29 Oktober 2011

Analisis Isi dalam penelitian kualitatif

Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Analisis ini biasanya digunakan pada penelitian kualitatif. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi[1]

Ada beberapa definisi mengenai analisis isi. Analisis isi secara umum diartikan sebagai metode yang meliputi semua analisis menganai isi teks, tetapi di sisi lain analisis isi juga digunakan untuk mendeskripsikan pendekatan analisis yang khusus. 

Menurut Holsti, metode analisis isi adalah suatu teknik untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi berbagai karakteristik khusus suatu pesan secara objektif, sistematis, dan generalis[2].
 
Objektif berarti menurut aturan atau prosedur yang apabila dilaksanakan oleh orang (peneliti) lain dapat menghasilkan kesimpulan yang serupa. Sistematis artinya penetapan isi atau kategori dilakukan menurut aturan yang diterapkan secara konsisten, meliputi penjaminan seleksi dan pengkodingan data agar tidak bias. Generalis artinya penemuan harus memiliki referensi teoritis. Informasi yang didapat dari analisis isi dapat dihubungkan dengan atribut lain dari dokumen dan mempunyai relevansi teoritis yang tinggi. Definisi lain dari analisis isi yang sering digunakan adalah: research technique for the objective, systematic and quantitative description of the manifest content of communication[3].

Analisis isi harus dibedakan dengan berbagai metode penelitian lain di dalam penelitian tentang pesan, yang sifatnya meneliti pesan yang latent (tersembunyi), kualitatif dan prosedurnya berbeda.  

Denis McQuail membuat dikotomi dalam riset analisis isi media yang terdiri dari dua tipe, yaitu: message content analysis dan structural analysis of texts. Analisis isi yang termasuk di dalam message content analysis memiliki karakter sebagai berikut: quantitative, fragmentary, systematic, generalizing, extensive, manifest meaning, dan objective. Sementara itu, structural analysis of texts, dimana semiotika termasuk di dalamnya, memiliki karakter sebagai berikut: qualitative, holistic, selective, illustrative, specific, latent meaning, dan relative to reader[4].

Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi, baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode penelitian. 

Holsti menunjukkan tiga bidang yang banyak mempergunakan analisis isi, yang besarnya hampir 75% dari keseluruhan studi empirik, yaitu penelitian sosioantropologis (27,7 persen), komunikasi umum (25,9%), dan ilmu politik (21,5%). Namun, analisis isi tidak dapat diberlakukan pada semua penelitian sosial. Analisis isi dapat dipergunakan jika memiliki syarat berikut[5].
  1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript).
  2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut.
  3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-bahan/data-data yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat khas/spesifik.
  Beberapa pembedaan antara analisis isi dengan metode penelitian yang lain[6]:
  1. Analisis isi adalah sebuah metode yang tak mencolok (unobtrusive). Pemanggilan kembali informasi, pembuatan model (modelling), pemanfaatan catatan statistik, dan dalam kadar tertentu, etno-metodologi, punya andil dalam teknik penelitian yang non-reaktif atau tak mencolok ini.
  2. Analisis isi menerima bahan yang tidak terstruktur karena lebih leluasa memanfaatkan bahan tersebut dan ada sedikit kebebasan untuk mengolahnya dengan memanggil beberapa informasi.
  3. Analisis isi peka konteks sehingga dapat memproses bentuk-bentuk simbolik.
  4. Analisis isi dapat menghadapi sejumlah besar data.
Metode Content Analysis merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi. Dalam hal ini, content analysis mencakup: klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria sebagai dasar klasifikasi, dan menggunakan teknik analisis tertentu sebagai pembuat prediksi[7]. 

Deskripsi yang diberikan para ahli sejak Janis (1949), Berelson (1952) sampai Lindzey dan Aronson (1968) yang dikutip Albert Widjaya dalam desertasinya (1982) tentang Content Analysis menampilkan tiga syarat, yaitu: objektivitas, dengan menggunakan prosedur serta aturan ilmiah; generalitas, dari setiap penemuan studi mempunyai relevansi teoritis tertentu; dan sistematis, seluruh proses penelitian sistematis dalam kategorisasi data[8].

Kelebihan Analisis Isi[9]:
  1. Tidak dipakainya manusia sebagai objek penelitian sehingga analisis isi biasanya bersifat non-reaktif karena tidak ada orang yang diwawancarai, diminta mengisi kuesioner ataupun yang diminta datang ke laboratorium.
  2. Biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan dengan metode penelitian yang lain dan sumber data mudah diperoleh (misal di perpustakaan umum).
  3. Analisis isi dapat digunakan ketika penelitian survey tidak dapat dilakukan.
Kekurangan Analisis Isi[10]:
  • Kesulitan menentukan sumber data yang memuat pesan-pesan yang relevan dengan permasalahan penelitian.
  • Analisis isi tidak dapat dipakai untuk menguji hubungan antar variabel, tidak dapat melihat sebab akibat hanya dapat menerima kecenderungan (harus dikombinasikan dengan metode penelitian lain jika ingin menunjukkan hubungan sebab akibat)
Sumber data yang dapat digunakan dalam analisis isi pun beragam. Pada prinsipnya, apapun yang tertulis dapat dijadikan sebagai data dan dapat diteliti dalam analisis isi. Sumber data yang utama adalah media massa, dapat pula coretan-coretan di dinding[11]. Analisis isi juga dapat dilakukan dengan menghitung frekuensi pada level kata atau kalimat.

Analisis isi memiliki prosedur yang spesifik, yang agak berbeda dengan metode penelitian yang lain. Beberapa prosedur analisis isi yang biasa dilakukan adalah sebagai berikut[12]:

  1. Perumusan Masalah: Analisis isi dimulai dengan rumusan masalah penelitian yang spesifik, misalnya bagaimana kualitas pemberitaan surat kabar di Indonesia?
  2. Pemilihan Media (Sumber Data): peneliti harus menentukan sumber data yang relevan dengan masalah penelitian. Suatu observasi yang mendalam terhadap perpustakaan dan berbagai media massa seringkali akan membantu penentuan sumber data yang relevan. Penentuan periode waktu dan jumlah media yang diteliti (sample), bila jumlahnya berlebihan, juga penting untuk ditentukan pada tahap ini.
  3. Definisi Operasional: definisi operasional ini berkaitan dengan unit analisis. Penentuan unit analisis dilakukan berdasarkan topik atau masalah riset yang telah ditentukan sebelumnya.
  4. Pelatihan Penyusunan Kode dan Mengecek Reliabilitas: kode dilakukan untuk mengenali ciri-ciri utama kategori. Idealnya, dua atau lebih coder sebaiknya meneliti secara terpisah dan reliabilitasnya dicek dengan cara membandingkan satu demi satu kategori.
  5. Analisis Data dan Penyusunan Laporan: data kuantitatif yang diperoleh dengan analisis isi dapat dianalisis dengan teknik statistik yang baku. Penulisan laporan dapat menggunakan format akademis yang cenderung baku dan menggunakan prosedur yang ketat atau dengan teknik pelaporan populer versi media massa atau buku. Data dianalisis juga dalam bentuk Coding Sheets.


Kesimpulan:
Analisis isi adalah salah satu jenis metode penelitian yang bersifat objektif, sistematis, dan kuantitatif serta berkait dengan isi manifest komunikasi. Dalam analisis isi, yang dibedah adalah pesan atau “message”nya. Studi analisis isi ini menekankan pada bahasa dan menghendaki adanya netralitas. Akan tetapi, sedikit kelemahan dari analisis isi ini adalah sangat berpengaruh pada subjektivitas peneliti. Namun, suatu hal yang membuat metode analisis isi ini patut menjadi pilihan karena sangat efisien dari segi biaya, dan peneliti dapat menggunakan satu media massa sudah dinilai representatif asal media massa tersebut bisa menyampaikan isinya secara komprehensif. 

Di sisi lain, analisis isi tidak perlu menggunakan responden sehingga dapat menghemat biaya dan waktu, narasumber terkadang diperlukan untuk memperkuat pendapat semata. Panduan analisis isi ini adalah pada Coding Sheets.
Data yang dapat dipakai dalam analisis isi beraneka ragam asalkan terdapat data tertulis tetapi yang utama media massa. 

Di dalam Ilmu Administrasi Publik, sumber data dapat dipergunakan dengan menguji isi PerUndang-undangan atau suatu kebijakan tertentu. Bagaimana keberpihakan UU tersebut kepada pemerintah atau kepada masyarakat, dan sebagainya.

Sumber :http://menulisproposal.blogspot.com

PENDEKATAN DAN ALIRAN HERMENEUTIKA

A. Pendahuluan
Mempelajari filsafat perlu diawali dengan sebuah pertanyaan pembuka ”Apakah filsafat itu?”. Ada dua pendapat tentang pengertian filsafat, sebagaimana pendapat Harun Nasution yang dikutip oleh Toto Suharto dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam. Pertama: filsafat berasal dari bahasa Inggris (fil) dan bahasa Arab (safah) yang jika digabungkan menjadi fisafat. Ini yang dipertanyakan Nasution. Pertanyaan ini wajar dikemukakan karena Nasution ingin menegaskan bahwa terma filsafat itu berasal dari bahasa Arab, maka seyogyanya diucapkan falsafah atau falsafat, bukan filsafah. (Suharto, 2006 : 21-22)

Pendapat kedua: terma filsafat berasal dari bahasa Inggris, philo dan sophos. Philo berarti cinta dan sophos berarti ilmu atau hikmah. Pendapat ini kebanyakan dikemukakan oleh penulis berbahasa Inggris, seperti Louis O Kattsoff. Dari kedua pendapat ini muncul pendapat ketiga yang menggabungkan keduanya. Pendapat ini dikemukakan oleh filosof Islam Al-Farabi. Menurutnya filsafat berasal dari bahasa Yunani yang masuk dan digunakan sebagai bahasa Arab, yaitu berasal dari kata philosophia. Philo berarti cinta dan sophia berarti hikmah. (Suharto, 2006 : 22)

Setelah mengkaji beberapa pengertian tentang filsafat, secara ringkas dapat dikatakan bahwa filsafat adalah hasil akal budi manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. (Suharto, 2006 : 22)

Selanjutnya apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu? Pendapat S.R. Toulmin, dalam The Liang Gie yang dikutip oleh Prof. Dr. Herman J. Waluyo, pertama: filsafat ilmu adalah pengkajian ilmu secara filosofis, yaitu secara menyeluruh, mendasar, dan spekulatif, dan dikaitkan dengan aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologinya. Kedua: filsafat ilmu juga dapat disebut sebagai cabang ilmu filsafat yang berusaha menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam pengkajian keilmuan, prosedur pengamatan, metode, dan nilai kegunaan dari ilmu. (Waluyo, 2002 : 1)

B. Permasalahan
Permasalahan apa yang perlu dikemukakan dalam filsafat ilmu? Sebagaimana ilmu-ilmu lain, filsafat ilmu secara ilmiah memiliki berbagai aliran dan pendekatan dalam mengkaji ilmu. Pada makalah ini penulis hanya membatasi pembahaan pada pendekatan dan aliran hermeneutika dalam filsafat ilmu.
Hermeneutik yang berarti penafsiran digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat dalam kitab suci, yang selalu relevan dengan zamannya. Kesulitan pada juru tafsir adalah ketika harus membumikan ajaran agama agar selalu relevan dengan zamannya.

Hermeneutik berasal dari bahasa Yunani ”hermenia” yang berarti penafsiran. Richard E. Palmer menyebutkan perkembangan arti hermeneutik, yaitu: 1) theory of biblical exegesis; 2) philological methodology; 3) the science of all linguistic understanding; 4) the methodological fundamental of Geisteswissenschaften; 5) fenomenology of desain of existensial understanding; 6) the system of interpretation both recovery of meaning and iconoclastic used by man to reach the meaning behind myth and symbol. (Waluyo, 2002 : 49).

Kenyataan tersebut mengarahkan setiap pembelajar filsafat ilmu harus mengkaji ilmu sampai tingkat paling mendasar, tidak setengah-setengah (dangkal). Pendalaman ilmu secara radikal, harus sampai tingkat mudheng (Jawa: paham). Bilamana perlu dilakukan dengan menarik suatu perbandingan secara historis antara masa lalu dan masa kini, membaca suatu persoalan lebih bertumpu pada teks (meskipun menurut tinjauan kebahasaan masih banyak makna dibalik kata-kata, dan tidak terwakili oleh kata-kata tertulis mana pun). Untuk mempelajari sesuatu seseorang harus sampai tahapan menderita dan mencapainya dengan perjuangan yang keras.

C. Tujuan
Tujuan hermeneutika menurut Riceour adalah menghilangkan misteri yang terdapat dalam sebuah simbol dengan cara membuka selubung daya-daya yang belum diketahui dan tersembunyi dalam simbol-simbol tersebut, seperti dalam kata-kata. Hal ini karena kata-kata merupakan alat untuk mengungkapkan pikiran simbolis kita tentang dunia. (Hidayat, 2006 : 160)
 

Posisi penafsiran para filsuf empiris, pertama-tama terarah pada benda-benda objektif “natural” yang tidak tersentuh oleh tangan dan pikiran manusia. Bagi mereka pikiran manusia menempati tempat kedua; jika menempati tempat pertama, pikiran manusia hanya bisa memaksakan pengandaian yang menyesatkan dan prasangka yang artifisial terhadap dunia di luar dirinya. (Harland, 2006 : 98).

Dari pemikiran tersebut, mempelajari filsafat ilmu adalah meyakinkan setiap orang bahwa untuk mencapai sesuatu pemahaman (ilmu), harus dilakukan berbagai pendekatan baik secara teoretis maupun praktis. Berbagai permasalahan dalam kehidupan sering terjadi karena seseorang tidak memahami suatu ilmu secara mendalam. Jawaban atas suatu persoalan sering bersifat dangkal dan penuh keraguan, sehingga pihak-pihak yang bermasalah merasa tidak puas atas jawaban yang diberikan.

Ini relevan dengan pengertian hermeneutika menurut Zygmunt Bauman. Hermeneutika adalah upaya menjelaskan dan menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau tulisan yang abstrak, belum jelas maknanya, sehingga menimbulkan keraguan dan kebingungan bagi pendengar atau pembaca. Keraguan ini ada kalanya juga muncul ketika seseorang dihadapkan pada berbagai dokumen yang saling berbeda penjelasannya mengenai hal yang sama, sehingga pembaca harus bekerja melakukan kajian yang serius untuk menemukan sumber-sumber yang otentik serta pesan yang jelas. (Hidayat, 2006 : 256)

Ini menandakan bahwa banyak ketidakpercayaan publik terhadap jawaban-jawaban yang diberikan oleh pemegang otoritas atas sebuah tanggung jawab terhadap suatu masalah. (Banyak contoh kasus seperti Lapindo Brantas, Poligami AA Gym, Tenggelamnya Kapal Senopati, Jatuhnya Adam Air, Banjir di Jakarta, dan lain-lain).

D. Pembahasan
Untuk sampai pada pembahasan tentang filsafat ilmu berikut penulis suntingkan beberapa pendapat ahli tentang hermeneutika dalam filsafat ilmu.
 
1. Wilhelm Dilthey
Satu istilah penting yang dicetuskan oleh Dilthey adalah verstehen atau mudheng, yakni penafsiran sesuatu sampai tingkat kemengertian yang selengkap-lengkapnya. Pemahaman atas suatu masalah tidak hanya dilihat dari realitas luar saja, melainkan sampai dengan realitas dalamnya, artinya ada makna di balik sesuatu yang kasat mata. Juru tafsir harus melalui tahap explanation (penjelasan), explication (penguraian), serta interpretation (penafsiran). Mereka juga harus melalui experience (pengalaman), expression/ ausdruck (ekspresi), lived experience atau objectivication (pengalaman pribadi).

Selanjutnya disebutkan bahwa juru tafsir harus memiliki historical beeing, artinya memiliki pengalaman panjang dalam menafsirkan suatu fenomena. Semakin banyak menafsirkan sesuatu yang berkaitan dengan hidupnya, semakin tajam dan peka daya tafsirnya. Disebutkan pula tentang lingkaran hermeneutika yaitu lingkaran penafsiran yang secara terus menerus mengkaji tingkah laku manusia sebagai sebuah msiteri yang sulit dipahami, bahkan sampai akhir hayatnya.

Dilthey menafsirkan sebuah ilmu dengan mengkaji sejarah, yang digambarkan sebagai informasi dan fakta yang tidak menyebutkan angka tahun, melainkan berupa simbol-simbol. (sebagai contoh mite dan eposm, Ken Arok yang dari kepalanya muncul banyak kelelawar yang memakan buah jambu milik tetangga yang sangat diinginkannya. Sedangkan pada bagian bawah perut Ken Dedes keluar cahaya yang terang). Penafsiran tentang apakah ini, nafsu dan daya tarik kewanitaankah?
 
2. Martin Heidegger
Heidegger berbicara tentang das sein atau keluar dari ketersembunyian dan pemikirannya meliputi dua periode yakni periode pertama yang mengungkapkan tentang ’ada dan waktu’, sedangkan periode kedua mengungkapkan tentang ’pembalikan’.

Dalam pemikiran pertama dikatakan antara ada dan manusia sebagai suatu yang berkait erat, sedangkan pada masa pembalikan, disebutkan pemikiran ini sebagai pengujian atas pemikiran pertama ’ketidaktersembunyian’ dengan aletheia yang artinya ’a’ tidak dan ’lethe’ ketersembunyian.

Kita tidak dapat memahami subjek, dalam hal ini manusia tanpa arti yang dialami subjek. Berfikir yang sesungguhnya adalah suatu langkah kembali kepada kesatuan yang saling memuat secara timbal balik antara subjek dan arti. Sejarah pemikiran ternyata telah meninggalkannya dengan suatu akibat, berpikir manusia dan sejarah kehilangan unsur-unsurnya, dasar asal mulanya beserta tempat tinggalnya. Berpikir yang sesungguhnya adalah berdiri dalam suatu kebenaran sebagai ketidaktersembunyian. (Kaelan, 1998 : 197)
 
3. Friederich Schleiermacher
Bagi Schleiermacher yang menafsirkan ilmu dengan mengkaji bidang linguistik dan kesenian, penafsiran merupakan rekonstruksi historis, artinya fenomena masa lalu harus harus ditafsirkan pada masa kininya si juru tafsir. Untuk menafsirkan sesuatu diperlukan rekonstruksi historis yang menghasilkan ”fusi cakrawala” yaitu gabungan antara cakrawala pandangan teks masa lalu ditafsirkan dengan cakrawala pemikiran masa kini.

Istilah anschauung yang dikemukakan Sshelermacher mengandung arti adanya keluluhan antara fenomena masa lalu dengan intuisi dan visinya. Fenomena masa lalu tidak dilihat secara partial, melainkan bersifat menyeluruh (global : dari berbagai segi). Diperlukan tiga tahap untuk mencapai keluluhan ini, yakni: 1) tahap interpretasi dan pemahaman secara mekanis; 2) tahap ilmiah; dan tahap estetis. Tahap ketiga ini hanya dapat dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan besar yang mampu melakukan, karena harus mengembangkan imajinasi, dan mencapai tahap keluluhan antara emosi dan rasio. Kedewasaan mental atau kematangan emosional ?
 
4. Jurgen Habermas
Habermas menyatakan bahwa pemahaman adalah suatu kegiatan di mana pengalaman dan pengertian teoretis berpadu menjadi satu. Pemikiran ini yang menyebabkan hermeneutika dan bahasa mendekati ciri metodis, sehingga sangat relevan untuk diangkat menjadi metode hermeneutika bagi penelitian-penelitian kualitatif dewasa ini.

Pengalaman hermeneutik melibatkan tiga kelas ekspresi kehidupan, yaitu : linguistik, tindakan dan pengalaman. Tentang linguistik Habermas mengatakan bahwa ekspresi atau ungkapan dapat sama sekali dipisahkan dari konteks kehidupan konkret jika tidak berhubungan dengan bagian-bagian khusus dalam konteks tersebut.

Dalam hal ini ekspresi linguistik muncul dalam bentuknya yang absolut, yaitu menggambarkan pemahaman monologis. Hal ini juga akan menimbulkan jurang pemisah antara apa yang diungkapkan dengan apa yang dimaksudkan, dan jurang pemisah baru akan ditutup bila hermenutik atau interpretasi bekerja. (Kaelan, 1998 : 223)
 
5. Hans Georg Gedamer
Penafsiran ilmu menurut Gedamer dilakukan dalam bentuk rekreasi, artinya juru tafsir memiliki kemerdekaan dalam menafsirkan fenomena seni dan tidak harus terikat oleh pencipta karya seni itu. Juru tafsir menafsirkan ciptaan dengan visinya, dan faktor sosiologis dan historis tidak dapat diungkapkan dalam karya seni.

Menurut Gedamer, pemahaman harus dilakukan secara dialektik melaui: 1) rekreasi (membuang prakonsepsi dan hal yang berkaitan dengan teks); 2) vorhabe (mengadakan interpretasi berdasarkan visi dan pengetahuan yang dimiliki; 3) vorsicht (menafsirkan berdasarkan apa yang dilihat); dan vorgrift (menafsirkan berdasarkan apa yang diperoleh kemudian atau kesan-kesan menyeluruh yang muncul).

Untuk melakukan penafsiran diperlukan bildung atau mengembangkan jalan pikiran; sensus communicus atau membuat pertimbangan untuk mengelompokkan hal-hal praktis yang baik; dan selera yaitu keseimbangan antara insting, pancaindera dan kebebasan intelektual.
 
6. Jacques Derrida
Pemikiran Derrida berkaitan dengan ungkapan dan fenomena, dan dalam pernyataannya disebutkan bahwa filsafat dan ilmu pengetahuan merupakan hal yang sama, karena keduanya dalam rasionalitas yang sama.

Dalam pengertian ini pengertian Derrida tentang bahasa merangsangnya untuk membuat suatu kritik. Ia mengatakan bahwa setiap kata mempunyai arti atau makna, namun tandanya berbeda-beda. Membaca sebuah teks pada hakikatnya merupakan suatu perumusan kembali pandangan dunia dari pengarang, sedangkan membaca termasuk dalam arti tanda-tanda dalam kata-kata. Jika kritik tidak dapat menyusup masuk ke dalam arus utama dari jalan pikiran pengarang atau jikalau gagal mendalami pandangan dunia dari pengarang, maka kritik itu sebenarnya tidak ada artinya sama sekali. (Kaelan, 1998 : 251)
 
7. Paul Ricoeur
Pandangan dan pendapat Ricoeur merupakan jalan tengah dari Schleiermacher dan Gedamer. Penafsiran yang dilakukan berkaitan dengan kebudayaan yang mengharuskan adanya interpretasi terhadap interpretasi. Harus ada pembongkaran makna terselubung dalam kata-kata atau fenomena yang sedang dihadapi.

Riceour memperkenalkan istilah distansi kultural, yang mengharuskan juru tafsir mengambil jarak agar tidak luluh dengan fenomena yang ditafsirkan, sehingga kehilangan kesempatan untuk memahami maknanya. Juru tafsir harus menafsirkan fenomena dengan pikiran jernih dan dari luar bidang itu, sehingga sifat dan hakikat fenomena itu dapat ditafsirkan secara lebih lengkap.

Menurut Ricoeur, seorang juru tafsir tidak menafsirkan sesuatu dengan kepala kosong, melainkan dengan modal gagasan berupa bekal teoretis tentang fenomena; apa yang dilihat melalui observasi; dan apa yang merupakan konsep dalam pikirannya.

Karena kajian Riceour adalah teks maka budaya oral yang sering menimbulkan salah penafsiran dipersempit. Kesalahpahaman yang terjadi dalam bahasa tutur perlu dihindari, dan salah satu tujuan yang hendak dicapai adalah mengurangi adanya kesalahpahaman. Untuk menafsirkan teks diperlukan proses dekontekstualisasi yang artinya proses pembebasan terhadap teks, dan rekonstektualisasi yakni proses masuk kembali ke dalam teks. Penafsir harus membaca dari dalam teks, tetapi tidak luluh ke dalamnya, untuk itu diperlukan distansi kultural.

Semua teks, menurut Riceour bersifat otonom yang berdasarkan atas tiga hal yaitu: 1) maksud penulis; 2) situasi kultural dan kondisi sosial pengadaan teks; dan 3) untuk siapa teks itu ditulis. Pemahaman terhadap teks merupakan the made of beeing (cara berada atau cara menjadi).

Pemahaman adalah proyeksi dasein (pemahaman manusia seutuhnya dengan segala aspek-aspeknya) dan keterbukaan terhadap beeing (pemahaman yang tidak sepotong-potong atas keberadaan fenomena). Pemahaman atas suatu persoalan menurut Ricoeur hanya dapat diperoleh malalui kerja keras dan menderita. Pada tingkat eksistensial (suatu fenomena dalam derajat tertinggi), dan untuk memahami diri sendiri harus melalui memahami orang lain.

Selain itu penafsiran Riceour bersifat open ended yang berarti adanya kemungkinan jawaban-jawaban baru atau tafsiran-tafsiran baru terhadap suatu fenomena. Peristiwa sejarah sebagai fenomena tidak pernah berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang tersituasi. (Waluyo, 2002 : 49-55)
 
8. Aristoteles
Dalam khasanah filsafat klasik, kata “hermeneutika” ini juga telah digunakan. Misalnya kita jumpai dalam “Peri Hermeneias” (De Interpretatione) dari Aristoteles. Dalam “Peri Hermeneias” ini

Aristoteles mengatakan bahwa kata-kata yang kita ucapkan pada dasarnya merupakan pengalaman mental kita. Sedangkan kata-kata yang kita tulis merupakan simbol dari kata-kata yang kita ucapkan. Sebagaimana seseorang tidak mempunyai kesamaan bahasa tulisan dengan orang lain, demikian pula ia tidak mempunyai kesamaan bahasa ucapan dengan yang lain. Akan tetapi, pengalaman mentalnya yang disimbolkan secara langsung itu adalah sama untuk semua orang sebagaimana juga pengalaman-pengalaman imajinasi kita untuk menggambarkan sesuatu. (Hidayat, 2006 : 166).

E. Simpulan
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa:
Filsafat adalah hasil akal budi manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya atau ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.

Filasafat ilmu adalah pengkajian ilmu secara filosofis, yaitu secara menyeluruh, mendasar, dan spekulatif dan dikaitkan dengan aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologinya, dapat juga disebut sebagai cabang ilmu filsafat yang berusaha menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam pengkajian keilmuan, prosedur pengamatan, metode, dan nilai kegunaan dari ilmu.

Mempelajari filsafat ilmu bertujuan meyakinkan setiap orang bahwa untuk mencapai sesuatu pemahaman (ilmu), harus dilakukan berbagai pendekatan baik secara teoretis maupun praktis.
Pendekatan yang bisa dilakukan adalah penafsiran sesuatu sampai tingkat kemengertian yang selengkap-lengkapnya; rekonstruksi historis yang menghasilkan ”fusi cakrawala” yaitu gabungan antara cakrawala pandangan teks masa lalu ditafsirkan dengan cakrawala pemikiran masa kini; menafsirkan berdasarkan apa yang diperoleh kemudian atau kesan-kesan menyeluruh yang muncul; dan memungkinkan adanya jawaban-jawaban baru atau tafsiran-tafsiran baru terhadap suatu fenomena.

Kesalahpahaman yang terjadi dalam bahasa tutur perlu dihindari, dan salah satu tujuan yang hendak dicapai adalah mengurangi adanya kesalahpahaman. Dengan demikian berbagai permasalahan dalam kehidupan yang sering terjadi karena seseorang tidak memahami suatu ilmu secara mendalam, tidak lagi terjadi.

Daftar Pustaka

Harland, Richard.2006. Superstrukturalisme, pengantar Komprehensif kepada Semiotika, Strukturalisme, dan Postrukturalisme, Yogyakarta: Jalasutra.
Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat Bahasa, Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna dan Tanda, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Kaelan M.S., Drs. 1998. Fisafat Bahasa, masalah dan perkembangannya, Yogyakarta: Paradigma.
Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz.
Waluyo, Herman J. Prof. Dr. 2002. Pengantar Filsafat Ilmu, Salatiga: Widya Sari Press.

INSTRUMEN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA (Sebuah Tinjauan Teoretis)

A. Pendahuluan
Hal utama yang mempengaruhi kualitas hasil penelitian yaitu, kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.

Dalam penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari dari obyek penelitian belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapkan semuanya belum jelas. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif “the researcher is the key instrument”. Jadi peneliti adalah merupakan instrumen kunci dalam penelitian kualitatif.

Dalam hal instrumen penelitian kualitatif, Lincoln and Guba dalam Sugiyono (2006) menyatakan bahwa :
“The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human. We shall see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainstay. But if the human isntrument has been used extensively in earlier stages of inquiry, so that an instrument can be constructed that is grounded in the data that the human instrument has product”.
Selanjutnya Nasution dalam Sugiyono (2006) menyatakan :
Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”.
B. Permasalahan
Para mahasiswa sebagai calon peneliti pada umumnya belum memahami permasalahan instrumen dan teknik pengumpulan data dalam penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif. Pada tulisan ini diungkapkan permasalahan instrumen dan teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yang secara terperinci diuraikan sebagai berikut:
  1.  Instrumen apa saja yang diperlukan dalam pengumpulan data, khususnya dalam penelitian kualitatif
  2. Teknik pengumpulan data apa saja yang diperlukan dalam penelitian kualitatif
  3. Mengapa triangulasi lebih disarankan penggunaannya dalam penelitian kualitatif dibandingkan teknik pengumpulan data lainnya
C. Tujuan
Tulisan singkat ini bermaksud memberikan ilustrasi nyata tentang instrumen dan teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yang secara terperinci dapat dirumuskan sebagai berikut:
  1. Menguraikan secara terperinci instrumen-instrumen yang diperlukan dalam pengumpulan data
  2. Menguraikan secara terperinci teknik-teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, kelebihan dan kelemahannya masing-masing
  3. Menjelaskan secara singkat perlunya penggunaan teknik triangulasi dalam penelitian kualitatif
D. Pembahasan
Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai, dapat dirumuskan pembahasan dengan menguraikan pokok-pokok materi sebagai berikut:
 
1. Instrumen Penelitian
Menurut Nasution dalam Sugiyono (2006) peneliti sebagai intrumen penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.
b. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
c. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.
d. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat difahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.
e. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk mentest hipotesis yang timbul seketika.
f. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.
g. Dalam penelitian dengan menggunakan test atau angket yang bersifat kuantitatif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar dapat diolah secara statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.

2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

Catherine Marshall, Gretchen B. Rossman, dalam Sugiyono (2006) menyatakan bahwa “the fundamental methods relied on by qualitative researches for gathering information are, participation in the setting, direct observation, in-depth interviewing document review”
 
a. Pengumpulan Data dengan Observasi
1) Macam-macam Observasi
Nasution dalam Sugiyono (2006) menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dan sering dengan bantuan berbagai alat yang sangat canggih, sehingga benda-benda yang sangat kecil (proton dan elektron) maupun yang sangat jauh (benda ruang angkasa) dapat diobservasi dengan jelas.

Marshall dalam Sugiyono (2006) menyatakan bahwa “through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.

Sanapiah Faisal dalam Sugiyono (2006) mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation dan covert observation), dan observasi yang tak berstruktur (unstructed observation). Selanjutnya Spradley, dalam Susan Stainback (1988) membagi observasi berpartisipasi menjadi empat, yaitu pasive participation, moderate participation, active participation, dan complete participation.
 
a) Observasi partisipatif
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.

Susan Stainback dalam Sugiyono (2006) menyatakan “In participant observation, the researcher observes what people do, listent to what they say, and participates in their activities” Dalam obeservasi paarticipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.

Observasi ini dapat digolongkan menjadi empat, yaitu partisipasi pasif, partisipasi moderat, observasi yang terus terang dan tersamar, dan observasi yang lengkap.
  • Partisipasi pasif : peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.
  • Partisipasi moderat : terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar.
  • Partisipasi aktif : peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh nara sumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap.
  • Partisipasi lengkap : peneliti sudah terlibat sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan sumber data.
b) Observasi terus terang atau tersamar
Peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Tetapi dalam suatu saat peneliti juga tidak terus terang atau tersamar dalam observasi, hal ini untuk menghindari kalau suatu data yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan.
 
c) Observasi tak terstruktur
Observasi tidak terstuktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Peneliti akan melakukan penelitian pada suku terasing yang belum dikenalnya, maka peneliti akan melakukan observasi tidak terstruktur.
 
2) Manfaat Observasi
Menurut Patton dalam Nasution yang dikutip Sugiyono (2006), dinyatakan bahwa manfaat observasi adalah sebagai berikut.
a) Dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial. Jadi akan dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh.
b) Dengan observasi maka akan diperoleh pangalaman langsung sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengarugi oleh konsep atau pandangan sebelumnya. Pendekatan induktif membuka kemungkinan melakukan penemuan atau discovery.
c) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu, karena telah dianggap “biasa’ dan karena itu tidak akan terungkapkan dalam wawancara.
d) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan diungkapkan oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga.
e) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang di luar persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.
f) Melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan data yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi, dan merasakan suasana/ situasi sosial yang teliti.
 
3) Obyek Observasi
Obyek penelitian dalam penelitian kualitatif yang diobservasi menurut spradley dinamakan situasi sosial, yang terdiri atas tiga komponen yaitu place (tempat), actor (pelaku), activities (aktivitas).
Place, atau tempat di mana interkasi dalam situasi sosial sedang berlangsung
Actor, pelaku atau orang-orang yang sedang memainkan peran tertentu
Avtiviti, atau kegiatan yan dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial yang sedang berlangsung.
 
4) Tahapan Observasi
Menurut Spradley dalam Sugiyono (2006) tahapan observasi ada tiga yaitu 1) observasi deskriptif 2) observasi terfokus 3) observasi terseleksi
 
a) Observasi deskriptif
Observasi deskriptif dilakukan peneliti pada saat memasuki situasi sosial tertentu sebagai obyek penelitian. Penelitian menghasilkan kesimpulan pertama. Peneliti melakukan analisis domain, sehingga mampu mendeskripsikan terhadap semua yang ditemui.
 
b) Observasi terfokus
Peneliti melakukan analisis taksonomi sehingga dapat menemukan fokus, peneliti selanjutnya menghasilkan kesimpulan-kesimpulan.
 
c) Observasi terseleksi
Peneliti telah menemukan karakteristik kontras-kontras atau perbedaan dan kesamaan antarkategori, serta menemukan hubungan antara satu kategori dengan kategori yang lain.
 
b. Pengumpulan data dengan wawancara/interview
Esterberg dalam Sugiyono (2006) mendefinisikan interview sebagai berikut. ‘ a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses. Resulting in communication and joint construction of meaning abaut a particular topic”. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Susan stainback dalam Sugiyono (2006) mengemukakan bahwa : interviewing provide the researcher a means to gain a deeper undersuntding of how the participant interpret a situation of phenomenon than can be gained through observationalon. Jadi dengan wawancara, maka peneliti mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.

Selanjutnya Esterberg dalam Sugiyono (2006) menyatakan bahwa “interviewing is at the heart of social researct. If you look through almost any sociological journal. You will find that much social research is based on interview, either standardized or more in-depth”. Interview merupakan hatinya penelitian sosial. Bila Anda lihat dalam ilmu sosial, maka akan Anda temui semua karena itu pewawancara perlu memahami situasi dan kondisi sehingga dapat memilih waktu yang tepat kapan dan di mana harus melakukan wawancara.

Informasi atau data yang diperoleh dari wawancara sering bias. Oleh karena itu peneliti jangan memberi pertanyaan yang bias.
 
1) macam-macam interview/wawancara
Esterberg dalam Sugiyono (2006) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu:
a) wawancara terstruktur
b) wawancara semiterstruktur
c) wawancara takberstruktur
 
2) langkah-langkah wawancara
Lincoln dan Guba dalam Sanapiah Faisal dalam Sugiyono (2006), mengemukakan ada tujuh langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif, yaitu:
a) Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan
b) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan
c) Mengawali atau membuka alur wawancara
d) Melangsungkan alur wawancara
e) Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya
f) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan
g) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh
3) Jenis-jenis pertanyaan dalam wawancara

Patton dan Molleong dalam Sugiyono (2006) menggolongkan enam jenis pertanyaan yang saling berkaitan, yaitu:
a) Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman
b) Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat
c) Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan
d) Pertanyaan tentang pengetahuan
e) Pertanyaan yang berkenaan dengan indera
f) Pertanyaan yang berkaitan dengan latar belakang atau demografi

Selanjutnya Guba dan Lincoln dalam Molleong dalam Sugiyono (2006) mengkalsifikasikan jenis-jenis pertanyaan untuk wawancara sebagai berikut:
a) Pertanyaan hipotesis
b) Pertanyaan yang mempersoalkan sesuatu yang ideal dan informan diminta untuk memberikan respon
c) Pertanyaan yang menantang informan untuk memberikan hipotesis alternatif
d) Pertanyaan interpretatif
e) Pertanyaan yang memberikan saran
f) Pertanyaan untuk mendapatkan suatu alasan
g) Pertanyaan untuk mendapatkan suatu argumentasi
h) Pertanyaan untuk mendapatkan suatu alasan
i) Pertanyaan untuk mengungkap sumber
j) Pertanyaan yang mengungkapkan kepercayaan terhadap sesuatu
k) Pertanyaan yang mengarahkan

Spradley dalam Sugiyono (2006) menggolongkan jenis-jenis pertanyaan menjadi tiga, yaitu: pertanyaan deskriptif, pertanyaan struktural, dan pertanyaan kontras.
 
4) Alat-alat wawancara
Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, diperlukan alat-alat sebagai berikut:
a) buku catatan
b) tape recorder
c) camera
 
5) Mencatat hasil wawancara
Hasil wawancara segera harus dicatat setelah selesai melakukan wawancara agar tidak lupa atau bahkan hilang.
 
c. Teknik Pengumpulan Data dengan Dokumen
Dalam hal dokumen Bogdan dalam Sugiyono (2006) menyatakan “In most tradition of qualitative research yhe phrase personal documnet is use broadly to refer to any first person narrative produced by an individual which discribes his or her own actions, experience, and belief”.
Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada. Photograps provide strikingly descriptive data are often used to understand the subjective and is product frequently analyzed inductive.
 
d. Triangulasi
Dalam pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik yang bersifat menggabungkan berbagai teknik yang ada. Susan Stainback dalam Sugiyono (2006) menyatakan bahwa,”the aim is not to determine the truth about some social phenomenon, rather the purpose of triangulation is to increase one’s understanding of what ever is being investigated”. Tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan.

Selanjutnya Bogdan menyatakan “what the qualitative researcher is intersted in is not truth per se, but rather perspective. Thus, rather than trying to determine the “truth” of people’s perceptions, the purpose of corroboration is to help researchers increase their understanding and the probability that their finding will be seen as credible or worthy of concideration by others”.

Selanjutnya Mathinson dalam Sugiyono (2006) mengemukakan bahwa “the value of triangulation lies in providing evidence – whether convergent, inconsistent, or contracditory”. Nilai dari praktek pengumpulan data dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten, atau kontradiksi.

Oleh karena itu dengan menggunakan teknik triangulasi dalam pemngumpulan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas, dan pasti. Melalui triangulasi “can build on the strength of each type of data collection while minimizing the weakness in any single approach” (Patton, 1980). Dengan triangulasi akan lebih ditingkatkan kekuatan data, bila dibandingkan dengan satu pendekatan.

E. Simpulan
  1. Instrumen-instrumen yang diperlukan dalam pengumpulan data antara lain, buku catatan, tape recorder, kamera, daftar pertanyaan dalam wawancara dan lain-lain.T
  2. Teknik-teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif meliputi teknik observasi, wawancara, dokumen, dan lain-lain yang masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan
  3. Teknik triangulasi dalam penelitian kualitatif sangat diperlukan dan disarankan penggunaannya karena akan melengkapi kelemahan dari masing-masing teknik pengumpulan data yang ada.


DAFTAR PUSTAKA

Bogdan, Robert, C; Biklen Knopp Sari; 1982. Qualitative Research for Education; An Introduction to Theory and Methods, Boston London: Allyn and Bacon.

Catherine Marshall, Gretchen B Rossman, 1995. Designing Qualitative Research, second edition; Sage publications, London: International Educational and Professional Publisher.

Esterberg, Kristin G., 2002. Qualitaive Methods in Social Research, New York: Mc. Graw Hill.

Faisal, Sanapiah, 1990. Penelitian Kualitatif, Dasar dan Aplikasi, Malang: Yayasan Asah Asih Asuh.

Spradley, James, 1980. Participant Observation, Holt, Rinehart and Winston.

Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta.

Susan Stainback, William Stainback, 1988. Understanding and Conducting Qualitative Research, Dubuque Iowa: Kendall/ Hunt Publishing Company.

Sumber :    http://bambangdssmagasolo.blogspot.com

TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Sesuatu yang tidak bisa diabaikan oleh seorang peneliti selain cara mendapatkan data yang mendukung penelitian kita. Seperti juga polisi yang membutuhkan data lengkap si tersangka pembunuhan dengan berbagai cara dan metode dilakukan agar bisa menggali data verbal. 

SEPERTI kita ketahui kita tidak hanya sekedar melihat saja terhadap objek penelitian, tetapi berhubungan dengan berbagai macam pendapat dan persepsi atas fenomena, keadaan dan peristiwa yang terjadi. Artinya saat terjadinya peristiwa pembunuhan, polisi harus mencari data-data sebagai sebuah modus operansi dan modus vivendi-nya dari pembunuhan tersebut, kapan terjadi, berapa luas modus dan berapa lama mereka merencanakan dan siapa yang menyuruh mereka membunuh. Akan tetapi mengamati bukan sekedar melihat objek tetapi didalamnya ada kegiatan penerimaan data dengan cara merekam kejadian, menghitungnya, mengukurnya dan mencatatnya yang nantinya bias menjadi sebuah fakta yang menguatkan dugaan yang direkayasa oleh peneliti.

Begitu juga fakta yang didapat polisi akan menjadi sebuah Data apabila fakta tersebut di rekam, dihitung diukur dan dicatatnya. Penggunaan istilah tersebut sering berbeda dengan pengertiannya. Yang dikumpulkannya adalah fakta sehingga menjadi data, tetapi pada umumnya lebih banyak digunakan istilah pengumpulan data, karena dianggap memiliki pengertian yang lebih luas karena menyangkut pula masalah penyajian data serta keterkaitannya dengan seluruh proses penelitian. Sehingga metode pengumpulan data merupakan suatu cara atau proses yang sitematis dalam pengumpulan, pencatatan dan penyajian fakta untuk tujuan tertentu.

Mengumpulkan data bukan pekerjaan nyaman dan terkadang sangat sulit mencari data tersebut, terkadang pencarian data diserahkan pada orang lain, sementara desain dan instrument penelitian, mengolah data dan mengambil kesimpulan yang dilakukan oleh si peneliti.Arti penting data bagi sebuah penelitian, sugiono[1] mengungkapkan ada dua hal yang mempengaruhi kualitas data hasil  penelitian yaitu kualitas instrument penelitian dan kualitas pengumpulan data.

Data dan tahapan pengumpulan data
Data itu sendiri adalah subjek darimana data dapat diperoleh, atau bisa juga data diartikan sebagai sumber informasi yang bisa menguatkan fakta yang sedang diamati.  Untuk memudahkan makna dari data dapat diklasifikasikan dalam tiga tingkatan data yang diungkapkan oleh Suharsimi (2006) [2]  bisa berupa sumber yang berupa Person (sumber data berupa orang), Place (sumber data berupa tempat )dan Paper (sumber data berupa symbol). Selain data juga terdiri dari fakta, pendapat dan kemampuan.[3]

Dari metode pengumpulan data ini ada beberapa tahapan dalam pengumpulan data  yaitu menyangkut :

1.       Perumusan tujuan pengumpulan data.
Tujuan pegumpulan data sangat tergantung pada tujuan dan metodologi penelitian, khususnya metodologi analisa data. Secara umum pengumpulan data bertujuan untuk memperoeh fakta yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian. Begitu juga penentuan objek yang akan dikumpulkan datanya oleh latar belakang dari perumusan maslah riset, serta pemilihan contoh (sampling). namun demikian identitas objek pengaruh pada jenis data yang akan dikumpulkan, teknik dan alat bantu yang digunkan serta tahapan pengumpulan data.

2.       Penentuan jenis data yang akan dikumpulkan.
Secara umum data dibagi dua kategori yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah nilai dari perubahan yang tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka,s ebaliknya data kuantitatif adalah nilai perubahan yang dapat dinyatakan dalam angka. Pandangan umum bahwa data kuantitatif merupakan kategori data yang lebih baik dan dan data kualitaif yang dinilai sering tidak pasti. Namun sebenarnya keduanya saling melengkapi, karena hanya dengan data kualitatif saja tidak akan memberikan informasi yang lengkap tanpa dukungan data kuantitatif yang jelas. Juga terkadang data kuantitatif sering kali tidak cukup untuk menggambarkan keadaan sebenarnya juka tida ditunjang oleh data kualitatif yang memadai.

Pembeda data lain sering digunakan data primer dan data sekunder. Data perimer adalah data yang diperoleh langsung oleh pengumpul data dari obejek penelitiannya. Sedang data sekunder adaah semua data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek yang diteliti. Dalam pengumpulan data primer, improvisasi peneliti terhadap objek penelitian sangat penting dilakukan, terutama untuk memperoleh informasi kualitatif yang melatar belakangi data kuantitatif yang diperoleh. Pengumpulan data primer tetap dapat dilakukan dengan menggunakan tenaga pembantu (enumerator), asalkan peneliti telah menghayati permasalahan yang dihadapi atau telah menemukan objek penelitiannya. Sedangkan pada data sekunder yang diperlukan hanyalah keadaan atau ada-tidaknya data itu sendiri.

Data lainnya ada istilah data kerat lintang (cross section) dan data deret waktu (Time series). Data kerat lintang (cross section) adalah data mengenai fakta-fakta yang terjadi pada waktu bersamaan yang dikumpulkan dari berbagai sumber, sedang data deret waktu (time series) adalah data mengenai fakta-fakata pada waktu berbeda dan umumnya dikumpulkan dari sumber yang sama.

3.       Menentukan teknik pengumpulan data yang akan digunakan.
Setiap jenis data yang dikumpulkan dengan menggunkan salah satu teknik pengumpulan data. Perbedaanya hanya dalam hal cara menghasilkan data yang dimaksud, terutama dalam hal hubungannya dengan pengolahan dan penyajian data. Banyak teknik yang sering digunakan para peneliti dari berbagai buku penelitian yang semuanya digunakan dengan berbagai kombinasi terbaik sehingga diharapkan mendapatkan data yang akurat dan bias dipercaya. Ada jenis pengumpulan data berbentuk tes dan teknik non- tes.

 Pengumpulan Data Dengan Metode Test
Test merupakan suatu metode penelitian psikologis untuk memperoleh informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin seseorang, dengan menggunakan pengukuran (measurement) yang menghasilkan suatu deskripsi kuantitatif tentang aspek yang diteliti.
Keunggulan metode ini adalah :
  1. Lebih akurat karena test berulang-ulang direvisi.
  2. Instrument penelitian yang objektif.
Sedangkan kelemahan metode ini adalah :
  1. Hanya mengukur satu aspek data.
  2. Memerlukan jangka waktu yang panjang karena harus dilakukan secara berulang-ulang.
  3. Hanya mengukur keadaan siswa pada saat test itu dilakukan.
Jenis-jenis Tes

1. Tes Intelegensi
Tes kemampuan intelektual, mengukur taraf kemampuan berfikir, terutama berkaitan dengan potensi untuk mencapi taraf prestasi tertentu dalam belajar di sekolah (Mental ability Test; Intelegence Test; Academic Ability Test; Scholastic Aptitude Test). Jenis data yang dapat diambil dari tes ini adalah kemampuan intelektual atau kemampuan akademik.

2. Tes Bakat
Tes kemampuan bakat, mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil dalam bidang studi tertentu, program pendidikan vokasional tertentu atau bidang pekerjaan tertentu, lingkupnya lebih terbatas dari tes kemampuan intelektual (Test of Specific Ability; Aptitude Test ). Kemampuan khusus yang diteliti itu mencakup unsur-unsur intelegensi, hasil belajar, minat dan kepribadian yang bersama-sama memungkinkan untuk maju dan berhasil dalam suatu bidang tertentu dan mengambil manfaat dari pengalaman belajar dibidang itu.

3. Tes Minat
Tes minat, mengukur kegiatan-kegiatan macam apa paling disukai seseorang. Tes macam ini bertujuan membantu orang muda dalam memilih macam pekerjaan yang kiranya paling sesuai baginya (Test of Vocational Interest).

4. Tes Kepribadian
Tes kepribadian, mengukur ciri-ciri kepribadian yang bukan khas bersifat kognitif, seperti sifat karakter, sifat temperamen, corak kehidupan emosional, kesehatan mental, relasi-relasi social dengan orang lain, serta bidang-bidang kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam penyesuaian diri. Tes Proyektif, meneliti sifat-sifat kepribadian seseorangmelalui reaksi-reaksinya terhadap suatu kisah, suatu gambar atau suatu kata; angket kepribadian, meneliti berbagai ciri kepribadian seseorang dengan menganalisa jawaban-jawaban tertulis atas sejumlah pertanyaan untuk menemukan suatu pola bersikap, bermotivasi atau bereaksi emosional, yang khas untuk orang itu.

Kelemahan Tes Proyektif hanya diadministrasi oleh seorang psikolog yang berpengalaman dalam menggunakan alat itu dan ahli dalam menafsirkannya.

5. Tes Perkembangan Vokasional
Tes vokasional, mengukur taraf perkembangan orang muda dalam hal kesadaran kelak akan memangku suatu pekerjaan atau jabatan (vocation); dalam memikirkan hubungan antara memangku suatu jabatan dan cirri-ciri kepribadiannya serta tuntutan-tuntutan social-ekonomis; dan dalam menyusun serta mengimplementasikan rencana pembangunan masa depannya sendiri. Kelebihan tes semacam ini meneliti taraf kedewasaan orang muda dalam mempersiapkan diri bagi partisipasinya dalam dunia pekerjaan (career maturity).

6. Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes yang mengukur apa yang telah dipelajari pada berbagai bidang studi, jenis data yang dapat diambil menggunakan tes hasil belajar (Achievement Test) ini adalah taraf prestasi dalam belajar.

Pengumpulan Data Dengan Metode Non Test
Untuk melengkapi data hasil tes akan lebih akurat hasilnya bila dipadukan dengan data-data yang dihasilkan dengan menggunakan tehnik yang berbeda, berikut disajikan alat pengumpul data dalam bentuk non tes.
  • Observasi langsung.  Observasi atau pengamatan adalah pengumpulan data dengan terjun langsung ke lapangan untuk mengamati secara langsung objek yang diteliti  atau juga diartikan  pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.  Berikut alat dan cara melaksanakan observasi :
    Keunggulan metode ini adalah :
    1. Banyak gejala yang hanya dapat diselidiki dengan observasi, hasilnya lebih akurat dan sulit dibantah.
    2. Banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya hanya dengan observasi, misalnya terlalu sibuk dan kurang waktu untuk diwawancarai atau menisci kuisioner.
    3. Kejadian yang serempak dapat diamati dan dan dicatat serempak pula dengan memperbanyak observer.
    4. Banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap oleh alat pengumpul data yang lain, yang ternyata sangat menentukan hasil penelitian.
    Kelemahan metode ini adalah :
    1. Observasi tergantung pada kemampuan pengamatan dan mengingat.
    2. Kelemahan-kelemahan observer dalam pencatatan.
    3. Banyak kejadian dan keadaan objek yang sulit diobservasi, terutama yang menyangkut kehidupan peribadi yang sangat rahasia.
    4. Oberservasi sering menjumpai observee yang bertingkah laku baik dan menyenangkan karena tahu bahwa ia sedang diobservasi.
    5. Banyak gejala yang hanya dapat diamati dalam kondisi lingkungan tertentu, sehingga dapat terjadi gangguan yang menyebabkan observasi tidak dapat dilakukan.

    1. Catatan Anekdot (Anecdotal Record )
    Alat untuk mencatat gejala-gejala khusus atau luar biasa menurut urutan kejadian, catatan dibuat segera setelah peristiwa terjadi. Pencatatan ini dilakukan terhadap bagaimana kejadiannya, bukan pendapat pencatat tentang kejadian tersebut.
    Keuntungan :
    1. Catatan ini menggambarkan perilaku individu, biasanya dalam berbagai situasi yang berbeda, sehingga dapat menyumbangkan pemahaman yang lebih besar tentang kepribadian individu tersebut.
    2. Catatan tentang perilaku yang jelas akan menghasilkan pemahaman yang lebih tepat mengenai subyek, daripada generalisasi yang tidak jelas, terlalu luas, dan tidak dilengkapi bukti kuat.
    3. Catatan ini mendorong guru untuk tertarik dan mendapatkan informasi tentang individu.
    4. Catatan ini melengkapi data kuantitatif dan memperkaya penafsiran perilaku.
    5. Kelemahan :
    6. Catatan ini dapat berguna hanya jika penggambaran pengamatannya akurat dan komprehensif.
    7. Catatan ini bisa menciptakan masalah serius bagi personel sekolah berkaitan dengan undang-undang yaitu (Undang-Undang dan Privasi Pendidikan Keluarga 1974) yang diciptakan untuk melindungi hak privasi siswa. Pencatatan data tentang orang tua atau anak dpat berdampak sangat berbahaya.

    Beberapa kejadian yang dialami subyek sehari-hari cenderung menjadi bahan observasi dan dicatat. Kejadian ini menimbulkan kesan tentang subyek itu diluar proporsi kepentingannya.
    Pencatatan dan penggambaran perilaku yang tidak representative mungkin akan mempengaruhi perilaku individu yang lain.

    Catatan anecdotal banyak memakan waktu dalam penulisan dan pemrosesannya. Hal ini jelas menambah beban konselor, guru, dan petugas sekolah.

    2. Catatan Berkala (Incidental Record)
    Pencatatan berkala walaupun dilakukan berurutan menurut waktu munculnya suatu gejala tetapi tidak dilakukan terus menerus, melainkan pada waktu tertentu dan terbatas pula pada jangka waktu yang telah ditetapkan untuk tiap-tiap kali pengamatan.

    3. Daftar Chek (Check List )
    Penataan data dilakukan dengan menggunakan sebuah daftar yang memuat nama observer dan jenis gejala yang diamati.

    4. Skala Penilaian (Rating Scale)
    Pencatatan data dengan alat ini dilakukan seperti chek list. Perbedaannya terletak pada kategorisasi gejala yang dicatat. Dalam rating scale tidak hanya terdapat nama objek yang diobservasi dan gejala yang akan diselidiki akan tetapi tercantum kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan atau jenjang setiap gejal tersebut.
    Keuntungan :
    Kelebihan skala pengukuran adalah karena merupakan alat perhitungan observasi dan merupakan alat yang bagi pengamat dapat digunakan untuk menilai individu yang sama, dengan demikian akan memperbesar reliabilitas penilaian. Penilaian yang sama dari beberapa penilai, asalkan mereka memiliki pengetahuan yang sama tentang individu yang sedang dinilai, biasanya hasilnya lebih baik daripada penilaian yang hanya dilakukan satu orang.
    Kelemahan:
    Kesalahan bias personal, efek halo, kecenderungan sentral, dan kesalahan logis. Karena skala penilaian telah digunakan secara luas selama bertahun-tahun, kekurangan itu cukup dikenal oleh mereka yang merancang dan menggunakannya. Namun, jenis-jenis kesalahan itu bisa saja terjadi dengan berbagai bentuk berdasarkan observasi yang dilakukan.
    5. Peralatan Mekanis (Mechanical Device)
    Pencatatan dengan alat ini tidak dilakukan pada saat observasi berlangsung, karena sebagian atau seluruh peristiwa direkan dengan alat elektronik sesuai dengan keperluan.
  • · Interview. Interview atau wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud mengadakan wawancara adalah mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapakan untuk dialami pada masa yang akan dating; memverikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.  Wawancara informasi merupakan salah satu metode pengumpulan data untuk memperoleh data dan informasi dari siswa secara lisan. Proses wawancara dilakukan dengan cara tatap muka secara langsung dengan siswa. Selama proses wawancara petugas bimbingan mengajukan pertanyaan, meminta penjelasan dan jawaban dari pertanyaan yang diberikan dan membuat catatan mengenai hal-hal yang diungkapkan kepadanya.
    Keunggulan :
    1. Diperoleh informasi dalam suasana komunikasi secara langsung, yang memungkinkan siswa selain memberikan data factual seperti yang ditulis dalan angket, juga mengungkapkan sikap, pikiran, harapan, dan perasaan.
    2. Rumusan pertanyaan dapat disesuaikan dengan daya tangkap siswa.
    3. Dapat ditanyakan hal-hal yang bersifat sensitive, seperti suasana keluarga, corak pergaulan dengan saudara kandung dan teman sebaya, penggunaan bahan narkotika, pengalaman seksual, dsb.
    Interview penting untuk memperoleh informasi, tidak hanya merngenai item-item yang factual seperti yang biasa tercakup pada kuesioner pengumpul data-siswa, namun juga mengenai sikap, ambisi dan hal afektif lain yang menyusun studi kasus ini.
    Fact-Finding interview dapat digunakan karena data sebelumnya tidak jelas atau karena perasaan yang mendasari perlu ditemukan dan dipahami. Kelemahan :
    1. Memakan banyak waktu bagi petugas bimbingan.
    2. Siswa berprasangka terhadap petugas bimbingan dan memberikan informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan.
    3. Petugas bimbingan mendengarkan terlalu selektif atau bertanya-tanya dengan cara yang sugestif.
    4. pembuatan catatan memberikan kesan kepada siswa bahwa dia sedang berhadapan dengan petugas kepolisian.
    5. Interview mungkin mengubah informasi mengenai interview mereka sendiri, reaksi mereka, dan pengalaman mereka.
    6. Interview dapat menjadikan sumber kesalahan. Mereka dapat mencatat informasi karena “pendengaran yang selektif”. Mungkin mereka hanya gagal mendengarkan pernyataan interviewee yang bertentangan dengan opini,reaksi, sikap atau ide tentang situasi mereka sendiri.
  • ·         Otobiografi
    Otobiografi merupakan karangan yang dibuat oleh siswa mengenai riwayat hidupnya sampai pada saat sekarang. Riwayat hidup itu dapat mencakup keseluruhan hidupnya dimasa lamoau atau hanya beberapa aspek kehidupannya saja.
    Keunggulan :
    1. Disamping menceritakan kejadian-kejadian dimasa lalu terungkap pula pikiran dan perasaan subjektif tentang kejadian tersebut.
    2. Menolong Konselor memahami kehidupan batin siswa dan membantu siswa menyadari garis besar riwayat perkembangannya sampai sekarang.
    3. Berunsur subjektifitas sehingga siswa menggambarkan duniaini, dilihat dari sudut pandang sendiri (internal frame of reference).
    Kelemahan :
    Unsur sujektifitas juga menimbulkan kesulitan bagi interpretasi, karena siswa cenderung melebihkan-lebihkan kebaikan atau kelemahan sendiri dan menilai peranan orang lain secara berat sebelah.Memerlukan waktu yang lama,
    • Sosiometri
    Sosiometri merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang jaringan social dalam suatu kelompok, yang berukuran kecil antara 10-50 orang, data diambil berdasarkan preferensi pribadi antara anggota kelompok.
    Keunggulan :
    Mungkin kelebihan terbesar teknik sosiometri adalah teknik ini memberikan informasi obyektif mengenai fungsi-fungsi individu dalam kelompoknya, dimana informasi ini tidak dapat diperoleh dari sumber yang lain.
    Kelemahan :
    1. Perlu diketahui bahwa tes sosiometri, tidak memberikan jawaban yang pasti. Tes ini hanya bisa memberikan indikasi struktur social atau petunjuk bagi peneliti tentang individu pada periode tertentu.
    2. Seluruh teori sosiometri atau postulatnya belum dites dan dikembangkan sampai pada tingkat yang tak tersangkal kebenarannya.
    3. Siswa cenderung memilih bukan atas dasar pertimbangan dengan siapa dia akan paling berhasil dalam melakukan kegiatan (sosiogroup) melainkan atas dasar simpati dan antipati (psychogroup)
  • ·         Studi pustaka. Menurut Guba dan Lincoln dalam dokumen ialah setiap bahan tertulis maupun film yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Dokumen terdiri dari dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen resmi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman dan kepercayaannya. Dokumen resmi terbagi dalam dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga masyarakat tertentu yang digunakan dalam kalangan sendiri. Dokumen eksternal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga social, misalnya majalah, bulletin, pernyataan, dan berita yang disiarkan kepada media massa.
4.       Menentukan alat bantu pengumpulan data
Pada dasarnya setiap teknik pengumpulan data memerlukan alat bantu yang berbeda. Beguitu juga penggunaan alat bantu sangat tergnatung pada tujuan penelitian dan jenis data yang akan dikumpulkan. Perkembangan teknologi penelitian memberikan dinamisasi dan fleksibilitas. Tapi secara umum alat bantu pengumpulan data dapat dikelompokan menjadi catatan penelitian, daftar pertanyaan, daftar ceklist.

5.       Penyajian dan pengolahan data awal.
Data yang telah dikumpulkan perlu disusun terlebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Ahsul pengolahn dan analisis data pada tahaps elanjutnya akan disebut sebagai penyajian dan pengolahan data alkhir. Tujuan penyajian dan pengolahan data awal adalah untuk memperoleh data yang komprehnesif sesuai dengan tujuan riset. Hal itu diperlukan Karen adalm proses pengumpulan data, data untuk satu analisis dapat dikumpulkan dari berbagai sumber yang terpisah sehingga perlu dipadukan terlebih dahulu. Pengolahan awal juga dilakukan untuk membersihkan data dari kesalahan-keslahan yang mungkin terjadi selama proses pengumpulan data,s eerti keslahan pencttatan, keslahah pentuan contoh. Terapdta beberpaa tahapan proses pengolahan data awal, antara lain penyusunan kategori untuk data kualitatif, pemberian ode dan penyusunan master table.

6.       Menyajikan data berkualitas yang telah dikumpulkan,
Kualitas data yang diharapkan dari tahapan terakhir dari pengumpulan data.

REFERENSI :

Cresswell, J.W. 2009. Research Design, Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Los Angeles: Sage.
Kerlinger, Fred N. 2000. Foundations of behavioral research. Australia:  Wadsworth Thomson Learning.  
McMillan, J.H. & Schumacher S. 2010. Research in education, 7th ed.. Boston: Pearson.
Miles, M.B. dan Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang MetodeMetode Baru. UIPress. Jakarta.
Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.


[1] Prof Dr. sugiono, Metodologi Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2006, hal.156
[2] Prof Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, 2006, hal. 129
[3] Ibid, 2006 :223

Tulisan Lainnya:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *