaan dan banyak di antaranya seperti analisis naratif dan analisis genre telah dikembangkan untuk kajian sastra. Pendekatan-pendekatan penafsiran diturunkan dari kajiankajian sastra dan hermeneutika serta berkepentingan dengan evaluasi kritis terhadap teks-teks. Perbedaan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam dilihat dalam tabel di bawah ini. Kuantitatif Kualitatif Berkepentingan dengan Angka Makna Berakar dalam Ilmu sosial Ilmu-ilmu kemanusiaan Epistemologi Positivis Empiris Humanis Interpretatif Khas dari Komunikasi massa Kajian-kajian kebudayaan Metode akar Survei hermeneutika 

B. METODE PENELITIAN SASTRA

Metode Objek-Objek Analisis Analisis isi Seberapa banyak sesuatu terjadi dalam sebuah rangkaian teks Semiotika Makna sebuah teks atau sebuah rangkaian teks Analisis naratif Struktur naratif sebuah teks atau sebuah rangkaian teks Studi genre Sekelompok teks untuk jenis yang sama atau genre Analisis isi adalah metode paling empiris dalam analisis tekstual, yaitu sebuah metode yang bersandar pada pengumpulan informasi numerik mengenai teks yang diteliti. Analisis isi semestinya digunakan jika objek analisis adalah beberapa jenis teks dan pertanyaannya adalah tentang kuantitas. 

Jika anda tertarik untuk meneliti makna teks atau citra, semiotika lebih tepat digunakan. Metode ini memungkinkan anda mengembangkan penafsiran sendiri terhadap objek analisis dengan memecahkan atau menjabarkan teks menjadi komponen-komponen unit makna. Semiotika sering digunakan bersama-sama analisis isi untuk mendapatkan suatu analisis yang mendalam dari serangkaian teks, analisis isi dapat memberikan suatu nilai terhadap seberapa banyak sesuatu terjadi, sedangkan semiotika memasok sejumlah penafsiran. 

Jika anda tertarik untuk meneliti sifat kisah yang diceritakan mengenai suatu tokoh, metode yang bagus untuk digunakan adalah analisis naratif. Jika minat anda terutama berfokus pada alur atau garis besar cerita, semestinya anda memilih analisis naratif. Dalam pembahasan di bawah ini, saya hanya menjelaskan beberapa metode penelitian sastra yang sering digunakan, yaitu analisis isi, analisis naratif, . 

C. ANALISIS ISI 

Analisis isi berhubungan dengan penghitungan fenomena di dalam teks. Analisis isi termasuk bagian dari “metode kuantitatif” karena melibatkan penghitungan dan penjumlahan fenomena. Namun dapat juga digunakan untuk mendukung kajian-kajian mengenai sesuatu yang sifatnya lebih “kualitatif”. Analisis isi, menurut Krippendorff (1980) adalah sebuah metode simbolik karena digunakan untuk meneliti materi (teks) yang bersifat simbolik. 

Dalam melaksanakan analisis isi, terdapat banyak pekerjaan interpretatif yang harus dilakukan, yang bersandar pada pengetahuan peneliti mengenai teks yang sedang diteliti. Analisis isi memungkinkan anda untuk menghasilkan fakta-fakta dan angka-angka yang dapat digunakan sebagai bukti argumen anda. Anda bisa menghitung jumlah kisah, jumlah citra, atau kejadian-kejadian yang disebutkan oleh subjek-subjek tertentu. Analisis isi bersifat fleksibel, kreatif, dan mudah dilaksanakan oleh seorang peneliti pemula. Teknik analisis isi meliputi serangkaian tahapan yang harus dilewati dalam melakukan penelitian. 

Adapun teknik analisis isi itu melalui tahapan 
  1. menyusun hipotesis, 
  2. membaca sebanyak mungkin, 
  3. mendefinisikan objek analisis, 
  4. mendefinisikan kategori-kategori, 
  5. membuat sebuah lembar koding untuk merekam temuan-temuan, 
  6. menguji kategori-kategori koding, 
  7. mengumpulkan data, 
  8. menjumlahkan temuan-temuan anda, 
  9. menafsirkan data, 
  10. menghubungkan kembali dengan pertanyaan, 
  11. menampilkan temuan-temuan, 
  12. menganalisis dan membahasnya, 
  13. menjumlahkan persentase, dan mengkombinasikan analisis isi dengan metode-metode lain. 
Analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat tiru dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya (Krippendorff, 1991: 15). 

Dalam melakukan analisis isi, minat dan pengetahuan analis menentukan konstruksi konteks untuk menarik inferensi. Janis (1965) mengajukan klasifikasi analisis isi sebagai berikut. 

1. Analisis isi pragmatis adalah prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut sebab atau akibatnya yang mungkin. 

2. Analisis isi semantik adalah prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut maknanya. 
  • Analisis penunjukan menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu (orang, benda, kelompok, atau konsep) dirujuk. Analisis ini secara kasar disebut analisis pokok bahasan. 
  • Analisis pensifatan menggambarkan frekuensi seberapa sering karakterisasi tertentu dirujuk. 
  • Analisis pernyataan menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu dikarakterisasikan secara khusus. Analisis ini secara kasar disebut analisis tematik. 
3. Analisis sarana tanda adalah prosedur yang mengklasifikasikan isi menurut sifat psikofisik dari tanda. 

Holsti (1969) menempatkan data dalam konteks komunikasi antara pengirim dan penerima pesan dan memandang analisis isi dalam kaitannya dengan tiga tujuan pokok, yaitu: 
  1. Mendeskripsikan karakteristik-karakteristik komunikasi dengan mengajukan pertanyaan apa, bagaimana, kepada siapa sesuatu dikatakan. 
  2. Membuat inferensi-inferensi mengenai anteseden-anteseden komunikasi dengan mengajukan pertanyaan dengan mengajukan pertanyaan kenapa sesuatu dikatakan. 
  3. Membuat inferensi-inferensi mengenai akibat-akibat komunikasi dengan mengajukan pertanyaan akibat apa yang akan terjadi jika sesuatu dikatakan. Langkah-langkah analisis isi secara sederhana dapat dimulai dari pembentukan data, unitisasi, sampling, pencatatan, reduksi data, penarikan inferensi, dan analisis. 
D. SEMIOTIKA 

Semiotika (secara harfiah berarti “ilmu tentang tanda”) bermanfaat pada saat kita ingin menganalisis makna teks. Semiotika semula diturunkan dari buku karya Ferdinand de Saussure yang berjudul Course in General Linguistics. Saussure merasa yakin bahwa semiotika dapat digunakan untuk menganalisis sejumlah besar “sistem tanda”. Roland Barthes kemudian mengembangkan gagasan-gagasan Saussure itu menjadi lebih luas lagi. Semiotika adalah salah satu metode yang paling interpretative dalam menganalisis teks dan keberhasilan maupun kegagalannya sebagai sebuah metode bergantung pada baik tidaknya peneliti dalam mengartikulasikan masalah yang mereka teliti. 

Teknik analisis semiotika meliputi tahapan-tahapan, yaitu 
(1) mendefinisikan objek analisis, 
(2) mengumpulkan teks, 
(3) menjelaskan teks, 
(4) menafsirkan teks, 
(5) menjelaskan kode-kode kultural, 
(6) membuat generalisasi, 
(7) membuat kesimpulan, dan 
(8) mengombinasikan semiotika dengan metode analisis lainnya. 

E. ANALISIS NARATIF 

Stokes (2006: 72) menjelaskan bahwa dalam analisis naratif, kita mengambil keseluruhan teks sebagai objek analisis, berfokus pada struktur kisah atau narasi. Analisis naratif adalah sebuah metode yang kuat untuk menganalisis teks. Analisis naratif dapat dijadikan cara untuk meneliti sebuah teks dan menemukan ideologi di balik struktur sastra. 

Teknik analisis naratif meliputi tahapan-tahapan, yaitu 
(1) memilih teks dengan cermat, 
(2) mengakrabi teks tersebut dengan membacanya berulang kali, 
(3) mendefinisikan hipotesis, 
(4) menuliskan kerangka alur seperti tergambar di dalam teks, 
(5) menggunakan garis besar alur dan menuangkan kisahnya secara kronologis, 
(6) mengidentifikasi keseimbangan pada awal dan akhir teks, 
(7) mendefinisikan karakter sesuai dengan fungsi mereka di dalam alur, 
(8) mengaitkan temuan-temuan dengan hipotesis. 

F. STUDI GENRE UNTUK KAJIAN FILM

 Dalam kajian-kajian film, penelitian genre mengkaji film dengan menghubungkannya pada film-film yang lain dalam genre yang sama. Film-film sering dikaji berdasarkan genrenya: musikal, barat, komedi romantis, dan lain-lain. Genre adalah sebuah kategori semiotik yang di dalamnya terdapat kode-kode dan konvensi-konvensi yang dimiliki oleh film-film dalam sebuah genre yang sama, misalnya unsur-unsur seperti lokasi, gaya, dan lain-lain. Genre juga merupakan kategori naratif, misalnya struktur gadis bertemu jejaka dalam film-film romance selalu merupakan struktur dari semua film dalam genre itu. Saya pernah membaca novel The Last Samurai dan Laskar Pelangi ternyata isinya sama-sama berjuang untuk mencapai prestasi yang gemilang pada usia muda. Saya juga pernah menonton film India yang dibintangi oleh Govinda yang berperan ganda sebagai kakak dan adik yang hampir sama alurnya dengan film Mandarin yang saya sudah lupa judulnya. 

G. METODE PENELITIAN SASTRA LISAN 

Di Kalimantan Tengah, penelitian sastra lisan sangat banyak yang bisa dilakukan dan diangkat ke permukaan. Di Kalimantan Tengah, terdapat naskah Karungut, Tumet Leut, Bapa Paloi, dan lain-lain. Untuk itu, pengetahuan tentang metode penelitian sastra lisan sangat penting disajikan. Dalam metode penelitian sastra lisan terdapat teknik pengumpulan data yang berupa pencatatan, perekaman, wawancara, pengamatan berperan serta, dan analisis dokumen. Kalau dahulu perekaman hanya menggunakan tape recorder, sekarang kita bisa menggunakan handycam atau kamera digital atau kamera handphone. 

Secara sederhana, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah 
  1. Perekaman sastra lisan dalam seni pertunjukan atau tradisi lisan, 
  2. Pengumpulan data berupa komentar pemilik sastra lisan dengan wawancara dan observasi partisipasi, 
  3. Transkripsi rekaman sastra lisan dan data berupa fragmentasi hasil wawancara dan observasi partisipasi, dan 
  4. Apresiasi bersama-sama tentang hasil rekaman. 
H. METODE PENELITIAN HERMENEUTIKA

Dalam pengkajian sastra juga terdapat metode penelitian hermeneutika. Dalam ranah hermeneutika terdapat hermeneutika Schleirmaicher, Dilthey, Gadamer, Ricoeur. Dalam kesempatan ini, penulis hanya akan memperkenalkan hermeneutika Ricouer saja karena hermeneutika ini paling sering digunakan untuk mengkaji teks-teks sastra. 

Menurut Ricoeur (Sumaryono, 1999: 111), ada tiga langkah pemahaman yang patut ditekankan. Pertama, berlangsung mulai penghayatan simbol-simbol tentang “berpikir dari” simbol-simbol tersebut. Kedua, pemberian makna simbol dan penggalian makna yang tepat. Ketiga, berpikir filosofis, yaitu menggunakan simbol sebagai titik tolaknya. Ketiga langkah tersebut tidak akan terlepas dari pemahaman semantik, refleksi, dan eksistensial. Langkah semantik adalah pemahaman tingkat bahasa murni. Pemahaman refleksi adalah pemahaman yang mendekati tingkah ontologism. Pemahaman eksistensial adalah pemahaman tingkat being (keberadaan) makna itu sendiri. 

I. METODE GROUNDED RESEARCH 

Daymon dan Holloway (2008: 180-181) mendefinisikan grounded research sebagai sebuah pendekatan yang refleksif dan terbuka, di mana pengumpulan data, pengembangan konsep-konsep teoretis, dan ulasan literatur berlangsung dalam proses siklis (berkelanjutan). 

Ada tiga aspek yang membedakan grounded research dengan pendekatan lainnya, yaitu: 
  1. Peneliti mengikuti prosedur analitik sistematik dalam sebagian besar pendekatan. Grounded research lebih terstruktur dalam proses pengumpulan data dan analisisnya. 
  2. Peneliti memasuki proses riset dengan membawa sesedikit mungkin asumsi. 
  3. Peneliti tidak semata-mata bertujuan untuk menguraikan atau menjelaskan tetapi juga mengonseptualisasikan.Mereka akan berupaya keras untuk menghasilkan dan mengembangkan teori. 
Pendekatan grounded research memungkin kita untuk melakukan riset prosesual, yaitu riset yang berfokus pada “rangkaian peristiwa, tindakan, dan aktivitas individual maupun kolektif yang berkembang dari waktu ke waktu dalam konteks tertentu. Grounded research berpotensi memberi pemahaman tentang lahirnya suatu karya sastra, seperti bagaimana Laskar Pelangi ditulis oleh Andrea Hirata. 

Secara sederhana, penelitian sastra dengan metode grounded dilakukan melalui prosedur sebagai berikut.
  1.  Peneliti menentukan persoalan yang ingin diketahui. 
  2. Peneliti bertanya kepada para pengarang tersebut mengenai makna karya itu beserta selukbeluk segala hal yang berhubungan dengannya. 
  3. Peneliti membangun kategori-kategori berdasarkan hasil (data). 
  4. Peneliti mencoba memahami teks atas dasar kategori dan mencatat beberapa permasalahan yang tidak terjelaskan. 
  5. Peneliti kembali ke lapangan, artinya kembali berhubungan dengan pengarang dengan tujuan menemukan pemikiran pengarang yang mungkin sengaja disembunyikan. 
  6. Setelah mendapat hasil berupa data dari langkah 5, peneliti kembali ke teks untuk memahami teks itu atas dasar tambahan pengetahuan yang baru diperolehnya. 
  7. Kalau langkah 6 telah menghasilkan pemahaman yang menyeluruh mengenai teks sastra, penelitian dapat langsung dilanjutkan dengan membuat laporan penelitian, akan tetapi jika tidak, peneliti harus kembali lagi ke lapangan menghubungi pengarang. 
J. METODE KRITIK SASTRA FEMINIS 

Kritik sastra feminis berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji karya penulispenulis wanita di masa silam dan untuk menunjukkan citra wanita dalam karya penulis-penulis pria yang menampilkan wanita sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan, dan disepelekan oleh tradisi patriarchal yang dominan (Djajanegara, 2003: 27). 

Kritik sastra feminis yang paling banyak digunakan adalah kritik ideologis. Kritik sastra feminis ini melibatkan wanita, khususnya kaum feminis sebagai pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca wanita adalah citra dan stereotip wanita dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra. Kritik sastra feminis ragam lain adalah kritik yang mengkaji penulis-penulis wanita. 

Dalam ragam ini termasuk penelitian tentang sejarah karya sastra wanita, gaya penulisan, tema, genre, dan struktur tulisan wanita. Di samping itu, dikaji juga kreativitas penulis wanita, profesi penulis wanita sebagai suatu organisasi, serta perkembangan dan peraturan tradisi penulis wanita. Jenis kritik sastra feminis ini dinamakan ginokritik yang mengkhususkan pada masalah perbedaan. 

Ginokritik mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar, seperti apakah penulis-penulis wanita merupakan kelompok khusus dan apa perbedaan antara tulisan wanita dan pria? Kritik sastra feminis-sosialis atau kritik sastra feminis Marxis meneliti tokoh-tokoh wanita dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat. Pengkritik feminis mencoba mengungkapkan bahwa kaum wanita merupakan kelas masyarakat yang tertindas. 

Kritik sastra feminis psikoanalitik diterapkan pada tulisan-tulisan wanita karena para feminis percaya bahwa wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan atau menempatkan dirinya pada si tokoh wanita, sedang tokoh wanita tersebut pada umumnya merupakan cermin penciptanya. 

Menurut Djajanegara (2003: 51-53), langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam melakukan kritik sastra feminis adalah: 
  1. Mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh wanita dalam sebuah karya sastra. 
  2. Mencari kedudukan tokoh-tokoh itu dalam masyarakat. 
  3. Mencari tahu tujuan hidupnya. 
  4. Mencari tahu perilaku dan wawasan tokoh perempuan dari gambaran yang langsung diberikan oleh pengarang. 
  5. Memperhatikan pendirian dan ucapan tokoh wanita yang bersangkutan. 
  6. Meneliti tokoh lain terutama tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan tokoh perempuan yang sedang kita amati. 
  7. Mengamati sikap penulis karya yang sedang kita kaji. 
K. PENUTUP 

Metode penelitian sastra yang disajikan dalam makalah adalah metode yang sering digunakan dalam kajian-kajian sastra di Indonesia. Sekalipun metode penelitian sastra ini mengacu pada Barat, akan tetapi tetap bagus untuk coba diterapkan dalam penelitian sastra di Indonesia. Saya berharap metode penelitian sastra ini dapat diterapkan oleh para peneliti di Balai Bahasa Palangka Raya. 

DAFTAR PUSTAKA 

Daymon, Christine dan Holloway, Immy. 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif. Terjemahan oleh Cahya Wiratama. Yogyakarta: Bentang. 

Djajanegara, Soenarjati. 2003. Kritik Sastra Feminis, Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 

Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Sastra, Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo. 

Holsti, O. R. 1969. Content Analysis for the Social Sciences and Humanities. Reading, MA: Addison-Wesley. 

Janis, I. L. 1965. The Problem of Validating Content Analysis. Dalam H. D. Lasswell dan kawan-kawan (Eds.)., Language of Politics. Hal. 55-82. Cambridge: MIT Press. 

Krippendorf, Klaus. 1980. Content Analysis, An Introduction to Its Methodology. California: Sage Publications Ltd. 

Stokes, Jane. 2006. How To Do Media and Cultural Studies. Terjemahan oleh Santi Indra Astuti. Yogyakarta: Bentang. 

Sumaryono, E. 1999. Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

**Makalah disajikan pada kegiatan Pencerapan Teknik dan Metode Penelitian yang dilaksanakan 6-8 November 2011 di Hotel Amaris Palangka Raya yang diadakan oleh Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah. 2 Dosen S1, S2, dan S3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Alumnus program Doktor Universitas Negeri Malang bulan Januari 2010 dengan disertasi berjudul Mitos Raja dalam Hikayat Raja Banjar. Bukunya yang telah diterbitkan Teori Sastra: Kajian Teori dan Praktik (Refika Aditama, Bandung, 2010 dan Transformasi Kisah Nabi dan Rosul dalam Hikayat Raja Banjar dan Kota Waringin (Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2011). media dan kebudayaan, metode-metode kuantitatif lazim diasosiasikan dengan kajian komunikasi massa yang berasal dari Amerika. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulisan Lainnya:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *