05 Januari 2010

Paradigma kuantitatatif positivistik


Munculnya aliran filsafat positivisme ini dipelopori oleh seorang filsuf yang bernama August Comte (1798 – 1875). Comte jugalah yang menciptakan istilah ”sosiologi” sebagai disiplin ilmu yang mengkaji masyarakat secara ilmiah. 


Mulai abad 20-an sampai dengan saat ini, aliran positivisme mampu mendominasi wacana ilmu pengetahuan. Aliran ini menetapkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh ilmu-ilmu manusia maupun alam untuk dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan yang benar, yaitu berdasarkan kriteria-kriteria eksplanatoris dan prediktif. 

Untuk dapat memenuhi kriteria-kriteria dimaksud, maka semua ilmu harus mempunyai pandangan dunia positivistik, yaitu : 1) Objektif. Teori-teori tentang semesta haruslah bebas nilai; 2) Fenomenalisme. Ilmu pengetahuan hanya bicara tentang semesta yang teramati. Substansi metafisis yang diandaikan berada di belakang gejala-gejala penampakan disingkirkan; 3) Reduksionisme. Semesta direduksi menjadi fakta-fakta keras yang dapat diamati; dan 4) Naturalisme. Alam semesta adalah obyek-obyek yang bergerak secara mekanis seperti bekerjanya jam (Burhan Bungis: 2005; 31-32).

Kekuatan pengaruh aliran positivistik ini dikarenakan adalah klaim-klaim terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu imu pengetahuan haruslah nyata dan positivistik. Klaim-klain tersebut adalah : 1) Klaim Kesatuan Ilmu. Ilmu-ilmu manusia dan alam berada di bawah satu payung paradigma yang sama, yaitu paradigma positivistik; 2) Klaim Kesatuan Bahasa. Bahasa perlu dimurnikan dari konsep-konsep metafisis dengan mengajukan parameter verifikasi; dan 3) Klaim Kesatuan Metode. 

Metode verifikasi bersifat universal, berlaku baik ilmu-ilmu manusia maupun alam. Aliran positivistik ini akhirnya melahirkan pendekatan-pendekatan paradigma kuantitatif dalam penelitian, dimana obyek penelitian dilihat memiliki keberaturan yang naturalistik, empiris, dan behavioristik, dimana semua obyek penelitian harus dapat direduksi menjadi fakta yang dapat diamati, tidak terlalu mementingkan fakta sebagai makna tetapi mementingkan fenomena yang tampak, serta serba bebas nilai (obyektif) dengan menentang secara tajam sikap subyektif. Tradisi positivistik ini membawa paradigma penelitian sebagai aliran yang berlawanan dengan paradigma kualitatif- fenomenologis.

Sebagai gambaran secara singkat, untuk lebih memperjelas perbedaan penelitian kuantitatif (kuantitatif positivistik) dengan kualitatif (kualitatif fenomenologis) dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulisan Lainnya:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *